Akhlak
Imam Khomeini dan Irfan
Imam Khomeini dan Irfan
Kenyataannya, kecenderungan Imam Khomeini terhadap hikmah dan irfan bahkan tetap tampak nyata dalam berbagai upaya politiknya. Dalam Kasyf al-Asrar, buku yang ditulisnya pada tahun 1945 untuk menjawab tuduhan-tuduhan terhadap Syiah, beliau tak hanya menghimpun ayat-ayat, hadis-hadis, dan argumentasi rasional, namun juga merujuk pada ahli hikmah dan irfan, seperti Ibnu Sina, Suhrawardi, Mulla Shadra. (Di buku yang sama, beliau mulai memperkenalkan pemikiran yang belakangan termasyhur sebagai sistem Wilayah al-Faqih)
Pada Mei 1964, Imam Khomeini menerbitkan proklamasi politiknya yang pertama. Beliau memulainya dengan dengan mengutip al-Quran.
Allah Swt befirman: Katakanlah, “Aku hendak memperingatkan kepadamu satu hal saja, yaitu agar kamu menghadap Allah (dengan ikhlas) berdua-dua atau sendiri-sendiri; kemudian agar kamu pikirkan (tentang Muhammad). Kawanmu itu tidak gila sedikit pun. Dia tidak lain hanyalah seorang pemberi peringatan bagi kamu sebelum (menghadapi) azab yang keras.” (QS. Saba’:45)
Baca juga : Rakyat Mendengar Imam Khomeini Ditangkap
Ayat yang sama jugalah yang membuka kitab Manazil al-Sa’irin karya Anshari, sebuah buku pengangan spiritual yang amat disukai Imam Khomeini sejak masa-masa belajarnya dengan Shahabadi. “Bangkit demi Allah” dalam buku karya Anshari itu didefinisikan sebagai “bangun dari tidur yang melenakan dan bangkit dari jurang ketakberdayaan”.
Sejalan dengan itu, Imam Khomeini menyatakan bahwa dengan ayat ini, “Allah Swt telah menetapkan kebebasan umat manusia dari sifat kegelapan alam menuju titik terjauh kemanusiaan sejati”, sedemikian perintah yang terkandung di dalamnya menjadi “jalan satu-satunya untuk reformasi di dunia ini”. Selanjutnya, Imam Khomeini menyatakan bahwa terciptanya kondisi-kondisi menyedihkan kaum muslimin merupakan akibat “bangkitnya mereka demi jiwa wahdaniyah”, dan bahwa hanya dengan “kebangkitan demi Allah”lah, persoalan-persoalan itu dapat diatasi.
Yamani, Wasiat Suci Imam Khomeini Kepada Putranya, Ahmad Khomeini
Baca juga : Imam Ali Ridha as dalam Pandangan Syiah dan Ahlusunnah
Akhlak
Eksistensi Ilmu Akhlak
Ahlulbaitindonesia.or.id – Ilmu akhlak, yang merupakan cabang dari al-Hikmah al-‘amaliyah, memandang dimensi lain dalam eksistensi manusia dan mengarahkannya pada masalah tempat kembali dalam gambaran Qurani yang paling indah.
Allah Swt befirman: Dan demi jiwa serta penyempurnaan (ciptaan)-nya, lalu Dia mengilhamkan kepadanya (jalan) kejahatan dan ketakwaannya, sungguh beruntung orang yang menyucikannya (jiwa itu) dan sungguh rugi orang yang mengotorinya. (QS. asy-Syams: 7-10)
Nafs adalah esensi hakiki bagi manusia. Kandungan hakikinya adalah yang menentukan perjalanan manusia menuju kebahagiaan dan kesempurnaan, yang menjelaskan tempat kembalikya pada masa datang dalam kesengsaraan dan kegagalan atau dalam kemenangan dan kenikmatan. Selama seseorang bersifat materialis membatasi pandangan pada alam fisik dan hubungan materi atau mengarahkan pandangan padanya, dirinya menjadi manifestasi dari apa yang Allah Swt firmankan: … Sungguh rugi orang yang mengotorinya.
Sayyid Abbas Nuruddin, Menerbitkan Cahaya Diri
Baca juga : Musuh Paling Keras
Akhlak
Musuh Paling Keras
Musuh Paling Keras
Rasulullah saw bersabda, “Musuh paling keras bagimu adalah dirimu (nafsumu) yang berada di antara kedua tulang rusukmu.” (Mizan al-Hikmah, VI, hal. 95)
Karena diri manusia adalah musuh paling keras bagi manusia, maka manusia wajib menundukkannya. Jika dirinya (nafsunya) telah ditundukkan maka manusia dapat menjadikannya sebagai tunggangan untuk melakukan kebajikan, dan dapat mengerjakan segala kebajikan yang menjadi kewajiban dan meninggalkan segala keburukan yang wajib dihindarinya.
Baca juga : Sebab Keutamaan Diam
Allah Swt befirman: Dan demi jiwa serta penyempurnaan (ciptaan)-nya, lalu Dia mengilhamkan kepadanya (jalan) kejahatan dan ketakwaannya, sungguh beruntung orang yang menyucikannya (jiwa itu) dan sungguh rugi orang yang mengotorinya. (QS asy-Syams: 7-10)
Manakala manusia telah menyucikan dirinya, dan menjadikannya berada di bawah perintah akalnya, maka ia akan mampu mempersiapkan lahan yang baik baginya untuk berbuat dan bertindak secara bijak dan lurus dalam semua medan kehidupan.
Khalil Musawi, Bagaimana Menyukseskan Pergaulan Anda
Baca juga : Sifat Mulia Imam Ja’far Shadiq
Akhlak
Sebab Keutamaan Diam
Sebab Keutamaan Diam
Diam itu lebih utama lantaran lidah memiliki banyak bahaya seperti dusta, menggunjing, mengadu domba, memaki, berdebat (demi mencari kemenangan), ikut campur urusan orang lain, menyakiti orang lain, menyingkap aib orang lain, dan lain-lain.
Bahaya lidah bisa disebabkan lantaran tabiat seseorang atau berasal dari tipuan setan. Orang yang terjebak dalam bahaya lidah jarang yang mampu menggunakan lidahnya untuk hal yang penting dan menahannya dari hal tak penting. Ini disebabkan sulitnya mengetahui kapan seseorang harus berbicara dan kapan harus diam.
Baca juga : Musuh Paling Keras
Oleh karena itu, diam jauh lebih utama. Di samping itu, diam membuat orang berwibawa dan memberinya waktu luang untuk merenung, beribadah, dan berzikir. Diam juga akan menghindarkan manusia dari dampak negatif bicara di dunia dan hisab atasnya di akhirat.
Allah Swt befirman: Tidak ada suatu kata yang diucapkannya melainkan ada di sisinya malaikat pengawas yang selalu siap (mencatat). (QS. Qaf: 18)
Fidha Kasyani, Mengobati Penyakit Lisan
Baca juga : Sifat Mulia Imam Ja’far Shadiq
-
Doa-Doa2 years ago
Doa Kumail dan Nabi Khidhir
-
14 Manusia Suci2 years ago
Biografi Singkat Sayidah Fatimah az-Zahra sa
-
14 Manusia Suci4 hours ago
Perpisahan Sayyidah Fathimah dan Imam Ali
-
Nasional2 days ago
Menag Tegaskan Aturan Ketat Tangkal Pelecehan di Pesantren
-
Internasional2 days ago
Yaman Serang Pangkalan Zionis dengan Rudal Hipersonik
-
Kalam Islam1 year ago
Kapal Islam
-
Kegiatan ABI4 days ago
Rapat Pleno Evaluasi RKAT ABI 2024: Evaluasi dan Strategi Penguatan Organisasi
-
Dunia Islam2 years ago
Anak Cucu Keturunan Nabi Muhammad Saw di Indonesia