Akhlak
Akhlak Rumah Tangga Imam Khomeini, Tak Mau Dilayani
Khanom, Istri Imam Khomeini, menuturkan salah satu kisah hidupnya bersama Imam Khomeini.
“Jika aku memasuki ruangan, Imam selalu menawarkanku tempat yang lebih baik dibandingkan tempatnya. la tak akan makan hingga aku tiba di meja makan. Ia juga selalu mengingatkan anak-anak, ‘Tunggu sampai Khanom datang.’ Imam selalu menghormatiku, bahkan tak membiarkanku melakukan pekerjaan rumah. la selalu berkata kepadaku, ‘Jangan menyapu.’ Jika aku ingin mencuci pakaian anak-anak di kolam, ia akan menghampiriku dan berkata, ‘Bangunlah, jangan mencuci.’
Harus kukatakan, secara keseluruhan, Imam tidak menganggap menyapu, mencuci piring, dan bahkan mencuci pakaian anak-anak sebagai bagian tanggung jawabku. Jika kebetulan aku melakukan pekerjaan ini, ia akan kesal karena merasa itu tidak adil bagiku. Bahkan jika aku masuk ke suatu ruangan, ia tidak pernah berkata ‘tutup pintu,’ tapi menunggu sampai aku duduk, baru kemudian beliau bangkit dan menutup pintu sendiri.”
Putri beliau, Siddiqa Mustafawi juga menuturkan perihal agungnya akhlak Imam Khomeini dalam keluarga yang sama sekali tidak mau dilayani.
“Imam sangat menghormati istrinya. Aku tidak berdusta, selama 60 tahun hidup bersama, ia tak pernah mengambil makanan di meja makan sebelum istrinya. Bahkan, beliau tidak mengharapkan sesuatu, yang terkecil sekalipun, dari istrinya. Sepanjang 60 tahun itu, ia tak pernah meminta dibawakan air minum, tapi selalu mengambilnya sendiri. Jika posisinya jauh dari tempat air minum, ia akan mengatakan, ‘Apakah tempat airnya tidak di sini?’
Tak pernah beliau memerintah, ‘Ambilkan aku air.’ Perilaku ini tidak hanya terhadap istrinya saja, tetapi juga terhadap kami semua, putri-putrinya. Seandainya ia mengatakan ingin minum, kami akan sangat gembira mengambilkannya. Tapi ia tak pernah mau dibawakan air. Di hari-hari menjelang wafat, tiap kali membuka mata, jika pun bisa bicara, beliau akan berkata, ‘Bagaimana kabar Khanom?’
Kami menjawab, ‘Ibu baik-baik saja. Apakah Ayah ingin kami panggilkan Ibu?’
la akan menjawab, ‘Jangan, punggungnya sakit. Biarkan ia istirahat.’
Imam Khomeini sangat dekat dengan istrinya dan sangat menghormatinya. Sedemikian tinggi penghargaan itu, sampai-sampai beliau menempatkan istrinya di satu sisi dan anak-anaknya di sisi lain.
Putrinya, Siddiqa Mustafawi, kembali menuturkan kisahnya.
“Aku ingat, suatu ketika ibu bepergian dan Imam sangat merindukannya. Jika ia murung, kami akan menggodanya, ‘Kalau Khanom ada, Imam tertawa. Tapi kalau ia tidak ada, Imam kesal dan murung.’
Namun, betapa pun kami menggoda, beliau tetap murung. Akhirnya aku berkata, ‘Sungguh beruntung Khanom mendapat cinta sedemikian besar dari Ayah.’ Imam balas berkomentar, ‘Aku yang beruntung, mendapat istri seperti dia. Tak seorang pun mengorbankan hidupnya seperti dia. Jika kau seperti Khanom, kau pun akan sangat disayangi suamimu.’”
Hamid Algar, Potret Sehari-hari Imam Khomeini