Ikuti Kami Di Medsos

Ukhuwah

Fatwa Mantan Mufti Agung Mesir, Nashr Farid Washl, Mengenai “Iqtida” (Mengikuti) Para Pengikut Mazhab Islam lain dari Ahlul Bait AS

Nashr Farid Washl

Nashr Farid WashlYang Mulia Profesor Dr. Nashr Farid Washl, Mufti Mesir,

Wassalamu’alaikum wa rahmatulah,

Bagaimanakah pendapat Anda mengenai orang yang bertaklid kepada Imam Ahlul Bait AS?

Jawab:

Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang

Sudah maklum bahwa setiap Muslim yang beriman kepada Allah SWT , bersyahadat atas monoteisme (tauhid), mengakui misi Nabi Muhammad SAW, tidak menyangkal perintah-perintah agama dan orang yang dengan sepenuhnya sadar akan rukun-rukun Islam dan salat dengan tata cara yang benar, maka niscaya juga tepat baginya sebagai imam salat jamaah bagi yang lain dan juga mengikuti imamah orang lain ketika melakukan salat sehari-hari meskipun ada perbedaan-perbedaan (paham) keagamaan di antara imam dan makmumnya. Prinsip ini pun berlaku bagi Syiah Ahlul Bait AS.

Kita bersama mereka (Syiah Ahlul Bait) menyangkut Allah, Rasulullah SAW, Ahlul Bait AS, juga para sahabat Nabi Muhammad SAW.

Tidak ada perbedaan di antara kita dan mereka menyangkut prinsip-prinsip dan dasar-dasar syariah Islam juga kewajiban-kewajiban desisif agama.

Ketika Allah SWT memberikan rahmat-Nya kepada kami sehingga bisa hadir di Republik Islam Iran di kota-kota seperti Tehran dan Qum. Ketika kami menjadi imam salat berjamaah mereka bermakmum kepada kami, begitu juga ketika mereka menjadi imam kami bermakmum kepada mereka.

Karena itu, kami memohon kepada Allah SWT untuk melahirkan persatuan di antara umat Islam, menghapus setiap permusuhan, kesulitan, perbedaan di antara mereka dan mengangkat kesulitan-kesulian yang ada di antara mereka sekaitan dengan fikih dan kewajiban-kewajiban agama yang sekunder.

Kesimpulan

Seperti yang anda telah dapat lihat dan baca di atas, mereka ialah antara beberapa ulama besar dalam dunia Islam Ahlul Sunnah, dan dapat diperhatikan bahawa mereka membenarkan, mempersetujui serta berpandangan positif terhadap mazhab Ahlulbait. Mereka tidak akan sewenang-sewenangnya mengeluarkan fatwa, jika mereka tidak memahami dan mendalami sesuatu perkara itu.

Oleh itu, Ayyuhal Muslimun, contohilah mereka, dan janganlah kalian  menunjukkan perasaan permusuhan dan buruk sangka pada kami. Marilah kita jalinkan hubungan persaudaraan, kita menyembah tuhan yang sama, mengikuti Rasul yang sama, Kiblat kita sama, banyak lagi hal-hal yang kita punya persamaan berbanding perbezaan.

Ayyuhai Muslimun, ikutilah seruan perpaduan ini, buangkan sangka buruk dahn hasutan syaitan dari kita. Sahutlah tangan saudara mu ini, dan bersama, ISLAM ITU KUAT.

Berikut ialah tambahan fatwa saya..eratkanlah perpaduan dan jauhi perpecahan, hehe.

Dalam artikel yang lepas, saya telah menulis tentang Kelahiran Syiah, Akhlak Pengikut Syiah, dan lain-lain, yang berkaitan dengan mazhab ini, dan pengikutnya. Kali ini, saya telah menjumpai sebuah artikel yang lebih konprehensif dan menyeluruh tentang mazhab ini dan pengikutnya, serta dalil-dalil yang berkaitan(dalam bentuk point lagi..hehe), InsyaAllah.  Silakan membaca, dengan nama Allah.

saudara pembaca………

Polemik aliran sesat di Aceh bagai Episentrum 8,9 SR.

fatwa  POLDA  ACEH  dan  Kesbanglinmas Pemerintah Aceh dan Polda Aceh di koran Serambi Indonesia, 17 April lalu  Hampir saja saya meyakinkan celoteh beberapa teman di warung kopi bahwa orang kita—sangat mudah terpedaya dengan sebuah ungkapan.

Begitu ada yang mengatakan sekelompok orang sesat, yang lain gamblang ikut-ikut menyebut sesat. Padahal MPU  Aceh tidak pernah memfatwakan syi’ah  imamiyah  sebagai  aliran sesat

Hindari Anarkis

Terlepas dari polemik di atas, saya kira banyak orang sepakat bahwa mereka yang sudah menyimpang dari ajaran kebanyakan orang pun tidak mau dikatakan sesat. Betapa pula yang tidak sesat, saat digelari sesat, pasti tidak terima. Ironisnya, jika ketidakterimaan itu diaplikasikan dalam bentuk perlawanan. Namun, lebih ironis pula mereka yang merasa diri ‘lurus alias tidak sesat’, juga bertindak radikal menghukum kelompok yang diindakasi sesat. Oleh karena itu, tindakan anarkis perseorangan ataupun massa yang menghakimi mereka penganut aliran sesat patut ditinjau ulang. Sudah pantaskah menghakimi secara massa mereka yang diklaim aliran sesat? Lantas, di mana posisi polisi, pemerintah, dan ulama? Di mana pula hukum Tuhan semesta alam?

Rasanya banyak hal yang patut ditanyakan, mungkin pada pemerintah, mungkin pada ulama, mungkin juga pada diri sendiri. Sudah saatnya meninggalkan kebiasaan mengkafirkan orang lain tanpa dalil dan kajian kuat. Oleh karenanya, saya terkejut membaca 14 aliran yang diklaim sesat oleh Polda dan Pemerintah Aceh. Pasalnya, tidak ada kriteria mendasar penetapan nama-nama aliran tersebut.

Apakah Polda maupun Pemerintah Aceh sudah memusyawarahkannya dengan Majelis Ulama Aceh? Pertanyaan ini penting, karena dalam diskusi publik tentang “Beragama Tanpa Kekerasan” di Kafe Pustaka, Aceh Institute, 2 April 2011, Ketua MPU Aceh, Prof. Dr. Muslim Ibrahim, M.A., sempat menjawab pertanyaan dari seorang peserta diskusi yang mengkafirkan Syiah dan Mu’tazilah—Syiah adalah salah satu aliran yang diklaim sesat dari 14 aliran menurut Polda dan Pemerintah Aceh (Serambi, 7 April 2011).

Ketua MPU Aceh mengatakan bahwa tidak semua Syiah itu sesat. Namun, ia mengakui beberapa Syiah tergolong ke dalam aliran sesat. Masih menurut Muslim, ada dua atau tiga Syiah yang dianggap sah dan bagian dari kaum muslimin. Hal ini antara lain klarifikasi Muslim terkait kebijakan Polda dan Pemerintah Aceh agar tidak sembarangan melabelkan sesat orang lain.

Kriteria Sesat?

Penting pula mencermati kriteria sesat menurut Majelis Ulama Islam (MUI) pusat. Seperti dilansir sejumlah media, antara lain oleh detiknews dan antaranews: ada 10 kriteria aliran sesat. (1) Mengingkari rukun iman dan islam. (2) Meyakini dan atau mengikuti akidah yang tidak sesuai dalil syar’i Alquran dan Asunnah. (3) Meyakini turunya wahyu setelah Alquran. (4) Mengingkari otentisitas dan atau kebenaran isi Alquran. (5) Melakukan tafsiran yang tidak berdasarkan kaidah tafsir. (6) Mengingkari kedudukan hadis nabi sebagai sumber ajaran Islam. (7) Melecehkan dan atau merendahkan para nabi dan rasul. (8) Mengingkari Nabi Muhammad sebagai rasul terakhir. (9) Mengubah pokok-pokok ibadah yang telah ditetapkan syariat. (10) Mengkafirkan sesama muslim tanpa dalil syar’i.

Kriteria yang ditetapkan oleh ijma’ ulama Indonesia tersebut tentu sudah melalui pengkajian dan penelusuran. Jika bukan ulama yang jadi pelita dalam kehidupan ini, siapa lagi? Menguatkan pendapat tersebut, cermati pula ijma’ ulama dunia dalam Deklarasi Amman, Jordania. Disebutkan bahwa siapa saja yang mengikuti salah satu dari empat mazhab Ahlusunnah Waljama’ah (Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hambali), dan Mazhab Ja’fari (Syiah Imamiah), Mazhab Syiah Zaidiyah, Mazhab Ibadhi, dan Mazhab Az-Zhahiri, semuanya adalah muslim, tidak diperbolehkan mengkafirkannya dan haram darah, harta, serta keluarga mereka

Perlu dicatat, risalah Amman ini disetujui oleh 500 ulama seluruh dunia, baik Sunni (Ahlusunnah Waljama’ah) maupun Syiah, yang kemudian diikuti oleh ratusan ulama dunia dalam deklarasi di Jeddah. Risalah itu antara lain ditandatangi oleh Syeh Hamzah Yusuf (Institut Zaituna) dan Prof. Hossein Nasr, keduanya dari Amerika. Hadir dari Mesir pula: Muhammad Saiyid Thantawi (Mantan Syeh Al Azhar), Prof. Dr. Ali Jum’ah (Mufti Agung Mesir), dan Ahmad Al-Tayyib (Syeh Al Azhar). Dari Indonesia ada Maftuh Basyumi (Mantan Menag), Din Syamsuddin (Muhammadiah), Dr. Tuti Alawi (Rektor Universitas As-Syafi’iyah), Dr. Alwi Shihab (Mantan Menlu), dan Hasyim Muzadi (NU). Dari Iran tercatat nama Ayatullah Ali Khamanei (Pemimpin Tertinggi Spiritual Iran), Ayatullah Ali Taskhiri (Sekjen Pendekatan Antarmazhab Dunia). Sedangkan dari Lebanon: Syekh Muhammad Rasyid Qabbani (Mufti Agung Ahlussunnah). Dari Oman: Syekh Ahmad bin Hamad Al Khalili (Mufti Agung Kesultanan Oman). Dari Palestina: Syekh Dr. Ikrimah Sabri (Mufti Agung dan Imam Mesjid Al Aqsha). Dari Qatar: Dr. Yusuf Qardhawi (ulama besar dunia). Dari Syria: Syekh Ahmad Badr Hasoun (Mufti Agung Syria), Syekh Wahbah Musthafa Az-Zuhaili (Kepala Departemen Fiqih Syria). Dari Yaman: Habib Umar bin Hafiz (Pemimpin Madrasha Darul Musthafa dan Ulama besar Ahlussunnah Waljama’ah).

Kendati diakui dunia bahwa Syiah adalah muslim, memang perlu dilihat kembali golongan tersebut. Namun, tidak boleh menggeneralisasikannya. Sebagian kelompok yang oleh ulama Syiah sendiri dikatakan keluar dari Islam, di antaranya kelompok Syiah Ghullat, yang meyakini bahwa Saidina Ali bin Abithalib sebagai penjelmaan Allah di muka bumi; lalu ada juga kelompok Syiah yang menganggap bahwa malaikat Jibril salah menurunkan wahyu, seharusnya kepada Ali ternyata turun kepada Rasulullah saw.

Beberapa lagi kelompok Syiah sesat sudah punah. Kelompok tersebut bahkan menurut Syiah Imamiah dan Syiah Zaidiyah, adalah najis. Dianjurkan tidak membangun hubungan bisnis dengan mereka. Oleh karena itu, pencantuman nama Syiah oleh Polda dan Pemerintah Aceh sebagai aliran sesat sangat general dan bertentangan dengan ijma’ ulama dunia. Hati-hati mengklaim sesat, sebab merujuk kriteria sesat oleh MUI, poin 10, mengkafirkan sesama muslim juga sesat.

Risalah Amman Yang Ditanda Tangani Kurang Lebih 500 Ulama Baik Syiah maupun Sunnah

Risalah ‘Amman (رسالة عمّان) dimulai sebagai deklarasi yang di rilis pada 27 Ramadhan 1425 H bertepatan dengan 9 November 2004 M oleh HM Raja Abdullah II bin Al-Hussein di Amman, Yordania. Risalah Amman (رسالة عمّان) bermula dari upaya pencarian tentang manakah yang “Islam” dan mana yang bukan (Islam), aksi mana yang merepresentasikan Islam dan mana yang tidak (merepresentasikan Islam). Tujuannya adalah untuk memberikan kejelasan kepada dunia modern tentang “Islam yang benar (الطبيعة الحقيقية للإسلام)” dan “kebenaran Islam” (وطبيعة الإسلام الحقيقي).

Untuk lebih menguatkan asas otoritas keagamaan pada pernyataan ini, Raja Abdullah II mengirim tiga pertanyaan berikut kepada 24 ulama senior dari berbagai belahan dunia yang merepresentasikan seluruh Aliran dan Mazhab dalam Islam :

1. Siapakah seorang Muslim ?

2. Apakah boleh melakukan Takfir (memvonis Kafir) ?

3. Siapakah yang memiliki haq untuk mengeluarkan fatwa ?

Dengan berlandaskan fatwa-fatwa ulama besar (العلماء الكبار) –termasuk diantaranya Syaikhul Azhar (شيخ الأزهر), Ayatullah As-Sistaniy (آية الله السيستاني), Syekh Qardhawiy (شيخ القرضاوي)– , maka pada Juli tahun 2005 M, Raja Abdullah II mengadakan sebuah Konferensi Islam Internasional yang mengundang 200 Ulama terkemuka dunia dari 50 negara. Di Amman, ulama-ulama tersebut mengeluarkan sebuah panduan tentang tiga isu fundamental (yang kemudian dikenal dengan sebutan “Tiga Poin Risalah ‘Amman/محاور رسالة عمّان الثلاثة”), Berikut adalah kutipan Piagam Amman dari Konferensi Islam Internasional yang diadakan di Amman, Yordania, dengan tema “Islam Hakiki dan Perannya dalam Masyarakat Modern” (27-29 Jumadil Ula 1426 H. / 4-6 Juli 2005 M.) dan dihadiri oleh ratusan Ulama’ dari seluruh dunia sebagai berikut:

[1]Siapapun yang mengikuti Madzhab yang 4 dari Ahlussunnah wal Jamaah (Madzhab Hanafiy, Malikiy, Syafi’iy, Hanbali), Madzhab Jakfariy, Madzhab Zaidiyah, Madzhab Ibadiy, Madzhab Dhahiriy, maka dia Muslim dan tidak boleh mentakfir-nya (memvonisnya kafir) dan haram darahnya, kehormatannya dan hartanya. dan juga dalam fatwa Fadlilatusy Syekh Al-Azhar tidak boleh mentakfir ulama-ulama beraqidah Al-Asy’ariyah dan aliran Tashawuf yang hakiki (benar). Demikian juga tidak boleh memvonis kafir ulama-ulama yang berpaham Salafiy yang shahih

Sebagaimana juga tidak boleh memvonis kafir kelompok kaum Muslimin yang lainnya yang beriman kepada Allah dan kepara Rasulullah, rukun-rukun Iman, menghormati rukun Islam dan tidak mengingkari informasi yang berasal dari agama Islam.

[2]. Sungguh diantara madzhab yang banyak tersebut memang terdapat perbedaan (ikhtilaf), maka ulama-ulama dari delapan madzhab tersebut bersepakat dalam mabda’ yang pokok bagi Islam. Semuanya beriman kepada Allah subhanahu wa ta’alaa yang Maha Esa, Al-Qur’an al-Karim adalah Kalamullah, Sayyidina Muhammad ‘alayhis shalatu wassalam adalah Nabi sekaligus Rasul bagi umat manusia seluruhnya, dan mereka bersepakat atas rukun Islam yang 5 : Syadatayn, Shalat, Zakat, puasa Ramadhan, Haji kepa Baitullah, dan juga bersepakat atas Rukun Imam yang 6 ; beriman kepada Allah, Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-Nya, Hari kiamat, dan kepada Qadar yang baik dan buruk, dan ulama-ulama dari perngikut Madzhab tersebut berbeda pendapat dalam masalah Furu’ (cabang) dan bukan masalah Ushul (pokok), dan itu adalah Rahmat, dan terdahulu telah dikatakan ;

إنّ اختلاف العلماء في الرأي أمرٌ جيّد

“Sesungguhnya ikhtilaf (perbedaan pendapat) para Ulama dalam masalah pemikiran hal yang baik”

[3]. Pengakuan terhadap madzhab-madzhab dalam Islam berarti berkomitmen dengan metodologi (manhaj) dalam hal fatwa ; maka siapapun tidak boleh mengeluarkan fatwa selain yang memenuhi kriteria tertentu dalam setiap madzhab, dan tidak boleh berfatwa selain yang berkaitan dengan manhaj (metodologi) madzhab, tidak boleh seorang pun mampu mengklaim ijtihad dan mengembangkan/membuat madzhab/pendapat baru atau mengelurkan fatwa yang tidak bisa diterima yang dapat mengeluarkan kaum Muslim dari kaidah syar’iyyah, prinsip, ketetapan dari madzhabnya.

Tiga Poin Risalah ‘Amman ini lalu diadopsi oleh kepemimpinan politik dunia Islam pada pertemuan Organisasi Konferensi Islam (OKI) di Mekkah pada Desember 2005. Dan setelah melewati satu tahun periode dari Juli 2005 hingga Juli 2006, piagam ini juga diadopsi oleh enam Dewan Ulama Islam Internasional. Secara keseluruhan, lebih dari 500 ulama Islam terkemuka telah mendukung Risalah ‘Amman dan tiga poin pentingnya.

Di antara penandatangan dan pengesah Risalah Amman ini adalah:

Afghanistan: Hamid Karzai (Presiden).

Amerika Serikat: Prof. Hossein Nasr, Syekh Hamza Yusuf (Institut Zaytuna), Ingrid Mattson (ISNA)

Arab Saudi: Raja Abdullah As-Saud, Dr. Abdul Aziz bin Utsman At-Touaijiri, Syekh Abdullah Sulaiman bin Mani’ (Dewan Ulama Senior).

Bahrain: Raja Hamad bin Isa Al-Khalifah, Dr. Farid bin Ya’qub Al-Miftah (Wakil Menteri Urusan Islam)

Bosnia Herzegovina: Prof. Dr. Syekh Mustafa Ceric (Ketua Ulama dan Mufti Agung), Prof. Enes Karic (Profesor Fakultas Studi Islam)

Mesir: Muhammad Sayid Thantawi (Mantan Syekh Al-Azhar), Prof. Dr. Ali Jum’ah (Mufti Agung), Ahmad Al-Tayyib (Syekh Al-Azhar)

India: Maulana Mahmood (Sekjen Jamiat Ulema-i-Hindi)

Indonesia: Maftuh Basyuni (Mantan Menag), Din Syamsuddin (Muhammadiyah), Hasyim Muzadi (NU).

Inggris: Dr. Hassan Shamsi Basha (Ahli Akademi Fikih Islam Internasional), Yusuf Islam, Sami Yusuf (Musisi).

Iran: Ayatullah Ali Khamenei (Wali Amr Muslimin), Ahmadinejad (Presiden), Ayatullah Ali Taskhiri (Sekjen Pendekatan Mazhab Dunia), Ayatullah Fadhil Lankarani.

Irak: Jalal Talabani (Presiden), Ayatullah Ali As-Sistani, Dr. Ahmad As-Samarai (Kepala Dewan Wakaf Sunni)

Kuwait: Syekh Sabah Al-Ahmad Al-Jaber As-Sabah.

Lebanon: Ayatullah Husain Fadhlullah, Syekh Muhammad Rasyid Qabbani (Mufti Agung Sunni).

Oman: Syekh Ahmad bin Hamad Al-Khalili (Mufti Agung Kesultanan Oman)

Pakistan: Pervez Musharraf (Presiden), Syekh Muhammad Tahir-ul-Qadri (Dirjen Pusat Penelitian Islam), Muhammad Taqi Usmani.

Palestina: Syekh Dr. Ikramah Sabri (Mufti Agung dan Imam Al-Aqsha).

Qatar: Dr. Yusuf Al-Qaradhawi, Dr. Ali Ahmad As-Salus (Profesor Syariah Universitas Qatar).

Sudan: Omar Hassan Al-Bashir (Presiden).

Suriah: Syekh Ahmad Badr Hasoun (Mufti Agung), Syekh Wahbah Az-Zuhaili (Kepala Departemen Fikih), Salahuddin Ahmad Kuftaro.

Yaman: Habib Umar bin Hafiz (Darul Mustafa), Habib Ali Al-Jufri.

Yordania: Raja Abdullah II, Pangeran Ghazi bin Muhammad (Dewan Pengawas Institut Aal Al-Bayt), Syekh Izzuddin Al-Khatib At-Tamimi (Hakim Agung), Syekh Salim Falahat (Ikhwanul Muslimin Yordania).

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *