Berita
Agama dan Politik dalam Dinamika di Amerika
Meski banyak perbedaan sosio-kultural, Amerika memiliki beberapa persamaan dengan Indonesia, yang bisa kita ambil pelajarannya.
Hal ini disampaikan Direktur Pusad Paramadina, Ali Ikhsan Fauzi dalam diskusi Agama dan Politik di Amerika di Ciputat School, Jumat (14/8).
“Kebanyakan sarjana kita hanya menulis soal Indonesia. Padahal kita juga perlu belajar ke negara lain,” ujar Ikhsan.
Nathanael Gratias Sumaktoyo, narasumber dari University of Notre Dome dalam diskusi ini dalam makalahnya menyebutkan Amerika memiliki keunikan terkait hubungan agama dan politik.
“Biasanya semakin kaya suatu negara, agama semakin dipandang tidak penting. Tapi tidak di Amerika,” ujar Nathanael. “Amerika itu religius dibanding negara maju lainnya. 45% penduduknya itu religius. Dan karenanya agama sangat berpengaruh pada politik, lebih daripada ras.”
“Sekularisme Amerika beda dengan Perancis. Sekularisme Amerika berasal dari kecintaan pada agama, niatnya ingin melindungi agama, bukan karena membenci atau memusuhi agama.”
Nathanael mencontohkan dalam beberapa kasus seperti NYC Parks5, Obamacare, gua natal di kantor pemerintahan, dan banyak kasus lain, pengaruh agama sangat kuat.
“Obamacare misalnya, di mana pengusaha mewajibkan perusahaan membayar asuransi, termasuk kontrasepsi, banyak yang menolaknya. Dinilai pemerintah melanggar agama,” terang Nathanael. “Dan itu dimenangkan, di instansi swasta.”
Pengaruh agama yang amat kuat inilah yang kemudian diakomodasi oleh partai politik. Antara Republikan dan Demokrat.
Namun menurut Nathanael itu semua bisa berhasil di Amerika karena ada jaminan keamanan untuk menyatakan pendapat.
“Syaratnya jaminan keamanan untuk mengutarakan pendapat harus ada. Baru bisa jalan,” ujar Nathanael. (Muhammad/Yudhi)