Berita
“Perkosaan” Dalam Perkawinan
(Wawancara khusus dengan Ketua Muslimah ABI terkait kasus “pemerkosaan dalam perkawinan” yang terjadi di Bali)
Keluarga sudah seharusnya menjadi tempat berlindung bagi segenap anggotanya dari berbagai ancaman, tindakan sewenang-wenang dan kekerasan dari semua pihak, terutama dari pihak di luar keluarga tersebut.
Namun bagaimana bila ternyata ancaman tersebut datang dari pihak internal keluarga itu sendiri? Salah satu contohnya, ancaman kepada seorang istri yang pelakunya adalah suaminya sendiri, seperti pada kasus “perkosaan” dalam keluarga yang terjadi beberapa waktu lalu di Bali?
Bagaimana Muslimah Ahlulbait Indonesia memandang permasalahan tersebut?
Berikut ini hasil wawancara khusus ABI Press dengan Ketua Muslimah Ahlulbait Indonesia (ABI), Ustazah Zaenab Endang Fathoni.
Terkait adanya kasus perkosaan dalam perkawinan, bagaimana Muslimah Ahlulbait Indonesia (ABI) memandangnya?
Menanggapi perkosaan dalam perkawinan, perlu dipertanyakan kembali, apakah tepat menggunakan istilah perkosaan dalam hubungan suami-istri? Saya kira yang lebih tepat adalah kekerasan dalam perkawinan, yang di dalamnya termasuk kekerasan dalam kaitannya dengan hubungan seksual.
Faktor apakah yang biasanya menyebabkan hal tersebut terjadi?
Menurut saya faktor utama yang menyebabkannya, dimungkinkan karena adanya ketidakharmonisan hubungan antara suami- istri karena adanya perbedaan pendapat yang serius dan tidak terjadi komunikasi yang baik, sehingga cenderung terjadi kekerasan.
Bukankah sebelum menikah, KUA sudah menjelaskan hak dan kewajiban kepada keduanya (suami-istri)?
Memang seharusnya pada saat mendaftarkan rencana pernikahan di KUA, dan dihadirkannya kedua calon mempelai, petugas seharusnya memberikan pengarahan seputar pernikahan termasuk juga tentang hak dan kewajiban masing-masing suami- istri. Namun apakah hal yang demikian sudah diterapkan sepenuhnya oleh pihak KUA?
Seringkali para suami berargumen bahwa bila istri menolak ajakan bersetubuh dari si suami maka istri akan berdosa. Istri pun menjadi takut karenanya. Bagaimana menurut Ibu?
Dalam upaya memahamkan istri akan kewajibannya termasuk dalam melayani suami, tidak perlu dengan ancaman. Islam sebagai agama cinta hendaknya ajarannya juga disampaikan dengan rasa cinta, sehingga istri pun dalam menjalani kewajibannya dengan dasar cinta.
Seperti apa sebenarnya atau seharusnya bentuk kepatuhan seorang istri kepada suami? Apakah harus patuh dalam segala hal?
Kepatuhan seorang istri terhadap suami tentu harusnya atas dasar menghormati suami dan demi kebaikan, bukan atas dasar rasa takut. Begitu juga suami hendaknya juga menghormati istri sebagai pendamping dan pasangan, bukan menempatkannya dalam posisi sebagai subordinat.
Langkah apa yang harus dilakukan oleh seorang istri bila terjadi kekerasan dalam pernikahan?
Sebelum terjadi kekerasan dalam pernikahan, sedini mungkin istri harus menyadari apabila ada kecenderungan kekerasn yang dilakukan suami, maka secepat itu pula istri hendaknya segera mengingatkan suami untuk tidak melakukannya. Namun apabila langkah tersebut masih belum bisa dilakukan, maka perlu pihak lain atau lembaga berwenang untuk mengingatkannya. Namun apabila masih saja terjadi kekerasan yang serius, tentu si istri harus melaporkannya ke pihak yang berwajib karena sudah berkaitan dengan hukum pidana.
Bila sang suami harus dipidana karena “perkosaan dalam perkawinan” (sebagaimana yang terjadi dalam kasus di Bali) bukankah ini dilema? Sebab suami yang mencari nafkah keluarga?
Memang dilema kalau sampai suami dipidanakan dan keluarga kemudian kehilangan pencari nafkah. Namun kalau kekerasan yang dilakukan suami itu sudah cukup serius tentu mengancam jiwa sang istri. Sebagaimana banyak kejadian istri menjadi korban pembunuhan dan kekerasan serius dari suami, seperti kasus istri yang disiram air keras mukanya oleh si suami, dan kasus-kasus kekerasan serupa lainnya.
Langkah apa yang akan dilakukan oleh Muslimah ABI untuk menghindari terjadinya “perkosaan dalam perkawinan” agar tidak terulang lagi?
Muslimah ABI mempunyai dua program dalam hal ini. Pertama, program pendidikan pra-nikah bagi para remaja yang sudah waktunya untuk menikah. Kedua, program konsultasi keluarga bagi pasangan yang sudah menikah.
Apa saran Muslimah ABI kepada para suami-istri berkaca pada kasus “perkosaan dalam perkawinan” tersebut?
Sangat diharapkan para suami dan istri menjauhkan bahtera pernikahannya dari unsur kekerasan. Karena tujuan dari pernikahan sejatinya adalah demi menciptakan kebahagiaan dan kedamaian lahir dan batin. Hendaknya ada komunikasi yang harmonis dalam menghadapi setiap permasalahan. Ciptakan kebersamaan selalu dan hindari kecenderungan sikap mendominasi dan lebih mementingkan diri sendiri. (Lutfi/Yudhi)