Berita
Zakat Dari Tahun Ke Tahun
Tradisi Zakat Fitrah di Pedesaan
Seolah sudah menjadi tradisi, sehari atau dua hari menjelang hari raya Idulfitri, warga desa berbondong-bondong ke setiap surau membawa beras dalam nampan yang terbuat dari anyaman bambu. Ada juga yang menggunakan karung beras.
Salah satunya di Desa Sumber, Kabupaten Boyolali Jawa Tengah. Sudah lazim warga berkumpul di surau, menghitung, menimbang, dan kemudian membagi-bagikan beras yang sudah dibungkus kantong plastik itu kepada warga desa yang berhak menerima.
Masing-masing kantong plastik berisi jatah zakat fitrah untuk 1 orang, sekitar 2,5 kilogram atau 3 liter beras, yang
penghitungannya dilakukan para tetua di surau itu. Sedangkan anak-anak muda kebagian jatah tugas berkeliling kampung membagikan beras zakat yang sudah dibungkusi itu ke pihak yang berhak menerimanya.
Saat Idulfitri 2014 silam, salah satu penerima, sebut saja Mbah Tukinem (80), beberapa kali mengucapkan “maturnuwun” kepada anak muda yang mengantarkan zakat. Ungkapan dalam bahasa Jawa yang artinya terima kasih.
Suasana pembagian zakat di desa Sumber tak sebatas menampakkan hubungan erat antara pemberi dan penerima. Hubungan batin dan rasa kekeluargaan pun muncul di sana. Baik antara yang membagi beras di surau, remaja-remaja yang berkeliling desa, maupun penerima zakat yang seringkali mempersilakan mampir para pengantar zakat, entah sekadar untuk bercengkerama akrab atau menyuguhkan makanan dan minuman seadanya. Maka dari rentetan kegiatan itupun kemudian terjalin semangat gotong-royong dan silaturahmi erat antar warga desa. Begitulah suasana serupa hampir terjadi setiap tahunnya.
Zakat Meningkat Saat Ramadhan
Meski zakat tak hanya terkait dengan bulan puasa, namun saat Ramadhan pengumpulan zakat selalu meningkat. Menurut Mohd. Nasir Tajang, Kepala Divisi Administrasi dan Keuangan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), masyarakat Indonesia menjadikan bulan puasa sebagai momen untuk membayar zakat.
“Data kita menunjukkan bahwa pengumpulan zakat itu meningkat 60% di bulan puasa. Ini berlaku secara nasional,” ujar Nasir.
“Perolehan tahun 2014 sekitar 83M, jika dihitung 60% nya sekitar 40M lebih. Itu naik tak hanya terkait zakat, infak juga demikian. Di masjid juga kondisinya sama. Ternyata luar biasa. Ada pengaruh yang luar biasa di bulan puasa ini. Puasa menumbuhkan kesadaran keagamaan yang tinggi. Ada nuansa religius yang luar biasa. Saya pikir ini semuanya menyatu sehingga dampaknya seperti ini.”
Menurut Nasir kesadaran umat Islam Indonesia untuk mengeluarkan zakat terus meningkat dari tahun ke tahun.
“Dalam pengamatan kami, umat ini kesadarannya sudah luar biasa. Misalnya kita bisa lihat zakat itu untuk di Baznas pertumbuhannya 40% per tahun. Kemudian di luar bulan puasa ada peningkatan. Bahkan ada bulan-bulan tertentu bisa naik sekitar 50%,” terang Nasir.
“Ini menunjukkan mereka memiliki kesadaran bahwa zakat itu terikat haulnya, tak hanya terikat bulan Puasa. Laporan dari seluruh Indonesia, kenaikannya sudah setiap bulan. Ini menunjukkan bahwa kesadaran umat luar biasa. Tinggal bagaimana menjaganya.”
Perlunya Zakat Berkesinambungan
Meningkatnya momentum peningkatan zakat yang fantastis di bulan suci Ramadhan digunakan dengan maksimal oleh Baznas sebagai ajang sosialisasi dan penyaluran. Namun menurut Nasir, hal yang paling penting bukan bagaimana menghimpun zakat tapi juga kesadaran kesinambungan zakat.
“Saat bulan puasa memang meningkat, tapi usai bulan Ramadhan bisa dikatakan drastis penurunannya,” ujar Nasir.
“Nah, ini jadi catatan kita bahwa anak yatim itu, orang miskin itu kebutuhannya sepanjang tahun. Kesadaran ini yang harus kita tumbuhkan. Kepedulian ini seharusnya tak hanya ada di bulan puasa, tapi mesti sepanjang tahun.”
“Saya pikir ini yang harus kita sampaikan dan pahamkan kepada umat bahwa kebutuhan mustahik itu sepanjang tahun. Bukan hanya di bulan Ramadhan saja,” tambah Nasir.
“Kedua, mustahik itu kebutuhannya tak hanya sekadar makan. Tapi ada kebutuhan bagaimana mereka bisa mandiri. Dan untuk mandiri itu harus dilakukan dalam waktu lama, berkesinambungan. Misalnya bagaimana anak-anak mereka bisa sekolah, bahkan sampai kuliah.”
“Tentu ini tak hanya butuh kepedulian kita di bulan puasa saja, tapi kepedulian yang berkesinambungan. Misalnya untuk usaha, mereka butuh usaha itu tidak hanya di bulan Puasa. Tapi bagaimana mereka bisa usaha sepanjang tahun yang bisa memenuhi kebutuhan mereka, keluarga mereka dan pendidikan anak-anak mereka.”
Menurut Nasir membangkitkan kesadaran masyarakat akan perlunya kesinambungan zakat inilah yang penting. Dengan itulah, potensi dan kebutuhan masyarakat bisa dipotimalkan. (Muhammad-Malik/Yudhi)