Berita
Lemasko Papua Tolak Perusakan Sumber Daya Alam oleh PT. Freeport
Rencana pembangunan smelter PT. Freeport Indonesia (PT.FI) di Papua menjadi kabar gembira bagi sebagian kalangan. Konon, pembangunan smelter di dalam negeri dianggap dapat meningkatkan perekonomian nasional. Lalu, bagaimana tanggapan masyarakat Papua, khususnya masyarakat adat di sana?
Delegasi dari masyarakat adat suku Kamoro Kabupaten Mimika Papua yang tergabung dalam Lembaga Musyawarah Adat Suku Kamoro (Lemasko) berkunjung ke Jakarta. Mereka ingin menyampaikan penolakan pembangunan smelter jika dibangun di wilayah suku adat Kamoro. “Kita tidak menolak dibangun di Papua, tapi kita menolak Pemerintah Daerah memilih tempat (pembangunan smelter) itu di suku Kamoro,” kata Dominicus Mitoro selaku Wakil Ketua 2, Lemasko.
Menurut mereka, saat ini Pemda Mimika menghendaki smelter dibangun di sana. “Di wilayah suku Kamoro itu banyak mangrove, hutan sagu, kayu dan sungai yang terancam rusak jika beralih fungsi jadi smelter, kehidupan warga pun akan terganggu,” tambah Dominicus. “Kami tidak menghendaki satu batang mangrove pun ditebang!” tegasnya.
Hutan mangrove, hutan sagu, dan sungai telah lama menjadi sumber kehidupan mereka.
Kekecewaan masyarakat di sana atas kehadiran PT.FI bukan sekadar dongeng belaka. Ia bercerita bahwa limbah yang dihasilkan PT.FI selama ini saja masih menyisakan rasa pedih di hati.
“Pendangkalan sungai, perubahan alam, populasi ikan-ikan pada hilang,” tutur Dominicus. Padahal suku Kamoro telah menjadikan alam sebagai sumber kehidupan. “Adanya Freeport, flora-fauna lenyap. Masyarakat jadi miskin.”
Dalam sikap resminya, Lemasko menawarkan alternatif pembangunan smelter ini di Kabupaten lain di Provinsi Papua, atau perbatasan Kabupaten yang kemungkinan tidak berdampak pada kerusakan sumber daya alam. Selain penolakan pembangunan smelter di sana, Lemasko juga menolak pembangunan pabrik semen dan pabrik pupuk yang rencananya juga akan dibangun di sana.
Senin siang (1/6), delegasi Lemasko mengunjungi kantor LSM Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) di Jakarta. Bersama beberapa lembaga lain seperti Wahana Lingkungan Hidup (WALHI), mereka mengadakan diskusi membahas rencana pembangunan smelter ini. Dari pertemuan itu, mereka berencana akan mengadakan pertemuan dengan pihak pemerintah untuk membicarakan persoalan ini lebih lanjut. (Malik/Yudhi)