Berita
Idan, Berkursi Roda Jual Koran di Jantung Jakarta
Jakarta punya banyak kisah. Tak hanya kisah orang-orang besar dan pengukir sejarah, namun juga kisah orang-orang kecil yang meski hidup dengan keterbatasannya, tetap berjuang dengan cara yang terhormat. Idan adalah salah seorang di antaranya.
Idan adalah seorang lelaki yang sejak kecil mengalami disabilitas. Kedua kakinya lumpuh, namun disabilitasnya ini tidak membuatnya patah arang. Warga Kwitang, Senen ini, sehari-harinya sendirian dengan kursi roda pemberian Kelurahan mencari nafkah di jantung kota Jakarta.
Lelaki yang rumahnya ada di samping Kali Ciliwung ini berangkat mencari nafkah biasanya jam lima sore melewati lampu merah Tugu Tani, mangkal di lampu merah Jl. Kebon Sirih. Jarak dari rumahnya ke lampu merah sebenarnya tidak terlalu jauh. Hanya sekitar tiga ratus meter. Namun Idan mengaku perjalanan bisa mencapai satu jam.
“Saya berangkat jam empat atau jam lima. Sampainya jam enam,” tutur Idan. “Bisa satu jam. Kan sore macet, jadi ikut macetnya juga sampai lampu merah. Repot memang, tapi ya asal sabar saja,” ujar Idan sambil tertawa memperlihatkan giginya yang jarang-jarang.
Idan biasa mangkal tepat di samping pembatas jalan yang membelah Jl. Kebon Sirih di perempatan Tugu Tani. Di situlah ia mengais rezekinya.
“Saya mangkal di tengah, di sisi pembatas. Yang beli biasanya dari kaca mobil, kalau mobilnya di tengah paling-paling motor disuruh majuin dulu. Atau ada yang turun dari mobilnya,” ujar Idan.
Idan mengaku kadang ada orang yang memberi uang lebihan. “Kadang ada lebihan. Kalau orang itu minta kembali kita kembaliin, tapi kadang ada yang tutup kaca langsung, gak minta kembalian. Ada yang buru-buru berangkat. Kalo orangnya baik, baik banget,” ujar Idan.
Untuk Membantu Orang Tua
Saat ABI Press wawancarainya, Idan mengaku menjual Koran. Ini ia jalani sejak kecil, sejak Kelurahan memberi bantuan kursi roda. Namun lelaki yang tak pernah mengenal bangku sekolah dan bahkan kesulitan menghitung umurnya sendiri ini mengaku awalnya upayanya ini dilarang oleh orangtuanya.
“Dulu pertama dagang dulu ngumpet-ngumpet. Dulu ibu nggak bolehin saya dagang jual koran. Katanya saya belum bisa dagang. Tempat rokok jualan saya saja sampai dibakarin,” kenang Idan.
“Dulu saya nyobain jualan aja. Pingin mbantuin orang tua doang. Sekarang kan orang tua udah gak ada. Tinggal nenek doang,” lanjut Idan. “Alhamdulillah sekarang sih sudah bisa buat beli-beli rokok dan buat kebutuhanlah.”
Terbiasa berjuang dan mencari nafkah dengan cara halal meski dengan segala keterbatasan, Idan menasehati orang-orang yang senasib dengannya agar menjaga kehormatannya dan tidak terbawa kemalasan dan jadi peminta-minta di jalanan.
“Salah satu alasan saya jualan koran ini sebenernya buat nyontohin orang biar gak males. Menurut saya yang suka minta-minta itu pada males, buktinya saya bisa kan hidup dan cari nafkah,” ujar Idan.
Di tengah hiruk-pikuk jantung Jakarta, di tengah kerakusan para pejabat korup dan korporasi-korporasi raksasa yang menghalalkan segala cara untuk menambah laba, orang-orang kecil namun berjiwa besar seperti Idan adalah permata. Permata kemanusiaan yang menginspirasi kita semua untuk tetap hidup terhormat dan menjaga kemanusiaan kita. (Muhammad/Abu Mufadhdhal)