Berita
Kebebasan Memilih Agama
“Dan kalau Allah menghendaki, niscaya Dia menjadikan kamu satu umat (saja),…..’’ (QS. an-Nahl:93)
Ayat tersebut memaparkan sebuah landasan dan kaidah umum menyangkut hubungan Allah Swt dengan manusia lewat firman-Nya. Dia tidak berkehendak memaksa manusia untuk beriman kepada-Nya, tapi Allah menginginkan manusia memilih akidah dan ajaran atas kehendak dan pilihan mereka sendiri. Tapi karena manusia tidak memilih agama dan akidah yang satu, mereka memiliki beragam agama dan kepercayaan. Meski demikian, Allah Swt telah memberikan sarana yang dapat menjadi petunjuk bagi manusia, yaitu petunjuk fitrah dan akal yang berasal dari dalam diri manusia, melalui para nabi dan kitab suci. Manusia dapat memilah antara kebenaran dan kebatilan dengan sarana tersebut.
Namun mengapa dalam perkembangannya umat manusia saling memaksakan kehendaknya terhadap manusia lain untuk mengikuti jalan agama yang dipilih? Bahkan, ada yang sampai memakai jalan kekerasan dalam praktik pemaksaan kehendak itu?
“Mencintai Allah dan mencintai sesama adalah panggilan dasar dari agama. Ketika agama itu dipenuhi (dilandasi) oleh rasa takut, pada waktu itu agama akan memunculkan kekerasan,” kata Budhy Munawar Rachman dalam acara launching sekaligus bedah buku “Membela Kebebasan Beragama” serta launching Sekolah Agama di ICRP (8/5).
Budhy Munawar yang juga penulis buku “Membela Kebebasan Beragama” ini memaparkan bahwa emosi dasar menurut psikologi sebenarnya ada dua yaitu rasa takut dan cinta. “Kalau pakai psikologi untuk agama, maka ada dorongan beragama karena rasa takut, ada beragama karena rasa cinta. Saya kira sekarang kita harus mengembangkan agama yang didasarkan dorongan rasa cinta.”
Sementara itu, Pdt. Albertus Patty, dalam forum yang sama mengungkapkan, bukan agama yang menjadi faktor utama dalam konflik-konflik beragama. “Tapi faktor politik, ekonomi, dan tujuan untuk mencapai hal-hal tertentu (lebih mendominasi sebagai faktor terjadinya konflik),” ungkapnya. (Malik/Yudhi)
Link Terkait :
Memupuk Kesadaran demi demi meraih toleransi