Berita
Hindu-Islam Membincang Erotisme dalam Teks Suci
Membuka awal kelas diskusinya, Indonesian Conference on Religion and Piece (ICRP) membahas erotisme di teks-teks suci Hindu dan Islam.
ICRP mengundang pembicara dari Hindu, Saras Dewi, dari Jurnal Perempuan dan Moqsith Ghozali, dari Jaringan Islam Liberal (JIL).
Dalam paparannya, dengan contoh kitab Kamasutra, Saras Dewi menjelaskan bahwa dalam sudut pandang Hindu, atau India lebih tepatnya, erotisme dan seksualitas bukanlah melulu masalah biologis.
“Spiritualitas India menempatkan tubuh tak hanya fisikal, tetapi suatu bagian dari ritual. Hubungan atau relasi seksual dianggap sebagai ritual dan tubuh sebagai instrumennya. Melalui tubuh bisa capai pencerahan spiritual,” terang Saras.
Saras juga mengkritik pandangan Barat yang menganggap sempit mengenai konsep seksualitas terbatas pada urusan reproduksi dan kepuasan ragawi semata.
“Penting sekali memahami tubuh tidak rigid. Penciptaan keturuanan pun ritual besar. Di sini tubuh perempuan jadi persemayaman agung kesucian para dewata,” lanjut Saras. “Tubuh menjadi manifestadi dua kekuatan agung yakni Lingga dan Yoni. Melalui penyatuan itu Ishvara hadir dan bersemayam.”
Erotisme dalam Islam
Sementara Moqsith Ghozali dalam paparannya menyebutkan bahwa paradigma Islam memandang tubuh berbeda dengan budaya Pagan. Dalam redaksi al-Qur’an dan Hadis tak ada pembahsan yang secara vulgar membahas tentang erotisme. Meski demikian, menurut Moqsith ada sekitar 300 buku mengenai seksualitas dalam Islam yang ditulis oleh ulama-ulama Islam terdahulu.
“Ulama seperti Ibnu Arabi dan Jalaluddin Suyuti pun menulis buku tentang seksualitas. Tapi itu tak ada dalilnya dalam Qur’an dan Hadits,” ujar Moqstih. “Murni penafsiran pribadi dalam ruang pengalaman dan eksperimen yang terbatas.”
“Berbeda dengan Hindu yang memandang kesakralan tubuh wanita itu dikonsumsi di ruang publik (seperti patung semi telanjang), Islam memandang karena sakral ya harus ditutup dan hanya dinikmati secara privat,” terang Moqsith. “Maka dalam Islam itu mesti pakai jilbab yang tidak memperlihatkan bentuk tubuhnya.”
“Islam juga memandang bahwa hubungan seksual yang sesuai syar’i (dengan pasangan yang sah secara agama) itu berperan meningkatkan spiritualitas dan berpahala. Sementara hubungan seksual yang haram itu menjatuhkan orang pada kemaksiatan dan dosa. Menurunkan pencapaian spiritualnya,” tambah Moqsith. (Muhammad/Yudhi)