Berita
Islam dan Masa Depan Perempuan Indonesia
Islam dan masa depan perempuan merupakan dua hal yang erat kaitannya. Jauh sebelum Islam datang, seperti halnya pada masa jahiliyah di tengah masyarakat Arab khususnya, mereka hidup jauh dari perilaku dan akhlak yang baik. Pada masa itu kaum perempuan hanya dianggap hina layaknya aib dalam keluarga hingga tak jarang orang tua sendiripun rela membunuh anak perempuannya.
Hal itu juga diabadikan dalam al-Quran: “Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitam(merah padam)lah mukanya, dan dia sangat marah. Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup)? Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu” (QS. An-Nahl: 58-59).
Seperti mentari yang menyingkap kegelapan, Islam datang membawa kabar gembira kepada kaum hawa. Rasulullah Muhammad saw dengan akhlak mulia memberikan teladan, bagaimana Islam memandang perempuan sebagai makhluk mulia.
Dalam sebuah kisah, seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah tentang siapa yang harus diutamakan untuk dihormati di dunia ini, lalu Rasul menjawab; “Ibumu, Ibumu, Ibumu, lalu ayahmu.” Sebuah penegasan bahwa posisi kaum ibu sangatlah mulia. Bahkan Allah Swt melalui al-Quran membahas secara khusus terkait perempuan.
Seiring berkembangnya zaman, tradisi-tradisi jahiliyah yang menempatkan posisi perempuan sebagai makhluk hina mulai sirna. Namun demikian, tidak serta-merta hilang begitu saja. Praktik-praktik manipulasi agama dan kekuasaan yang menyudutkan posisi mereka pun masih ada. Begitupun aksi kekerasan yang menimpanya.
Menyingkap Fakta Kondisi Wanita di Indonesia
Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) dalam Catatan Tahunan (CATAHU) 2014 yang diterbitkan bulan ini (bertepatan dengan Hari Perempuan Internasional) merilis data yang cukup mencengangkan. Data itu menyebut dalam kurun waktu satu tahun terdapat 293.220 kekerasan terhadap perempuan. Data yang terkumpul melalui kerjasama berbagai lembaga pemerintah dan non-pemerintah itu juga mengungkap bahwa dari 293.220 kekerasan yang terdata, yang sebagian besar terhimpun dari data kasus yang ditangani oleh 359 pengadilan Agama ditingkat Kabupaten atau Kota yang tersebar di 30 provinsi di Indonesia yang mencapai 280.710 kasus atau sekitar 96%.
Sedangkan sisanya, 12.510 kasus atau sekitar 4% bersumber dari 191 lembaga mitra pengadalayanan yang mengembalikan formulir pendataan yang diklarifikasi oleh Komnas Perempuan. Sementara kasus kekerasan dalam ranah personal tahun 2014 tertinggi adalah kekerasan yang terkait dengan kekerasan fisik, yaitu 3.410 (40%), diikuti posisi kedua adalah kekerasan psikis sebesar 2.444 (28%), kemudian kekerasan seksual 2.274 (26%) dan kekerasan ekonomi 496 kasus (6%).
Dalam rilisnya pula Komnas Perempuan menilai terkait kekerasan terhadap perempuan, pemerintah justru mengalami kemunduran dalam penegakan hukum. Selain itu, ditemukannya pula kebijakan-kebijakan diskriminatif baru sebanyak 23 kebijakan. Hingga saat ini terkumpul 365 kebijakan diskriminatif yang cenderung merugikan pihak perempuan.
Melihat kenyataan itu, Muslimah Ahlulbait Indonesia (Muslimah ABI) selaku Ormas Perempuan Islam pun ikut angkat bicara. Zainab Endang Rahayu selaku Ketua Muslimah ABI menyampaikan bahwa hal itu tidak terlepas dari kurang diterapkannya aturan-aturan; baik aturan Negara, maupun agama Islam yang menurutnya sudah sempurna. Selain itu kekerasan fisik maupun psikis yang terjadi karena ditunjang oleh lemahnya penegakan hukum yang ada.
Apa langkah tepat yang diperlukan untuk memperbaiki kondisi saat ini?
Menyadari kondisi perempuan Indonesia yang masih memprihatinkan tersebut, menurut Zainab, Muslimah ABI merasa perlu melakukan hal-hal terutama berkaitan dengan optimalisasi pemahaman perempuan terhadap dirinya, menyangkut hak-hak dan kewajibannya, “Baik yang telah diatur dalam Undang-undang Negara, maupun ajaran Islam kita.”
Selain itu dalam bidang ekonomi menurutnya, perempuan hendaknya meningkatkan potensi diri. “Misalnya saja dengan meningkatkan berbagai skill dan keterampilan, agar mereka lebih berdaya,” pungkasnya. (Malik/Yudhi)