Berita
Upaya Penyelamatan Islam Nusantara
Sejarah rentan terkena distorsi baik oleh campur tangan penguasa maupun pihak lain demi kepentingan politik tertentu. Begitupun dengan Islam di Nusantara yang terindikasi telah mengalami pengaburan dan distorsi sejarah. Salah satunya, ihwal masuknya Islam ke Nusantara.
“Orang Nusantara telah bertauhid sejak abad ketiga,” tegas sejarahwan Ridwan Saidi dalam sebuah Seminar Nasional bertajuk “Menelusuri Indikasi Pengaburan Sejarah Islam Nusantara” pada Kamis (12/3) di UIN Syarif Hidayatullah, Ciputat, Tangerang, yang dihelat Padepokan Dakwah Sunan Kalijaga bersama DemaFAH UIN Syarif Hidayatullah.
Sejarahwan yang juga dikenal sebagai budayawan Betawi ini menambahkan bahwa pada abad ke 13 penyebaran Islam dari orang ke orang tanpa adanya tokoh sentral dan kemudian muncul konsep “Langgar” yang berawal dari lembaga sosial sebagai tempat masyarakat berkumpul dan makan, kemudian digunakan oleh orang-orang Malay dan Jawa sebagai sarana untuk penyebaran Islam. “Jadilah kemudian formatnya sebagai Islam Nusantara,” terang Ridwan.
Sementara itu, Ahmad Mansur Suryanegara, penulis buku API Sejarah 1 dan 2 menjelaskan tentang bagaimana Islam Nusantara yang tidak dipahami oleh ulama Timur Tengah yang kemudian diberi label satir TBC (Takhayul Bi’dah wal Churafat) yang kemudian ikut mengaburkan sejarah Islam Nusantara.
Ahmad Mansur mencontohkan sistem hiriz atau wirid yang diajarkan Sunan Kalijaga dan dimasukannya ke dalam kalender Jawa disandingkan dengan hari-hari yang ada di kalender. Hingga kemudian dalam kalender Jawa ada yang dikenal dengan Kliwon yang sebenarnya akarnya adalah Khaf, Lam, Wau dan Nun yang pada saat Kliwon itu ada maka dilafazkanlah wirid “ya khafi ya khafi, ya latif ya latif, ya wahhab, ya nur.”
Begitupun dengan Pon, Wage, Legi dan Pahing yang kesemuanya adalah akronim dari wirid yang diajarkan oleh para kyai di Indonesia untuk dibacakan setiap harinya.
“Jadi produk-produk kyai Indonesia tidak dikenal Timur Tengah dianggap batal hukumnya dan menjadi bid’ah,” terang Ahmad. “Padahal kyai-kyai dulu luar biasa sampai bisa membuat Jumat Kliwon,” lanjutnya.
Terkait kuatnya indikasi pengaburan sejarah Islam di Nusantara, Agus Sunyoto penulis buku Atlas Walisongo pun mengungkapkan keprihatinannya. Dia khawatir lambat laun identitas Islam Nusantara yang telah ada sejak berabad-abad lamanya itu akan punah jika tidak segera diselamatkan. “Kalau kita tidak berusaha untuk menyelamatkan eksistensi bangsa ini, nanti bangsa ini akan ilang,” pesannya. (Lutfi/Yudhi)