Berita
Wayang Landung di Tangan Mang Ganda
Tangan-tangan mereka berlumur warna-warni cat yang dioleskan pada wajah wayang-wayang Landung. Berdiri kokoh dua meter, wayang serupa ondel-ondel Jakarta tapi berwajah tokoh wayang itu sedang dibentuk, menyambut peringatan Nyangku. Tradisi Nyangku (pencucian pusaka leluhur) kali ini berlangsung di Panjalu, daerah sekitar 35 km dari kota Ciamis, Jawa Barat.
Sosok paruh baya, bertubuh kecil setinggi 155 cm, rambut panjang terurai layaknya para seniman, kumis dan janggut yang sebagian memutih, tampak hilir mudik mengatur 7 orang yang membantunya menyiapkan sekitar 8 buah wayang Landung.
Pria pemilik nama Ganda Suhanda yang biasa dipanggil Mang Ganda ini telah bertahun-tahun menghabiskan waktunya sebagai seorang artistik pangung maupun artistik film. Sejumlah pagelaran telah mang Ganda ikuti. Di antaranya adalah gelar Parade Nusantara di Bali tahun 2007, serta gelar Parade Nusantara di Bogor dan Bandung.
Ketika tiba upacara adat Nyangku, tradisi daerah Panjalu tempat Mang Ganda tinggal, dengan ijin para karuhun Panjalu, dia pun berpartisipasi dengan cara membuat wayang Landung untuk penyambutan pusaka saat upacara sakral itu dilaksanakan. Sejumlah miniatur yang berhubungan dengan Nyangku pun dibuatnya, agar tradisi tetap terjaga.
“Bikin duplikat miniatur Panjalu dan Bumi alit seperti keris, maung, gayung. Biar anak-anak lebih tertarik dan dapat meneruskannya”, terang Mang Ganda.
Pria yang telah melanglang buana di sejumlah pameran seni dan pembuatan diplay sejumlah produk rokok ini berusaha mengabdikan hidupnya untuk mengenalkan dan melestarikan tradisi budaya di wilayahnya melalui sejumlah karya seni.
Dengan dibantu sekitar 20 pemuda setempat yang rela meluangkan waktu dan rela tubuh mereka terkena noda warna-warni cat serta keringat, demi turut serta melestarikan budaya Nyangku, Mang Ganda juga berharap ada regenerasi untuk terus menghidupkan budaya karuhun.
“Tidak muluk-muluk, cuman regenerasi yang kita coba angkat , saya bina. Kalau dibina pasti bisa,” tegas Mang ganda.
Sepinya seniman yang mengangkat tradisi sakral Nyangku di Panjalu, menggugah hati Mang Ganda untuk berbuat sesuatu melalui apa yang dimilikinya, yaitu karya seni. Sebab tanpa regenerasi, tradisi sekaya apapun pasti akan sirna juga.
Atas dasar kekhawatiran itulah Mang Ganda tampil sebagai sosok yang menghadirkan adat dan tradisi Nyangku tempo dulu melalui karya seni miniaturnya.
“Budaya Panjalu itu kaya, tapi tidak diangkat-angkat sama para seniman. Jadi Mang Ganda sendirilah yang coba ngangkat. Siapa lagi?” pungkasnya. (Lutfi/Yudhi)