Ikuti Kami Di Medsos

Akhlak

Spektrum Zikir (Bagian Pertama)

Muhsin Labib

Zikir mengalami banyak distorsi makna dan penggunaan. Ia sering terlontar sebagai celoteh. Spontanitas ini positif dari tapi bila dikaji, terasa ganjil krn penggunaan yang tidak tepat dan tanpa kesadaran. Sering lidah berzikir Astaghfirullah, Subhanallah,Masya Allah, bukan saat khusyuk bermunajat tapi saat terkejut atau menginjaktikus, kejatuhan cicak. Yang lebih parah, “Allahu Akbar” sering terdengar saat terjadi penganiayaan.

Zikir mengalami kapitalisasi. I a jadi industri yang memperjelas jarak sosial dan kelas ekonomi, sehingga untuk rzikir yang syahdu, perlu khalwat di puncak yang sejuk dan bebas asap,dan untuk zikir yang khusyuk perlu sertifikat pelatihan di hotel berbintang.

Zikir kini jadi simbol kemegahan artifisial, dengan lighting, gegap gempita, iringan musik dan para artis yang diharapkan mendekatkan umat kepada kesalehan yang menghibur dan tentu produktif.

Zikir itubermakna menyebut (mengucapkan) jg berarti mengingat. Menyebut tapi takmengingat apa yang disebut, sia-sia. Mengingat tapi tak mengenal yang diingatnya,mustahil. Jadi, zikir itu dimulai dari mengenal, kemudian mengingat, baru menyebut.

Tahlil

Zikir termuli aadalah La ilaha illallah Muhammadun rasulullah. Disebut termulia krn ia adalah rukun iman yang sebenarnya dan yang bebas dari interpretasi sektarian. Krn itu yang menolak kalimat tahlil hanyalah kaum ateis dan musyrik.

Dalam kitab sucial-Qur’an, kata yang juga memberikan signifikansi pada Allah adalah “ilah” dan“rabb”. Kata “ilah” juga digunakan dalam syahadat la ilaha illallah. Kata“ilah” adalah bentuk kata yang mengikuti wazan “fi’al” yang berarti “maf’ul”. Ilah berari “ma’bud” (yang disembah), seperti “kitab” yang berarti “maktub”(yang ditulis). Dengan demikian, la ilaha illallah dapat diartikan “tiada yang layak disembah selain Allah”

Kata “tuhan”dalam bahasa Indonesia, misalnya, hampir memiliki arti yang berdekatan dengan“tuan’ yang berarti “majikan” atau “pemilik”, seperti tuan rumah yang berarti pemilik rumah, atau kata “Hyang” yang memiliki arti berdekatan dengan “eyang” yang berarti kakek atau nenek. Hanya saja, yang perlu diperjelas apakah “tuhan”menunjuk “Sang pencipta” (al-khaliq) ataukah menunjuk “Yang disembah” (al-ilah,al-ma’bud). Kata “tuhan” dalam bahasa Indonesia memiliki arti yang lebih dekat denganal-rab dalam bahasa Arab yang berarti “Maha Pengatur”.

Seandainya“tuhan” atau “ilah” berarti “Pencipta” (al-khaliq), maka syahadat la ilahaillallah berarti “tiada pencipta selain Allah”. Tentu syahadat dengan arti seperti ini tidak mengecualikan para kaum Quraisy penyembah berhala dan kaummusyrikin lainnya, yang sejak semula meyakini Allah sebagai pencipta. (QS.Luqman: 25).

Dalam Al-Qur’an kata Allah disebuntukan sebanyak 930 kali, Kata ilah (tanpa dhamir) dalam al-Qur’an disebuntukan sebanyak 80 kali.

Arti ilah dalam rangkaian syahadah (kalimah al-tahlil) bisa berarti al-ma’bud atau yang disembah, dan bisa pula berarti al-ma’bud bil haq. Apabila arti pertama dipilih, maka setiap sesuatu yang dalam kenyataan disembah selain Allah dapat dianggap sebagai ilah. Apabila arti kedua yang dipilih, maka berarti ilah hanya bisa disandang oleh Allah, sebab al-ma’budiyah (ke-tersembah-an) merupakanderivasi dari al-rububiyah.

Allah berfirman,”Ingatlah, sesungguhnya mengingat(menyebut) Allah menentramkan hati”…

Tahmid

Salah satu zikir yang diutamakan adalah alhamdulillah dan asysyukrulillah. Ia adalah kata yang memuat makna pujian dan syukur.

Sebagian besarorang membatasi syukur sebagai ekspresi verbal dan simbolik sebatas aksara dan suara. Padahal syukur harus diawali dengan ekspresi intelektual berupa keyakinan bahwa pemilik dan pemberi sejati adalah Allah dan bahwa Dialah yang terutama yang berhak untuk dihargai atas segala karunia yang dianugerahkan baik melalui alam maupun melalui manusia.

Berikutnya adalah syukur berupa ekspresi aktual melalui implementasi ibadah baik individual maupun sosial. Syukur secara aktual adalah penggunaan karunia bagi kebaikan sesama Muslim dan manusia.

Orang kaya harus bersyukur dengan mendermakan hartanya. Orang yang punya kuasa harus bersyukur dengan memberikan perlindungan dan kemudahan atas bawahan dan rakyatnya. Orang berilmu harus bersyukur dengan menyebarkan ilmu kepada siapa saja yang meminta demi kebaikan dan kemaslahatan. Setelah itu, syukur verbal melengkapi dua syukur diatasnya.

Takbir

Zikir yang sangat populer dan sering dimanipulasi adalah kata takbir “Allahu akbar”. Banyak yang mengartikannya dengan “Allah mahabesar”. Padahal”mahabesar” dalam list Asmaul Husna telah diwakili oleh “Alkabir”.

Akbar mengikuti format baku gramatika Arab yang bermakna superlatif sehingga bisa diterjemahkan”paling besar” dan “lebih besar”. Allahuakbar menjadi password untuk memasuki ruang kedap dosa dan steril dari semua hal yang duniawi. Ia juga menjadi kata yang menegaskan kekerdilan makhluk-makhluk  semi ada supaya tidak lupa diri dan menganggap dirinya besar.

Takbir seperti zikir lainnya telah menjadi korban manipulasi, interpolasi, seremisasi dan dangdutisisasi. Takbir bisa terdengar bukan saat kegembiraan silaturahmi tapi ia bisa menjadi kata pembuka mutilasi, penggorokan, pemancungan, pembunuhan, penyeretan dan segala aksi kesadisan yang dilakukan oleh orang-orang yang menganggapnya sebagai ibadah dan amar makruf, nahi munkar serta jihad.

Takbir dulu biasanya dikumandangkan dari masjid. Kini sangat mungkin diteriakkan sambil membakar masjid. Takbir juga sering terdengar di ruang sidang pengadilan saat orang yang nyata-nyatanya melakukan korupsi divonis bebas atau saat orang yang tidak terbukti melakukan tindakan kriminal divonis penjara dengan tuduhan menodai agama.

(Bersambung)

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *