Berita
Andil Agama Menjaga Kesehatan Reproduksi Umatnya
Membicarakan tentang kelangsungan makhluk hidup tidak akan dapat dilepaskan dari apa yang dikenal dengan reproduksi yang bagi manusia hal ini sangat erat hubungannya dengan seksualitas. Namun sayangnya di tengah masyarakat kita masih sangat tabu untuk membicarakan tentang seksualitas dan kesehatan reproduksi, sehingga banyak yang tidak memahaminya secara tepat.
“Pemahaman yang tepat tentang seksualitas dan reproduksi menjadi landasan untuk memahami siapa manusia sesungguhnya,”tutur Romo Peter Aman, OFM Dosen STF Driyarkara dalam peluncuran buku “Seksualitas, Agama dan Kesehatan Reproduksi,” Rabu (25/2) di Megawati Institute, Jakarta Pusat.
Romo Peter lebih jauh mengatakan bahwa manusia ada dan akan terus ada karena aktivitas, karena relasi seksualitas dan reproduksi. Sebab tanpa itu kita tidak bisa berbicara tentang keberlanjutan keberadaan spesies manusia.
Dalam kalangan gereja Katholik atau Kristen sendiri menurut Romo Peter, berkembang apa yang disebut dengan teologi tubuh, sebuah referensi baru tentang keberadaan manusia yang mau melihat manusia dalam struktur Tuhan-Nya dan juga mau melihat bahwa kebertubuhan itu adalah sebuah fakta dan realita teologis bukan lagi sekadar materi atau barang.
Sementara itu pembicara yang lain, Musdah Mulia, Direktur Megawati Institute menegaskan bahwa banyak masyarakat yang belum paham tentang hak-hak seksualitasnya. Hal tersebut membuat kita tidak mampu berdaulat terhadap tubuh kita sendiri, padahal seksualitas adalah sesuatu yang paling intim dalam kehidupan kita.
“Bagaimana kita bisa menegakkan kedaulatan pangan, kedaulatan poilitik, bahkan kedaulatan negara kita, sementara terhadap tubuh kita sendiri kita tidak berdaulat?”tanya Musdah.
Maka yang paling penting menurut Musdah adalah bagaimana memberikan pengetahuan perilaku seksual yang aman, nyaman dan bertanggung jawab kepada masyarakat. Tanpa ada dominasi, tanpa kekerasan seksual dan segala bentuk eksploitasi baik oleh laki-laki maupun perempuan.
Terutama juga perhatian terkait kesehatan reproduksi sebagai bentuk keamanan dalam berhubungan seksual. Karena jika tidak dijaga, akan berdampak pada maraknya penularan penyakit HIV/AIDS di masyarakat. Untuk itu kita harus berani memastikan bahwa pasangan pernikahan kita tidak menderita penyakit menular apapun.
Sudah sepatutnya para pemuka agama memperjuangkan dan menyuarakan tentang seksualitas dan kesehatan reproduksi kepada umatnya sehingga masyarakat akan lebih waspada dan mampu berdaulat terhadap tubuh mereka sendiri sehingga terhindar dari tindakan cabul.
“Sebagai pemuka agama kita sangat patut memperjuangkan ini,” pungkas Musdah. (Lutfi/Yudhi)