Ikuti Kami Di Medsos

Berita

Rakyat Telenovela dan Jokowi

JAKARTA, KOMPAS.com — Teka-teki mengenai siapa calon presiden yang akan diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan tampaknya belum akan terjawab dalam perhelatan rapat kerja nasional (rakernas) yang mereka gelar pada 6-8 September 2013 di Ancol, Jakarta. Soal momentum menjadi kilah tak ditentukannya capres dalam hajatan nasional terakhir sebelum Pemilu 2014 ini.

Kepastian mengenai hal tersebut sudah dinyatakan Sekjen PDI Perjuangan Tjahjo Kumolo. Kalaupun ada pembahasan soal capres, menurut Tjahjo, adalah forum usulan nama atau kriteria capres, yang akan disampaikan dalam forum tertutup kepada Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri.

Namun, sejak jauh hari sebelum rakernas ini digelar, sejumlah survei sudah mengunggulkan Joko Widodo, Gubernur DKI Jakarta yang juga adalah kader PDI Perjuangan, sebagai capres “idaman” rakyat. Selain dia, nama Megawati juga masih menjadi salah satu tokoh yang mendominasi beragam survei itu.

Sementara dalam banyak kesempatan, Megawati sudah menyiratkan keinginannya mendorong kader muda tampil menjadi pemimpin. Salah satu kesempatan itu adalah saat dia menjadi juru kampanye bagi pasangan Bambang DH dan Said Abdullah menjelang Pemilu Gubernur Jawa Timur.

“Tentu, saya sebagai Ketua Umum PDI Perjuangan, ketika kami menerjunkan mereka di pilkada, saya menurunkan mereka, anak-anak muda yang saya tahu persis mereka bisa jadi pemimpin,” kata Megawati saat itu, di Lapangan Flores, Gubeng, Surabaya, Jawa Timur, Jumat (23/8/2013).

Cerita soal Jokowi pun mengalir dari tutur Megawati dalam kampanye tersebut. Dia mengaku memilih Jokowi karena melihat kemampuan mantan Wali Kota Surakarta itu untuk memimpin provinsi sekaliber DKI Jakarta. “Saya tahu, dia anak muda yang bisa memimpin nanti, makanya saya masukkan dia ke Ibu Kota,” ungkapnya.

Adik Megawati, Guruh Soekarnoputra, di sela-sela acara Rakernas 2010 lalu juga mengungkapkan bahwa sang kakak sudah lelah dan tak ingin maju lagi menjadi capres. Namun, katanya, masih ada sejumlah pengurus daerah yang memaksa agar Megawati tetap maju.

Pengamat politik dari Pol-Tracking Institue, Arya Budi, melihat inilah saatnya PDI Perjuangan mencalonkan Jokowi sebagai capres. Memasang kembali Megawati sebagai capres sama saja dengan tindakan bunuh diri.

“Artinya, akan blunder bagi PDI-P jika mewacanakan Megawati atau di luar Jokowi. Apalagi pewacanaan Jokowi sebagai capres memberi insentif elektoral karena elektabilitas juga terkatrol,” ungkap Arya.

Jokowi…

Jika Megawati tidak maju menjadi capres, saat ini baru figur Jokowi yang benar-benar mencuat dari internal partai. Beragam survei mendapatkan perolehan suaranya melampaui tokoh-tokoh senior, termasuk Megawati. Tokoh lain yang tersalip antara lain Prabowo Subianto, Abruizal “Ical” Bakrie, Jusuf Kalla, dan Wiranto.

Namun, dalam berbagai kesempatan Jokowi selalu mengelak bila ditanya soal kesiapannya maju sebagai capres. Memang, tak pernah ada penolakan juga. Setiap kali ada pertanyaan soal capres, dia mengelak menjawab, dengan mengatakan masih fokus mengurus Ibu Kota. Urusan capres, ujar dia berikutnya, silakan ditanyakan saja kepada Megawati.

Entah pesan apa yang hendak disampaikannya, Kamis (5/9/2013), Jokowi bereaksi berbeda ketika ditanya hal yang sama soal pencapresan. Bukan dengan kata-kata, melainkan dengan postur tubuh sikap sempurna. Wartawan kembali mengejar-ngejar dia, setelah PDI Perjuangan mendeskripsikan syarat capres yang mereka inginkan.

Bagi pengurus partai di daerah, Jokowi mendapat penilaian positif karena dianggap membantu kerja partai. Sekretaris DPD PDI Perjuangan Sumatera Selatan MA Gantada mengatakan, Jokowi kini sudah bertransformasi dari tokoh daerah menjadi tokoh nasional. Sosok Jokowi tak hanya dikenal di Solo dan Jakarta, tetapi hingga pelosok Sumatera Selatan. “Jokowi layak jual. Dia bisa membantu kerja partai di daerah,” imbuh Gantada. Eman Sulaeman Nasim, pengajar FISIP Universitas Indonesia dan Direktur Indonesia Channel, berbagi pendapat seputar melesatnya popularitas Jokowi. Mencuatnya nama Jokowi, menurut dia, merupakan bukti bahwa masyarakat saat ini membutuhkan figur pemimpin yang benar-benar mau bekerja dan melayani rakyat serta bangsa dan negara.

Bagi rakyat sekarang, lanjut Eman, yang dibutuhkan bukanlah pemimpin yang pandai bicara di layar kaca televisi, yang mengaku pahlawan dan penyelamat bangsa, tetapi kenyataannya no action talk only. “Butuh pemimpin yang melayani rakyat, bukan minta dilayani,” tegas dia.

Menurut Eman, rakyat sekarang juga butuh pemimpin yang mau mendengar apa keluh kesah dan problem di akar rumput, lalu bekerja menyelesaikan problem rakyat itu. “Saat ini bangsa Indonesia membutuhkan pemimpin yang tegas, tetapi manusiawi. Apa yang dilakukan Jokowi selama satu tahun ini sudah hampir sesuai dengan harapan rakyat akan sosok pemimpin yang dirindukan,” ujar Eman.

Jokowi, lelaki bertubuh kurus yang senang sekali turun ke lapangan, selalu memberikan jawaban yang menyejukkan, dan tak terlihat berambisi mengejar kekuasaan. Menurut Eman, hal itu membuat masyarakat bertaruh harapan di pundak pengusaha mebel itu.

Sikap Jokowi yang simpatik, senang turun ke lapangan, selalu memberikan jawaban yang menyejukkan dan tidak berambisi mengejar kekuasan membuat masyarakat makin menaruh harapan akan sosok yang mulanya pengusaha mebel ini. Eman menambahkan, Jokowi terlihat mampu mengendalikan emosi, tetapi tetap bisa menjalin ikatan mendalam dengan masyarakat melalui tindakan.

Menyiapkan Jokowi, menjaga emosi rakyat…

Sebagai penentu, Megawati tak luput mencermati fenomena yang disebut dengan “Jokowi Effect” ini. Jokowi kini kerap mendampingi Megawati keliling Indonesia untuk membantu pemenangan PDI Perjuangan dalam pilkada. Padahal, Jokowi tidak memiliki posisi apa pun di partai berlambang banteng dengan moncong putih itu.

Mendampingi Megawati berkeliling ke daerah semakin membuat nama Jokowi berkibar dan dikenal lebih luas. Namun, Tjahjo menampik anggapan Megawati tengah menyiapkan Jokowi. “Semua kader yang diminta Ketum untuk turun ya harus turun. Tidak hanya Jokowi, tetapi ada juga Ganjar dan lainnya. Meski, kami juga bersyukur ada sosok Jokowi di partai,” ucap Tjahjo.

Langkah PDI Perjuangan tak “tergosok” segera mendeklarasikan capres bukan tanpa maksud. Tjahjo, Kamis (5/9/2013), mengatakan bila capres ditetapkan sekarang maka sama saja menyediakan diri menjadi sasaran tembak yang empuk bagi lawan politik partai.

Sementara bagi Arya Budi, pembukaan peluang Jokowi secara gamblang oleh PDI Perjuangan akan dapat diartikan sebagai testing the water untuk melihat respons lawan maupun publik. “Karena Jokowi masih menjabat Gubernur DKI sehingga berpotensi mendapat serangan politik atau stigma inkonsistensi jabatan,” ungkap Arya Budi.

Dalam sebuah pernyataan cukup keras, Kamis (5/9/2013), Tjahjo “menyindir” partai lain yang melarang Jokowi dicalonkan untuk kursi kepresidenan. Sebelumnya, Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani mengatakan, Jokowi punya utang berupa komitmen menuntaskan masa jabatan sebagai Gubernur Joko Widodo. Dengan argumentasi itu, Muzani “melarang” Jokowi dicalonkan.

Ketua DPP PDI Perjuangan Andreas Hugo Pereira mengatakan, hasil survei serta desakan dan tanggapan publik terkait Jokowi untuk capres partai ibarat jargon kampanye dari Presiden Amerika Serikat Barack Obama. Ada harapan (hope) dan perubahan (change). Dalam Pemilu Amerika pada 2008, kedua jargon itu mampu menarik simpati masyarakat Amerika, bahkan mereka yang terbiasa tak menggunakan hak pilih (golput) pun ikut memberikan suara.

“Kira-kira (inginnya) seperti Obama itu. Masyarakat kita ini masyarakat telenovela, sangat emosional. Kita harus hati-hati dalam menjaganya. Saat ini mereka sedang suka-sukanya, tapi bisa karena suatu hal mereka berubah membencinya. Maka dari itu, momentumnya harus pas,” ucap Andreas.

Andreas mengakui harapan publik harus dibuat semakin tumbuh, hingga keterikatan antara sang kandidat engan calon pemilih semakin kuat terbangun. Namun, baru setelah ikatan itu dianggap cukup stabil, deklarasi dilakukan. “Pelan-pelan dari ikatan emosional ini, publik juga perlu diajak rasional,” kata Andreas.

Akankah Jokowi menjadi capres yang diusung PDI Perjuangan? Dinamika rakernas PDI Perjuangan ketiga dan terakhir kalinya sebelum Pemilu 2014 ini menjadi menarik untuk dicermati, sembari menanti “momentum yang tepat” partai ini mengumumkan kandidatnya.

Sumber : Kompas