Nasional
Gerakan “Halo Guru” Semai Benih Toleransi dan Pluralisme di Sekolah
Berangkat dari keprihatinan, terutama terkait dunia pendidikan, Ide Bagus seorang guru di Jakarta tengah membentuk sebuah gerakan perubahan dalam dunia pendidikan. Bersama beberapa rekannya sesama guru dari berbagai sekolah, mereka membentuk sebuah kelompok dengan sebutan “Halo Guru.”
“Berangkat dari sebuah diskusi, kita kemudian mengimplementasikannya dalam proses belajar mengajar,” tutur Ide Bagus kepada ABI Press pada saat mengikuti acara traning tentang keberagaman yang diadakan Setara Institute di Jakarta akhir bulan lalu.
Dari hasil diskusi-diskusi tersebut, menurutnya pendidikan memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat. “Pendidikan harus memanusiakan manusia. Pendidikan harus memerdekakan dan membebaskan.” Namun menurutnya, pendidikan saat ini jauh dari harapan. “Bahkan mengalami kemandekan dan kemunduran,” tuturnya.
Ia juga menilai bahwa guru memiliki fungsi dan tugas yang tidak hanya semata-mata mengajar, namun juga mencerahkan. Selain itu guru juga diharapkan dapat lebih maju, lebih progresif dan peka terhadap isu-isu yang sifatnya berhubungan dengan manusia, dan kehidupan sosial. “Salah satu yang kemudian menjadi fokus dari Halo Guru adalah soal toleransi, keberagaman dan pluralism,” tutur Ide Bagus.
Sebab itu menurutnya guru harus memiliki informasi tentang isu-isu tersebut. “Bisa jadi kalau di acara workshop, cukup ceramah saja. Tapi kalau di kelas, guru itu mesti menemukan strategi belajar sehingga penjelasan terkait pentingnya toleransi, keberagaman dan pluralism itu bisa sampai kepada siswanya,” ungkap Ide Bagus.
Terkait nama “Halo Guru” ia menjelaskannya dengan sederhana.
“Kita nggak filosofis-filosofis banget sebenarnya, sederhana saja. Halo Guru itu maksudnya adalah sebuah sapaan “Halo” kita kepada para guru biar ramah, menyapa; Halo itu maksudnya sapaan yang universal, dengan tujuan mengajak guru supaya mau masuk ke dalam pendidikan yang multikultural,’’ kata Ide Bagus.
Tujuan lain dari gerakan itu menurutnya untuk menebarkan virus kesetaraan, virus toleransi, dan virus kedamaian, sesuai dengan mata pelajaran yang diampu. “Harapan kita sebenarnya di antaranya, sebelum generasi kita mendengarkan informasi yang keliru tentang keberagaman, tentang perbedaan, sebelum mereka kembali ke masyarakat, tumbuh besar, karena mereka akan menjadi bagian dari masyarakat. Mereka kemudian akan mendapatkan banyak informasi dari luar yang seringkali keliru. Sebab itu kita beri tahu dulu kepada mereka sejak dini, sejak mereka masih menjadi siswa, sejak sekarang, agar tidak kaget ntar menemukan banyak perbedaan. Ketika mereka mendapat informasi, ceramah-ceramah dan selebaran-selebaran yang memuat informasi yang keliru mereka tidak akan mudah terpengaruh,” ungkapnya.
“Kita tahu bahwa salah satu komunikator terbaik untuk generasi muda adalah guru. Ia juga dapat menjadi pilar yang bisa menyelamatkan dan membangun keberagaman,” pungkas Ide Bagus. (Malik/Yudhi)