Berita
Tradisi Maulid Khas Keraton Cirebon
Kota Cirebon dikenal dengan beragam tradisi upacara adat dan tempat peninggalan para “wali” (istilah yang disematkan kepada para penyebar Islam di Nusantara). Tercatat salah seorang dari Sembilan Wali (yang biasa dikenal dengan sebutan Wali Songo), yaitu Sunan Gunung Jati, dimakamkan di kota ini.
Awal tahun ini, pada hari ke 11 Maulud yang bertepatan dengan tanggal 3 Januari 2015, keluarga Keraton Cirebon mengadakan beberapa gelaran tradisi atau adat yang disebut “Pelal Ageng” dan “Panjang Jimat.” Kedua acara tersebut merupakan kegiatan puncak dari beberapa kegiatan lain yang diadakan pada hari itu.
Sebagai ormas pemuda yang mencintai budaya Nusantara dan nilai-nilai luhur yang diwariskan para leluhur bangsa, Pandu Ahlulbait pun berkunjung sekaligus turut aktif mengikuti kegiatan rutin yang diadakan penghuni keraton dan antusias didukung masyarakat Cirebon tersebut.
Berikut sekilas reportasenya
Pada pukul 9 pagi acara dimulai dengan prosesi pemandian atau pembersihan “panjang” atau “ambeng;” piring pusaka utama yang berjumlah tujuh buah dan enam buah piring pusaka pengiring yang akan digunakan pada puncak acara.
Pembersihan atau pencucian benda-benda pusaka tersebut tidak dilakukan dengan cara biasa, tapi dengan menggunakan abu dan “air sumur kejayaan.” Kegiatan inilah yang biasa disebut “Nyiram Panjang.” Di samping itu, ada juga kegiatan “menyisir” bunga atau kembang yang sama-sama dipersiapkan untuk acara puncak nanti.
Setelah itu, acara dilanjutkan lagi bakda Ashar berupa “lamaran” atau “panjang mios,” yang merupakan gladi resik napak tilas, menelusuri sebagian rute yang akan dilalui oleh iringan “panjang jimat” di sekitar keraton.
Perjalanan iringan benda pusaka itu seperti biasa akan dipimpin oleh Pangeran Patih. Sementara pengusung pusaka akan dilakukan oleh para “Abdi Dalem” (para pengabdi keraton), dikawal oleh keluarga, serta pengamanan oleh pasukan keraton dan “magersari” serta aparat keamanan dari luar keraton.
Iringan pembawa pusaka ditambah aparat keamanan yang jumlahnya kurang lebih 500 orang itu berjalan melewati rute yang sudah ditentukan sambil membawa lilin-lilin besar, obor, tombak, dan lain sebagainya.
Pusaka yang akan diarak dalam perayaan Maulid tersebut konon adalah peninggalan-peninggalan berharga Syekh Sunan Gunung Jati. Pusaka terdepan ialah bendera “Macan Ali” yang istimewanya, hanya dikibarkan saat acara Mauludan saja. Kemudian di belakangnya secara berurutan yaitu piring panjang dan besar, tongkat, dan barang kuno lainnya. Terakhir, baru “Nasi Jimat” yaitu nasi dari beras yang dalam proses memasaknya selalu diiringi atau dibacakan doa-doa.
Setelah gladi resik selesai, pada pukul 9 malam acara dilanjutkan dengan pelepasan piringan panjang yang biasa disebut “panjang jimat,” di teras pendopo “Djinem,” dipimpin oleh Patih keraton Kanoman.
Patih kemudian memimpin rombongan pembawa pusaka atau jimat ke masjid yang telah dipenuhi warga. Lazimnya, mereka hadir untuk ikut membaca Shalawat Rasulan, barzanji dan doa-doa lainnya hingga pukul 12 malam.
“Semua kegiatan itu sudah menjadi tradisi yang sakral sejak saya bergabung dengan komunitas ini. Saya pikir akan sangat bagus kalau Pandu Ahlulbait juga mau bergabung dengan kami dalam penyelenggaraan acara Mauludan berikutnya,” harap pemandu acara yang akrab disapa Kang Syeh. (Fuad/Yudhi)