Berita
Nasib Pengungsi Syiah Sampang: Tahun Baru Derita Lama
Pesta kembang api (31/12) dini hari, menandai berakhirnya tahun 2014. Sebagian masyarakat merayakannya dengan sukacita dan pesta pora. Namun, tidak bagi mereka, warganegara Indonesia yang belum merdeka seutuhnya. Tengok saja nasib pengungsi Muslim Syiah Sampang Madura yang kini menghadapi Tahun Baru di tengah kegembiraan masyarakat lain yang merayakannya. Mereka justru memasuki Tahun Baru dengan nasib lama: menahan rindu, tak juga bisa pulang ke kampung halaman.
Muhlisin, salah satu pengungsi yang kini menempuh pendidikan di sebuah universitas di Jawa Timur mengaku prihatin atas hal ini. Saat libur kuliah ia hanya bisa pulang ke pengungsian. Bersama lebih dari 200 jiwa, selama lebih dari dua tahun mereka dipaksa hidup sebagai pengungsi.
“Sekitar sembilah hari lalu, ada beberapa yang diijinkan pulang karena ada keluarga yang meninggal. Itu pun tidak lama. Hanya sekitar 2-3 jam di kampung langsung disuruh balik ke pengungsian,” tutur Muhlisin.
Sementara gemerlap kembang api pesta Tahun Baru, hanya mampu mereka saksikan dari bilik-bilik Rusun Jemundo. “Tak ada yang istimewa bagi kami di Tahun Baru ini. Seperti halnya hari-hari sebelumnya,” kata Muhlisin.
Menurutnya, pergantian tahun ini akan menjadi istimewa ketika hak mereka sebagai warganegara dipenuhi. Yaitu segera diijinkan pulang ke tanah kelahirannya.
Begitulah kepemimpinan nasional telah berganti, tahun 2015 pun menjelang. Di tengah tak kunjung adanya perubahan nasib dan status, sebagian anak-anak pengungsi hanya bisa menyalakan 1-2 buah kembang api kecil, sekadar menghibur diri atasi rasa jenuh, sekian lama terkurung di pengungsian. Padahal di berbagai kota di Indonesia, awal tahun 2015 ini dirayakan dengan penuh meriah. Di Jakarta, panggung-panggung hiburan berjajar megah menghadirkan sederet artis ternama melengkapi gempita pesta. Perhelatan tahunan yang membutuhkan dana yang sudah tentu tak sedikit jumlahnya.
Awal Januari esok paginya, pesta pun berlalu. Tinggal sisa sampah yang berserak di sepanjang jalan protokol pusat kota. Jakarta, saksi tahun 2015 telah tiba.
Kita pun menjadi saksi, betapa pemerintah begitu mudahnya menghamburkan dana hanya untuk merayakan pesta, demi kesenangan sekejap saja. Banyak media memberitakan, tak kurang dari Rp 1 Miliar Pemda DKI menggelontorkan dana APBD demi kelangsungan dan suksesnya pesta perayaan kembang api itu.
Di sisi lain, kenapa untuk memenuhi hak warga Sampang pulang ke kampung halaman, baik pemerintah pusat maupun daerah terkesan enggan melakukannya?
Pemerintahan baru, Tahun Baru, untuk siapa? Agaknya, semua pergantian itu tidak berarti banyak bagi pergantian nasib pengungsi Syiah Sampang. Padahal mereka tak berharap banyak untuk ikut serta memeriahkan pesta pergantian tahun dengan pesta pora apalagi dengan aksi foya-foyanya. Mereka hanya ingin berkumpul kembali bersama keluarga dan sanak saudara di tanah kelahirannya di Sampang Madura. Asal pemerintah benar-benar beritikad baik memenuhi hak-hak konstitusional warganegaranya, itu saja rasanya sudah cukup bagi mereka. (Malik/Yudhi)