Ikuti Kami Di Medsos

Berita

Langkah Pemerintah Lindungi Budaya Tabut

Tradisi Tabot di Bengkulu

TabutTABUT, merupakan upacara tradisional masyarakat Bengkulu untuk mengenang kisah kepahlawanan dan kesyahidan cucu Nabi Muhammad SAW, Husein bin Ali bin Abi Thalib yang diperingati setiap tanggal 1 hingga 10 Muharam.

Selasa (16/12), Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Padang yang merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan wilayah kerja Sumatera Barat, Bengkulu, dan Sumatera Selatan menggelar seminar terkait warisan budaya yang sudah diperingati sejak ratusan tahun lalu itu di Hotel Ananda kota Bengkulu.  (TABUT)

Seminar dengan tema, ”Hasil Inventarisasi Perlindungan Karya Budaya Tabut” di Bengkulu ini tidak hanya dimaksudkan untuk melindungi budaya Tabut, melainkan juga untuk menaikkan pamor budaya Tabut agar diakui di tingkat nasional dan internasional (UNESCO). Selain itu, juga sebagai langkah antisipasi agar warisan budaya penuh makna itu tak mudah diklaim negara asing sebagai budayanya. Terkait rencana ke Unesco, BPNB ingin membuat buku yang kemudian akan dikirim ke Unesco. Hanya saja hal tersebut masih membutuhkan proses panjang mengingat data yang belum lengkap dan valid, karena dari hasil inventarisasi tersebut masih banyak data yang hanya didapat dari internet saja.
 
“Selama budaya itu masih ada perdebatan di internal masyarakat itu sendiri, maka tidak akan diterima  dan diangkat di ranah internasional “ tegas Hariadi, salah satu tim inventarisasi.
 
Selain itu masih banyak dalam draf invetarisasi yang mengandung kesalahan dan memerlukan usulan untuk perbaikan, sehingga dapat diterima oleh masyarakat dan bisa dicetak dalam bentuk buku.

Draf tersebut berisi dua hal penting yaitu sejarah Tabut dan tata cara beserta alat perlengkapan upacara Tabut.
 
Ir. Ahmad Syafril, ketua Kerukunan Keluarga Tabut (KKT) mengkritik masih banyaknya kesalahan dalam draf yang dibuat saat ini, seperti dari segi bahasa, istilah dan masih banyak lagi yang lain. Kesalahan dalam draf tersebut terutama terkait sejarah Tabut.
 
Dalam kesempatan tersebut Ahmad Syafril menerangkan bahwa upacara Tabut itu multi kultural. Semua etnis dan agama dapat ikut dalam upacara ini. Hal ini dapat dilihat dalam sejarah Tabut pada jaman dulu yang dilakukan tidak hanya oleh orang Islam atau Kerukunan Keluarga Tabut saja, namun seluruh masyarakat ikut berpartisipasi.
 
“Mereka ada yang dari agama Budha, Tionghoa yang ada di kampung Cina pun, turut berpartisipasi. Bahkan masyarakat yang ada di luar kota , turut hadir,” terang Ahmad Syafril.
  
Seminar ini diharapkan dapat mengangkat dan melestarikan budaya daerah. Budaya, jika tidak dipublikasikan dan dipatenkan maka akan musnah dengan sendirinya. Sebab budaya itu dinamis bukan statis. Dengan perkembangan zaman maka budaya bisa saja berubah atau bahkan diklaim oleh negara lain seperti pernah terjadi pada kesenian tradisional Reog asal Ponorogo.
 
Begitu pun halnya dengan Tabut dari Bengkulu, atau dikenal sebagai Tabuik di Pariaman. Tentu saja kita tidak rela jika budaya yang ada di Indonesia musnah atau dirampas negara lain.(Malik-Mamat/Yudhi)

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *