Nasional
Alquran Syiah Sama Dengan Sunni
Tuduhan mengenai perbedaan Alquran yang ada di depan Umat Islam saat ini merupakan upaya musuh Islam untuk mementahkan konstruksi teologis yang sejak lama sudah terpateri dalam hati kaum muslim.
“Alquran Sunni-Syiah mulai dari huruf-hurufnya, jumlah ayat, dan suratnya tidak ada perbedaan sedikit pun,” kata Muhaimin Zen dalam bedah buku “Al Quran 100 Persen Asli, Sunni-Syi’ah Satu Kitab Suci” yang digelar Pimpinan Pusat JQHNU di gedung Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Jakarta pada hari Senin (29/7) sore.
Muhaimin menceritakan penulisan buku yang dicetak penerbit Nur al Huda. Buku tersebut berawal dari disertasi Pascasarjana Jurusan Tafsir Hadits di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Judul semula adalah Tahrif (Perubahan) al Qur’an dalam Pandangan Sunni-Syi’ah; Satu Kajian Perbandingan. Promotor disertasi ini adalah Prof. Dr Ahsin Sakho Muhammad yang juga Rektor Institut Ilmu al Qur’an (IIQ) Jakarta, dan Prof. Dr Hamdani Anwar. Sementara tim penguji adalah Prof. Dr Azyumardi Azra, Prof. Dr. Thib Raya, Prof. Dr. Rif’at Sayauki, Dr. M. Yusuf, dan Dr. Suwito.
“Pada mulanya disertasi itu mengatakan bahwa Alquran Sunni Syi’ah berbeda. Dasar pendapat itu saya temukan dari buku “As-Syi’ah; Tahrif al Quran” karya Malullah,” jelasnya.
Dalam buku tersebut dikatakan bahwa ayat dalam Alquran sekitar 17 ribu. Yang sekarang ada, tinggal sekitar 6 ribu ayat. Di buku tersebut dikatakan bahwa orang Sunni-lah yang membuang ayat-ayat itu.
“Kemudian, ketika diajukan kepada penguji, saya tidak bisa membuktikan pernyataan itu. Lalu saya melakukan penelitian hingga tiga kali ke Iran pada tahun 2006.”
Di Iran, Muhaimin Zen diajak Rektor Universitas Al-Musthafa Al-A’rofy. Ia diajak ke lembaga-lembaga Alquran, ke museum-museum, yang memperlihatkan cetakan Alquran dari tahun ke tahun. “Kesimpulan saya adalah, bahwa kitab al Quran orang Suni dan Syi’ah itu sama,” katanya.
Buku itu dibedah dua orang, yaitu tokoh Syiah Kholid Al-Walid dan tokoh Sunni yang juga Rais Syuriyah PBNU KH Masdar F. Mas’udi. Sementara moderator Sekretaris Jenderala PP JQHNU Ahmad Ari Masyhuri.
Kholid Al-Walid mengatakan, al Qur’an kalangan Syiah, sama dengan al Qur’an kalangan Sunni. Ia kemudian menceritakan, al Qur’an pada masa itu Nabi sudah dihafal para sahabat. “Para sahabat membacakananya di hadapan Rasulullah dan dibacakan berkali-kali. Abdullah bin Mas’ud, contohnya.”
“Barangsiapa yang bertolak belakang, artinya berbeda dengan al Qur’an yang sekarang, mereka menggunakan ashabul hadits. Itu adalah sesuatu yang tertolak kesahihannya,” tambahnya.
Seluruh ulama Syiah, kata dia, menolak tahrif atau pengubahan redaksi kitab suci. Al Qur’an yang ada sekarang sama dengan zaman Nabi Muhammad Saw. “Ulama Syiah mengutuk sahabat yang berbeda dengan bacaan umum umat Islam,” tambahnya.
Kodifikasi al Qur’an sudah terjadi sejak zaman Nabi Muhammad. Kodifikasi ada dua makna, pertama dalam bentuk hafalan sebagaimana urutan-urutan yang ada. Kedua kodifikasi atau pengumpulan dalam satu mushaf pada zaman Usman. “Rasm Utsmani itulah al Qur’an bagi kalangan Syiah.”
Sementara Masdar Mas’udi berpendapat, persoalan penting agama adalah bahasa karena itulah agama disampaikan dalam bahasa. Dalam konteks Indonesia, kata dia, sebenarnya pesan-pesan yang inti yang mesti diyakini. “Oleh sebab itu yang akan menyatukan langkah kita adalah substansi pesan Alquran.”
Dia menambahkan, dalam pandangan orang-orang pesantren, Alquran itu dirangkum dalam Al-Fatihah. Intinya adalah Bismillah, kemudian disaring dalam “ba”, dan terakhir dalam dalam titik “ba” itu. “Dan konon, titik dalam “ba” itu adalah tauhid.[]