Berita
Asyura Pontianak: Meneguhkan Spirit Huseinisme Melawan Yazidisme
Hampir dua ribu jamaah memadati halaman Istana Qadriah Kesultanan Pontianak dalam rangka Peringatan Hari Asyura 10 Muharram 1436 H, Sabtu (1/11) lalu. Bekerjasama dengan Yayasan Amirul Mukminin dan Lembaga Peduli Cagar Budaya Kalimantan Barat, Dewan Pengurus Wilayah Ahlulbait Indonesia Kalimantan Barat mengusung tema “Jangan Lupakan Jasa Pahlawan” pada peringatan Asyura tahun ini.
Menurut Ketua Pelaksana, Husein Afif, panitia melihat momentum peringatan Hari Sumpah Pemuda, Hari Asyura dan Hari Pahlawan pada tahun ini sebagai sebuah rangkaian yang saling berkaitan erat.
Imam Husein merepresentasikan secara sempurna sifat-sifat seorang pemuda dalam hidupnya; ia pejuang, tangguh, pemberani, cerdas dan inovatif, sebagaimana lisan suci Baginda Nabi Saw pernah bertutur bahwa – bersama kakaknya, Imam Al Hasan, Imam Husein adalah penghulu pemuda surga.
“Perjuangan Imam Husein di medan Karbala memberikan gambaran kesempurnaan karakter pemuda dan semangat kepahlawanan yang senantiasa berkobar,” tuturnya.
Pangeran Bendahara, Sayyid Slamet Yusuf Alkadrie, dalam sambutannya mewakili Keluarga Besar Istana Qadriah Pontianak mengatakan bahwa peringatan 10 Muharram adalah sebuah tradisi yang sudah turun-temurun dilaksanakan keluarga besar Istana Qadriah. “Dulu, para Sultan akan mengumpulkan anak-anak yatim, kemudian memberikan hadiah kepada mereka untuk menghibur dan menyenangkan hati mereka,” ungkapnya.
Ia juga mengatakan bahwa kesyahidan Sayyidina Husein merupakan sebab hingga berdirinya Kesultanan Pontianak. Sultan Sayyid Abdurrahman Alkadrie, pendiri Kota Pontianak, merupakan dzurriyat Sayyidina Husein dari jalur Sayyidina Ali Uraidi.
Paska tragedi Karbala, sejarah mencatat terjadinya diaspora putra-putri keturunan Imam Ali dan Sayyidah Fathimah ke seluruh penjuru dunia, termasuk ke Pontianak.
“Jika kita mencintai Sultan Sayyid Abdurrahman atas jasa-jasa beliau mendirikan dan membangun kota ini, maka kita pun harus mencintai kakek beliau, Sayyidina Husein, atas pengorbanan beliau di Hari Asyura,” lanjut Pangeran Bendahara.
Sementara mengawali khutbahnya, selaku pembicara utama Ustad Dr. Muhsin Labib mengatakan bahwa ada dua tanggal merah di bulan Muharam; pertama, tanggal 1 Muharam yang menjadi hari libur dan dirayakan. Kedua, tanggal 10 Muharam yang merah karena dibanjiri darah. Mayoritas umat Islam biasa memperingati 1 Muharam sebagai hari hijrahnya Baginda Nabi Saw dari Mekah ke Madinah, namun melupakan 10 Muharram yang merupakan hijrahnya “Muhammad Kecil,” Imam Husein, dari Madinah menuju Karbala.
Pada akhir 60 H, Imam Husein bersama segelintir kafilahnya yang terdiri dari keluarga dan para pengikut setianya melakukan perjalanan bersejarah memenuhi janji Tuhan menuju Padang Karbala.
Di Karbala, pada Hari Asyura 10 Muharram 61 H, kafilah Cucunda Nabi itu harus menghadapi tragedi yang tak pernah ada bandingannya hingga kini. Mereka dibantai dengan cara terkeji oleh sekelompok manusia yang mengaku sebagai pengikut Kakek Al Husein. Sejak saat itu, Hari Asyura diperingati secara terus-menerus di seluruh belahan dunia untuk mengenang kepahlawanan dan keberanian Al Husein bersama kafilahnya.
Menurut Ustad Labib, peringatan Hari Asyura merupakan tradisi yang sangat lekat dengan masyarakat Indonesia dan telah berlangsung lama, semisal Tradisi Tabuik di Sumatera Barat. “Demikian pula di Pontianak, keluarga besar Istana Qadriah telah lama memperingati Hari Asyura,” ungkapnya.
Pada masa-masa ini, umat Islam sedang menghadapi ancaman yang sangat berbahaya. Musuh-musuh tengah berupaya meruntuhkan kekuatan umat Islam dengan menyusupkan anasir-anasir mereka guna menciptakan perpecahan di internal kaum muslimin. Dengan mudahnya mereka mengkafirkan kelompok yang berbeda pandangan dengan mereka, bahkan tidak segan melakukan intimidasi fisik.
“Memperingati Hari Asyura dianggap oleh kelompok intoleran sebagai perbuatan yang menyimpang dari agama, padahal menangisi Sayyidina Husein adalah perbuatan yang dicontohkan oleh Baginda Nabi,” tuturnya.
Menurut Ustad Labib, kelompok intoleran merupakan ancaman bersama bagi persatuan umat Islam, oleh karena itu umat Islam harus mewaspadai setiap gerakan dan upaya mereka memecah-belah umat.
Asyura adalah madrasah yang sarat nilai, semua nilai kebaikan dan keburukan ada di sana. Boleh jadi Imam Husein telah syahid 61 H lalu, tapi semangat Huseini harus tetap hidup. “Al Husein harus menjadi Husein-isme sebagai perwujudan kebenaran yang tak pernah padam, karena perwujudan kezaliman Yazid-isme masih ada hingga kini,” demikian pesannya.
Menurut Ketua DPW ABI Kalbar, Muhammad Darwin, SE., MM, penyelenggaraan peringatan Hari Asyura di Istana Qadriah ini merupakan upaya melestarikan budaya dan tradisi lama yang telah dilakukan para leluhur pendiri Kota Pontianak.
“Sejak awal, DPW ABI Kalbar berupaya melakukan program-program yang beririsan dengan kearifan lokal yang ada di Kalbar, khususnya di Kota Pontianak,” ungkapnya.
“Kami sangat berharap agar setiap kegiatan yang dilakukan dapat dirasakan oleh segenap masyarakat, sehingga di masa datang masyarakat menganggap ABI Kalbar sebagai milik mereka juga,” demikian harapannya.(Reza/Yudhi