Berita
Kamisan Pertama JSKK Di Era Jokowi
Tujuh tahun berlalu. Sudah 370 Kamis pula, di antara deru kendaraan yang memadati jalanan, puluhan payung hitam berjejer membisu di depan Istana Negara. Begitu lama payung-payung hitam itu menjadi saksi bisu ditelantarkannya hak-hak asasi manusia di negeri kita.
Kamis (23/10) ke 370 ini merupakan hari yang cukup istimewa karena merupakan demo damai rutin yang dilakukan Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK), sekaligus Kamisan pertama di era pemerintahan baru Joko Widodo.
Seperti sebelumnya, JSKK sudah mengirim surat kepada Presiden terpilih Joko Widodo menuntut penghapusan impunitas di Indonesia dan segera mengadili para pelaku pelanggar HAM. Namun menurut Maman Wahab, anggota DPR RI yang juga hadir dalam acara, Jokowi tidak sedang berada di Istana.
Suciwati, istri aktivis Munir yang mati misterius dan hingga kini belum dihukum pelaku pembunuhannya juga hadir dalam acara Kamisan ini. Kepada ABI Press, Suciwati mengatakan bahwa ia dan rekan-rekannya, keluarga serta korban pelanggaran HAM ini sejak awal tak mengharap Jokowi datang. Yang mereka harap hanyalah segera ditangkapnya pelaku pelanggaran HAM yang masih bebas berkeliaran itu.
Dalam Penegakan HAM Jokowi Jangan Seperti SBY
“Kita tak butuh pencitraan,”ujar Suciwati. “Udah bosen ketemu para pejabat yang suka jual janji. Yang kita inginkan ya pelaku pelanggaran HAM ditangkap dan dihukum. Jangan sampai kayak SBY kemarin,”tegasnya.
Generasi Muda Jangan Lupa Sejarah
Sementara Efendi Saleh, lelaki tua berumur 76 tahun salah satu korban pelanggaran HAM tahun 1965 yang sudah tujuh tahun setia menghadiri acara Kamisan ini menyebutkan bahwa selain menuntut penegakan hukum, tujuan utamanya adalah mendidik generasi muda penerus bangsa.
“Kita di sini untuk mendidik generasi muda,”ujar Efendi. “Bagaimana supaya generasi muda memahami sejarah kelam bangsa yang pernah mengalami tragedi pembantaian hingga jutaan banyaknya. Agar kejadian seperti ini tak terulang lagi.”
Spirit perjuangan lelaki tua yang sudah bolak-balik masuk penjara, dari Tangerang, Salemba, Nusakambangan, sampai Pulau Buru ini rupanya tak sia-sia. Dalam aksi demo ini, tak hanya orang tua, ada juga anak-anak muda yang hadir, seperti Muhmmad Fahri (21 tahun), mahasiswa dari Universitas Budiluhur.
“Saya ingin tahu penegakan HAM di Indonesia dan terinspirasi pada sosok seperti Munir, salah satu aktivis yang terbunuh itu,” ujar Fahri. “Saya sedih mengetahui banyaknya korban yang terbunuh dan dilanggar HAMnya seperti ini. Semoga Indonesia ke depan lebih baik lagi dalam pembelaan terhadap HAM, ya?”harap Fahri. (Muhammad/Yudhi)