Berita
Membebaskan Indonesia dari Floracrafts
Perjalanan interaksi antara ilmuwan dengan negara di Indonesia sejak jaman Hindia Belanda hingga sekarang masih menggunakan cara yang sama yaitu mengikuti agenda yang ditetapkan negara. Sehingga akan memunculkan ilmuwan kelas birokrat yang dijuluki oleh Andrew Goss penulis buku “The Floracrats: State Sponsored Science and The Failure of The Enlightenment in Indonesia yang diterjemahkan dalam bahasan Indonesia oleh komunitas Bambu dengan judul Belenggu Ilmuwan dan Pengetahuan, dengan nama “floracrafts.”
Hal ini diungkapkan oleh Prof. Dr. Sangkot Marzuki, Ketua Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) dalam bedah buku “Belenggu Ilmuwan dan Pengetahuan,” Rabu (22/10) di Cemara 6 Galeri, Menteng, Jakarta Pusat.
“Peran Interaksi antara ilmuwan dengan negara itu sunggu penting,” ujar Sangkot.
Negara seharusnya menjadi sponsor para ilmuwan dan ilmuwan juga harus bekerja untuk kepentingan negara, namun interaksi tersebut mestinya tidak membuat para ilmuwan terbelenggu oleh birokrasi. Maka, menurut Sangkot buku Belenggu Ilmuwan dan Pengetahuan menceritakan bagaimana sejak jaman Hindia Belanda hingga kini para ilmuwan Indonesia terbelenggu oleh birokrasi atau floracrafts dan mengajarkan kita untuk tidak mengulangi hal yang sama.
Sangkot menegaskan bahwa keseimbangan antara kepentingan negara serta cara-cara negara untuk berinteraksi dengan para ilmuwan dan pengetahuan bukan hanya berdasarkan kepentingan produk industri tapi juga memperlakukan budaya ilmiah sebagai sesuatu yang penting.
“Jadi, antara kepentingan pemerintah dan kebebasan ilmuwan dan pengetahuan untuk melakukan penelitian harus seimbang,” tegas Sangkot.
Sementara itu, pembicara kedua, Prof. Dr. Toeti Heraty, sebagai budayawan menilai bahwa, rasa ingin tahu masyarakat Indonesia seringkali diredam dari awal atau sejak dini. Hal tersebut menurutnya merupakan belenggu bagi pengetahuan sebab salah satu unsur dari ilmu pengetahuan adalah rasa keingintahuan yang sangat besar.
Padahal, dalam pandangan Toeti, masyarakat Indonesia sangat kreatif, hal ini tampak nyata dengan apa yang disebut sebagai local genius. Artinya, setiap daerah di Indonesian bila diteliti lebih mendalam, sesungguhnya memiliki keunggulan masing-masing yang disebut dengan local genius tersebut. Toeti menyontohkan berbagai budaya, kerajinan tangan, anyaman dan masih banyak karya lain yang menjadi local genius di tiap wilayah itu.
Maka, yang terpenting bagi Toeti saat ini adalah harus ada solusi alternatif untuk melepaskan cengkeraman belenggu ilmuwan dan pengetahuan tersebut.
Karena itulah buku karya Goss yang memberikan rincian sejarah terbelenggunya ilmuwan dan pengetahuan di Indonesia sejak jaman Belanda hingga saat ini mesti menjadi bahan pencerahan bagi masyarakat agar ilmuwan dan pengetahuan di Indonesia tidak terus terbelenggu, dalam artian membebaskan ilmuwan dari birokrasi atau floracrafts tersebut. (Lutfi/Yudhi)