Internasional
Anak-anak Gaza Berjuang di Tengah Trauma Perang
Ahlulbait Indonesia – Anak-anak di Gaza kini menjalani hidup di bawah bayang-bayang trauma yang mendalam, akibat perang berkepanjangan yang dilancarkan rezim zionis. Sebuah studi terbaru mengungkapkan betapa parahnya dampak psikologis dari konflik ini terhadap generasi muda di wilayah tersebut. Ketakutan akan kematian telah menjadi bagian dari keseharian mereka, menciptakan luka mendalam yang sulit disembuhkan.
Dilansir Press TV, penelitian yang dirilis pada Rabu ini dilakukan oleh sebuah LSM lokal di Gaza dengan dukungan War Child Alliance, sebuah organisasi kemanusiaan berbasis di London. Hasil survei menunjukkan bahwa 96 persen anak-anak Gaza merasa kematian mereka sudah dekat, sementara 49 persen di antaranya bahkan berharap untuk segera meninggal. Tidak hanya itu, 92 persen dari mereka tidak dapat menerima kenyataan hidup yang mereka hadapi, 79 persen kerap dihantui mimpi buruk, dan 73 persen menunjukkan gejala agresi.
Survei yang dilakukan pada bulan Juni ini melibatkan orang tua atau pengasuh dari 504 anak yang berasal dari keluarga dengan anak-anak yang mengalami disabilitas, terluka, atau hidup tanpa pendamping. Studi ini mengungkap betapa anak-anak Gaza tidak hanya menghadapi kerusakan fisik akibat perang, tetapi juga kehancuran psikologis yang mendalam.
“Laporan ini mengungkap bahwa Gaza adalah salah satu tempat paling mengerikan di dunia untuk menjadi seorang anak,” ujar Helen Pattinson, CEO War Child UK. “Selain kehancuran rumah sakit, sekolah, dan rumah, jejak trauma psikologis telah meninggalkan luka yang tak terlihat, namun tidak kalah menghancurkan, pada anak-anak yang sama sekali tidak bersalah atas perang ini.”
Baca juga : Imam Ali Khamenei: Intervensi AS dan Zionis di Suriah Akan Gagal
Sejak perang dimulai pada 7 Oktober 2023, yang dipicu oleh operasi balasan dari gerakan perlawanan Gaza terhadap pendudukan rezim zionis, lebih dari 44.805 warga Palestina dilaporkan tewas. Sebagian besar korban adalah perempuan dan anak-anak. Data dari Kantor Hak Asasi Manusia PBB menunjukkan bahwa 44 persen dari korban tewas adalah anak-anak, meski beberapa laporan menyebutkan angka yang lebih tinggi.
Pada hari yang sama dengan dirilisnya laporan ini, Majelis Umum PBB mengadopsi resolusi yang menyerukan gencatan senjata segera, tanpa syarat, dan permanen di Gaza. Resolusi ini didukung oleh 158 negara, sementara sembilan lainnya, termasuk rezim zionis dan Amerika Serikat, menolaknya.
Namun, dukungan terhadap resolusi ini tidak sepenuhnya diterima dengan baik. Robert Wood, wakil utusan AS untuk PBB, mengkritik langkah tersebut sebagai “memalukan dan salah.” Amerika Serikat, yang secara aktif meningkatkan dukungan politik dan militernya untuk rezim zionis selama perang, juga terus menggunakan hak vetonya di Dewan Keamanan PBB untuk menggagalkan resolusi serupa.
Di tengah kehancuran fisik dan ketidakpastian politik, anak-anak Gaza tetap menjadi korban paling rentan. Mereka tidak hanya kehilangan rumah dan keluarga, tetapi juga masa kecil dan harapan mereka. Trauma mendalam yang mereka alami menjadi pengingat tragis tentang betapa mahalnya harga konflik berkepanjangan ini bagi generasi masa depan Palestina.
Baca juga : Yaman Serang Jaffa dengan Rudal Hipersonik