Internasional
Tok! Pengadilan Internasional Perintahkan Tangkap Netanyahu dan Gallant
Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan zionis, Yoav Gallant, atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza. Keputusan ini mencatatkan babak baru dalam upaya mencari keadilan bagi ribuan korban agresi yang terus berlangsung di wilayah tersebut.
Dilansir al-Manar, Kamis (21/11), dalam putusannya, hakim ICC menyatakan bahwa terdapat alasan yang cukup untuk meyakini Netanyahu dan Gallant bertanggung jawab atas tindakan seperti pembunuhan, penganiayaan, dan penggunaan kelaparan sebagai senjata perang. Tindakan tersebut dianggap sebagai bagian dari serangan luas dan sistematis terhadap penduduk sipil Gaza.
Reaksi zionis penuh dengan kemarahan. Netanyahu menyebut keputusan itu sebagai tindakan “antisemitisme” dan menegaskan bahwa ia tidak akan mundur hingga tujuan agresi zionis tercapai. Menteri Luar Negeri zionis, Gideon Saar, bahkan menyebut momen ini sebagai “momen gelap bagi ICC” dan menyatakan pengadilan itu telah kehilangan legitimasi.
Di sisi lain, Hamas menyambut baik keputusan ICC tersebut. Dalam pernyataannya, kelompok itu menggambarkan langkah ini sebagai awal dari keadilan bagi para korban. “Ini adalah langkah penting, tetapi akan menjadi langkah yang lebih bermakna jika semua negara bekerja sama untuk memastikan pelaksanaan keputusan ini sesuai hukum dan keadilan,” ujar pejabat senior Hamas, Basem Naim.
Zionis telah menolak yurisdiksi ICC yang berbasis di Den Haag dan menyangkal tuduhan kejahatan perang. Dukungan Amerika Serikat, yang juga bukan anggota ICC, memperkuat posisi rezim zionis dalam menghadapi tekanan internasional ini.
Kasus ini tidak terlepas dari tantangan besar. Seperti diketahui, ICC tidak memiliki kekuatan polisional untuk mengeksekusi penangkapan dan bergantung pada kerja sama 124 negara anggotanya. Walaupun negara-negara tersebut berkewajiban menangkap individu yang dikenai surat perintah ICC, pengadilan ini tak memiliki tekanan diplomatik untuk memaksa negara-negara tersebut melakukannya jika mereka menolak.
Sejak dimulainya agresi militer zionis 13 bulan lalu, Gaza telah menjadi medan krisis kemanusiaan. Laporan dari pejabat Gaza mencatat lebih dari 44.000 warga Palestina tewas, hampir seluruh penduduk wilayah itu mengungsi, dan situasi kemanusiaan memburuk hingga ke tingkat yang mengerikan.
Langkah ICC ini tidak hanya menjadi sorotan dunia, tetapi juga menjadi pengingat akan urgensi keadilan bagi korban genosida yang terus meningkat. Apakah keputusan ini akan mengarah pada perubahan nyata atau hanya sekadar simbolis, dunia kini menantikan respons dari negara-negara anggota ICC dalam mewujudkan hukum internasional.