UGM Serukan Isu Kekerasan Seksual Masuk Kurikulum
UGM Serukan Isu Kekerasan Seksual Masuk Kurikulum
Isu kekerasan berbasis gender dan kekerasan seksual sering kali menjadi topik yang jarang dibahas di ruang-ruang akademik. Namun, hal ini berubah dengan adanya seruan dari Universitas Gadjah Mada (UGM) yang mengajak seluruh perguruan tinggi di Indonesia untuk menjadikan isu ini sebagai bagian integral dari kurikulum pendidikan. Ajakan ini muncul sebagai salah satu hasil penting dari Konferensi Nasional Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) yang diadakan di UGM, Yogyakarta, pada 24-25 Juli lalu.
Dilansir dari laman UGM, Sri Wiyanti Eddyono, S.H., LL.M. (HR), Ph.D., Ketua Satgas PPKS UGM, dalam pernyataan resminya pada Senin (29/7), menyatakan bahwa rekomendasi yang dihasilkan dari konferensi ini diharapkan dapat memperkuat upaya penanganan kekerasan seksual di kampus. “Perguruan tinggi perlu membangun mekanisme perlindungan bagi dosen, mahasiswa, dan tenaga kependidikan, termasuk perlindungan hukum, fisik, psikis, dan hak-hak yang mengikat sebagai bagian dari sivitas akademik,” ujarnya.
Eddyono menambahkan, perguruan tinggi harus memfasilitasi pengembangan program pencegahan kekerasan seksual yang kreatif dan inovatif. Ini termasuk menerapkan program kolaboratif yang melibatkan lintas fakultas, institusi pendidikan, mahasiswa, keluarga, dan mitra sosial untuk mengawasi dan melaksanakan peraturan dan sanksi terkait.
Baca juga : Indonesia Desak Amerika Serikat Hormati Hukum Internasional dalam Pertemuan ASEAN
Salah satu rekomendasi penting adalah pembentukan Satgas PPKS di seluruh Indonesia yang berfokus pada pendidikan tentang kekerasan seksual. Rekomendasi ini juga mengusulkan sistem pelaporan yang aman dan anonim, serta mekanisme khusus untuk menangani Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) dengan menyediakan layanan pendampingan daring.
“Satgas PPKS harus melakukan sosialisasi mengenai kewenangan yang dimilikinya dan membuat program kerja untuk pemantauan pelaksanaan sanksi dan pemulihan korban,” tambah Eddyono.
Dalam konteks kebijakan, pihak Kementerian diharapkan mengeluarkan kebijakan yang mengakui status Satgas PPKS di perguruan tinggi sebagai unit resmi dalam Struktur Organisasi dan Tata Kerja (SOTK), serta memberikan sumber daya yang setara dengan unit-unit lainnya. Bappenas juga disarankan untuk menyelaraskan berbagai peraturan terkait PPKS dan membangun program yang mendukung korban kekerasan seksual untuk melanjutkan pendidikan mereka.
Komnas Perempuan juga diharapkan bersinergi dengan Kemenristek dan KemenPPA dalam pendokumentasian dan analisis kasus secara komprehensif. “Komnas Perempuan bisa melakukan kajian terhadap kebijakan diskriminatif di perguruan tinggi dan bekerja sama dengan Kemendikbudristek untuk evaluasi dan revisi kebijakan tersebut,” kata Eddyono.
Rekomendasi ini juga melibatkan media dalam upaya mencegah kekerasan seksual. Media dan organisasi jurnalis diharapkan dapat memberikan edukasi dan perlindungan pada jurnalis dalam peliputan berita, serta mempertimbangkan keamanan dan keselamatan korban dalam pemberitaan.
Rekomendasi yang dihasilkan dalam konferensi ini diharapkan dapat ditindaklanjuti oleh berbagai pihak, termasuk Perguruan Tinggi melalui Satgas PPKS, Kemendikbudristek, Bappenas, Komnas Perempuan, Pemerintah Daerah melalui UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak, serta organisasi masyarakat sipil dan media.
Baca juga : Untuk Palestina, Menlu Retno Marsudi Desak Solidaritas ASEAN