Berita
Peran Madrasah Cegah Pergeseran Nilai Moral pada Anak
Bergesernya nilai moral pada anak terjadi lantaran paradigma pendidikan selama ini lebih berorientasi pada kecerdasan intelektual, semata-mata pada aspek bahasa dan matematika. Hal ini terjadi lantaran guru sebagai pendidik sekedar mentrasfer ilmu pengetahuan yang dimiliki, bukan membentuk karakter dan pribadi anak.
Pergeseran nilai moral ini tercermin dari hasil penelitian sebuah lembaga riset yang menyebutkan sekitar 20 persen dari 40 juta anak-anak usia 5-12 tahun di kawasan Asia Tenggara, termasuk di Indonesia, mengalami gangguan mental.
“Jangan kaget kalau anak-anak SD (Sekolah Dasar) sekarang ini bukan hanya pandai berpacaran, tapi mereka sudah pandai ‘berhubungan’ dengan lawan jenis,” kata Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Alkhairaat Lukman S Thahir, Sabtu (30/8) lalu, saat memberikan sambutan sebelum peresmian rehabilitasi gedung Madrasah Ibtidaiyah Alkhairaat Birobuli Utara, Kecamatan Palu Selatan, Sulawesi Tengah.
Ia mengatakan, yang paling mencengangkan lagi, anak-anak usia 8-12 tahun ini bukan hanya sekadar berhubungan badan, tetapi mereka juga berganti-ganti pasangan. Menurut dia hal ini terjadi karena sarana telekomunikasi seperti televisi dan telepon genggam telah menjadi guru yang setiap hari merecoki pikiran mereka.
“Ini ancaman,” tambahnya.
Ia menjelaskan, sejatinya tidak hanya kecerdasan intelektual, dalam perkembangannya anak-anak juga membutuhkan kecerdasan emosional.
Kecerdasan ini akan membentuk anak memiliki kecerdasan komunikasi sehingga melahirkan etika atau rasa hormat terhadap sesama atau yang lebih tua. Kecerdasan ini juga menjadikan anak bisa bersosialisasi yang pada akhirnya akan melahirkan empati.
“Sekarang coba tanya anak-anak kita, rata-rata mereka hanya bisa menyebut enam sampai tujuh nama dari 20 temannya satu kelas. Itu artinya aspek sosialnya lemah,” jelasnya.
Ia pun menyampaikan pesan yang pernah dilontarkan Habib Idrus bin Salim Aljufri, pendiri Alkhairaat. “Ciri-ciri anak Alkhairaat ada dua. Dengan ilmu dan akhlak gapailah impianmu. Kalau berilmu, jangan sampai bawa kesombongan,” ujarnya.
Karena itu, Lukman beranggapan pentingnya menghidupkan kembali peran madrasah. Mendidik anak melalui madrasah ibtidaiyah, katanya, ibarat menanam pohon di lapangan, yang hasilnya nanti bisa dinikmati oleh semua orang. (Indar/Yudhi)