Berita
Cak Nur dan Ikan Teri
Dalam acara haul ke sembilan Nurcholis Madjid, cendikiawan Muslim yang biasa dipanggil Cak Nur, Jumat (29/8) lalu di Wisma Nusantara, Jakarta Pusat, Omi Komariah Madjid, istri mendiang menceritakan tentang bagaimana Cak Nur menerjemahkan pesan sang Kyai.
Kisah Omi, pada jaman dulu ada dua orang santri yang menerima wejangan atau petuah dari sang Kyai sebelum mereka lulus dan meninggalkan pesantren. Sang Kyai memberikan dua pesan kepada mereka berdua. Pertama, jangan sampai kepanasan saat bekerja. Dan yang kedua, makanlah makanan yang enak-enak.
“Iya Kyai,” jawab kedua santri, kata Omi.
Tak lama kemudian kedua santri meninggalkan pesantren untuk menghadapi dunia luar dan menerapkan ilmu yang telah mereka dapatkan di pesantren ke tengah masyarakat.
Sepuluh tahun berlalu, kedua santri pun kembali menemui sang Kyai. Melaporkan bahwa mereka telah melakukan dua pesan penting sang Kyai.
Santri pertama mengatakan tidak kepanasan dalam bekerja sebab dia pulang-pergi kerja dengan naik mobil. Dia pun sudah makan makanan yang enak-enak terus setiap harinya, tapi ternyata hal itu membuatnya miskin dan bangkrut.
“Pesan Kyai tidak bisa diterapkan,” tegas santri pertama, kata Omi.
Santri kedua pun mulai bercerita bagaimana dia sudah melaksanakan pesan sang Kyai. Dia bercerita, demi melaksanakan pesan pertama Kyai, maka dia berangkat kerja pada pagi hari sebelum matahari terbit dan pulang pada malam hari setelah matahari tenggelam. Begitulah caranya agar dirinya tak kepanasan.
Setiap hari, santri kedua makan ikan teri. Baginya, ikan teri adalah makanan paling enak, maka sesuai pesan sang Kyai dia pun makan ikan teri.
Menurut Omi, santri kedua inilah Cak Nur. Karena itulah sebagai istri, Omi selalu menyediakan ikan teri untuk makan keluarganya setiap hari.
Begitulah cerita Omi Komariah Madjid, istri Cak Nur dalam sambutannya saat haul ke sembilan suaminya, mengenang kehidupan Cak Nur dalam menerjemahkan pesan sang Kyai dengan bijak. (Lutfi/Yudhi)