Ikuti Kami Di Medsos

Berita

Peran Kunci Pendidikan dalam Menangkal Radikalisme Agama

Haidar Baqir

Haidar Bagir & Abdurrahman BaragbahAwal semester ganjil tahun akademik 2014-2015 menjadi momen yang cukup istimewa bagi mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Madinatul Ilmi, Sawangan, Depok. Cendikiawan Muslim, Dr. Haidar Bagir yang dikenal sebagai sosok pengusung toleransi dan sangat aktif melawan paham radikal yang mengancam bangsa ini hadir sebagai pembicara dalam kuliah umum bertema “Peranan Pendidikan Agama Islam Dalam Rangka Menangkal Radikalisme dan Ekstremisme Faham Keagamaan di Indonesia.”

Dalam kuliah umum Kamis (28/8) ini, Haidar Bagir menyoroti pentingnya pendidikan Islam bagi para calon guru yang dididik di kampus Madinatul Ilmi ini. Menurutnya, pendidikan Islam yang berada di punggung guru bagai pedang bermata dua, di satu sisi bisa menangkal radikalisme, di sisi yang lain justru bisa melahirkan radikalisme agama.

“Pendidikan agama yang salah bisa menjadikan seseorang menjadi radikal,” ujar Haidar. “Saya melihat di banyak sekolah, siswa bukannya diperkenalkan dengan ajaran Islam yang penuh cinta, namun justru dikenalkan dengan ajaran yang keras, agresor, dan pembalas dendam.”

Haidar Bagir juga mengkritisi kurikulum pendidikan agama yang menurutnya lebih berorientasi pada hukum (nomos oriented religion) yang kaku dan eksklusif, bukannya pada cinta (eros oriented religion) yang moderat dan inklusif. Padahal Islam adalah ajaran yang sangat berorientasi pada ajaran cinta (eros).

“Dalam Al-Qur’an, ada lima kali lebih banyak asma Jamaliyyah ketimbang Jalaliyyah,” terang Haidar. “Allah Swt sendiri lebih banyak menampilkan diri-Nya dalam wajah yang lembut dan penuh cinta. Tapi kenapa pengajar agama kita lebih suka menampilkan wajah keras dalam Islam?”

“Mengapa seolah Nabi itu hanya mengajarkan perang dan kekerasan? Seolah belum dikatakan beriman seseorang kalau belum mengkafirkan orang dan menggorok leher orang?” kritik Haidar.

“Kenapa seolah-olah kemuliaan mati syahid itu harus di medan perang? Nabi tidak syahid di medan perang. Tapi siapa yang berani bilang Nabi tidak mulia? Bukankah Nabi justru mengingatkan ada jihad yang lebih besar, yaitu jihad melawan hawa nafsu?

Rombak Total!

Untuk mencegah lahirnya radikalisme ini, Haidar Bagir memandang perlunya merombak total cara pandang terhadap agama Islam. Di sinilah peran guru sebagai pendidik menduduki posisi kunci. Karena di tangan merekalah, anak didik bisa dibentuk cara pandangnya pada agama dengan kacamata cinta.

“Ajarkan pada anak kecil nama Jamaliyyah. Bukan Jalaliyyah,” pesan Haidar Bagir pada peserta kuliah umum. “Pendidikan agama Islam harus moderat, ini agama cinta kasih. Jadilah figur pendidik yang modal utamanya adalah kasih sayang kepada siswa. Ajarkan bahwa Islam itu adalah kasih sayang Allah Swt sebagai ramatan lil ‘alamin.”

Khonsa, mahasiswi semester 5 Jurusan Tarbiyah yang mengikuti kuliah umum ini mengaku mendapatkan banyak ilmu dari kuliah umum ini. “Insya Allah saya nanti akan menjadi guru yang mengajarkan Islam cinta, dan menjauhkan dari ajaran kekerasan,” ujar Khonsa.

Sementara Abdurrahman Baraqbah, PK 3 Kemahasiswaan STAI Madinatul Ilmu menyebutkan, pihak kampus mengadakan kuliah umum ini memang agar menyiapkan para mahasiswanya yang nantinya akan menjadi guru-guru agama di masyarakat bisa ikut mencegah paham radikalisme agama sejak masih dini.

“Kita ingin membentuk calon guru yang mengajarkan anak didik mereka bahwa Islam itu ajaran yang penuh rahmah dan kasih sayang. Ini untuk mencegah pemahaman radikal dalam agama ke depannya,” ujar Abdurrahman. (Muhammad/Yudhi)

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *