Ikuti Kami Di Medsos

Berita

Budi Utomo dan Tantangan Nasionalisme Masa Kini

Diskusi Budi Utomo

Diskusi Boedi OetomoMungkin Soetomo dan Soeradji serta kawan-kawan siswa Stovia lainnya tak pernah membayangkan bahwa apa yang mereka lakukan pada tanggal 20 Mei 1908 di Aula Stovia dengan mendirikan Organisasi Budi Utomo akan menjadi catatan penting sejarah bangsa Indonesia yang diperingati tiap tahunnya sebagai Hari Kebangkitan Nasional yang ditetapkan setelah 40 tahun berlalu dan didaulat sebagai tonggak nasionalisme bangsa Indonesia pada 20 Mei 1948 oleh Presiden Soekarno.

Kendati demikian, tetap saja tak lepas dari kritik tentang seberapa jauh organisasi Budi Utomo berperan penting untuk menjadi tonggak nasionalisme bila dibandingkan dengan sejumlah gerakan Indonesia yang lain seperti Sarikat Islam, misalnya.

Dalam diskusi sejarah Budi Utomo pada Jumat (22/8) di Erasmus Huis Pusat Kebudayaan Kedutaan Besar Belanda di Kuningan, Jakarta, ketiga pembicara; sejarahwan Dr. Rusdy Hoesein dan Dr. Hilmar Farid, serta aktivis 98 yang juga Anggota DPR RI Budiman Sudjatmiko, Msc., M. Phil, sepakat menyatakan bukan deklarasi berdirinya organisasi Budi Utomo 1908 yang penting di bahas bila hendak membicarakan tentang Hari Kebangkitan Nasional. Namun ada apa sebenarnya pada tahun 1948, sehingga pada masa itu dibutuhkan sebuah momentum pemersatu bangsa Indonesia?

Farid menjelaskan bahwa pada tahun 1948 banyak organisasi atau kelompok-kelompok Islam dengan laskar-laskar yang melakukan gerakan. Kelompok kiri dengan laskarnya juga melakukan gerakan, dan masing-masing kekuatan politik dengan kekuatan nyata massa mereka juga bergerak ke arah yang berbeda-beda. Sehingga menuntut pemerintah guna membuat mereka semua duduk bersama agar memiliki sejarah cerita yang sama untuk menjaga persatuan nasional.

Karena itulah Presiden Soekarno atas masukan dari Ki Hadjar Dewantara mengusung terbentuknya organisasi Budi Utomo pada tanggal 20 Mei sebagai Hari Kebangkitan Nasional.

“Itu sebuah keputusan politik, yang mungkin menimbang bahwa organisasi Budi Utomo dianggap sebagai gerakan nasionalis dan moderat,” ujar Farid.

Sementara itu Budiman juga menegaskan bahwa bukan hanya kondisi politik Indonesia pada tahun 1948 saja yang membutuhkan momentum untuk mempersatukan persepsi nasionalisme pada jaman itu, namun juga kondisi-kondisi politik internasional yang turut mendorong kebutuhan untuk sebuah momentum pemersatu bangsa Indonesia.

Apa yang disampaikan Budiman diamini Dr. Rusdy Hoesien, dengan menyatakan bahwa pada jaman itu pertukaran informasi tentang kondisi-kondisi negara lain seperti yang terjadi di Filipina, Jepang, Cina dan Rusia sudah diketahui oleh kaum terpelajar di negeri kita. Hal itulah yang semakin mendorong mereka untuk menentukan visi masa depan mereka, mau seperti apa terhadap negeri ini.

Tantangan Nasionalisme Masa Kini

Jika pada tahun 1908, gerakan nasionalisme organisasi Budi Utomo adalah untuk menjawab kolonialisme masa itu, pada tahun 1948 gerakan nasionalisme dibutuhkan untuk mempersatukan arah bangsa Indonesia agar tidak terjadi perpecahan, maka pada masa kini, mampukah nasionalisme menjawab tantangan yang Indonesia hadapi?

Farid menjelaskan bahwa tantangan Indonesia saat ini di antaranya adalah perlawanan terhadap penguasaan sumber daya alam dan dunia usaha yang mendikte banyak hal. Maka dari itu diperlukan pembacaan baru tentang sejarah, misalnya dengan melihat bagaimana perlawanan yang dilakukan terhadap penguasaan sumber daya alam di masa lalu.

“Kita mencari benang merah narasi sejarah di sana, sehingga sejarah akan menjadi relevan dengan kondisi saat ini,” jelas Farid.

Untuk membangun nasionalisme saat ini, Farid menanyakan, “Apa yang membuat Indonesia bersatu saat ini?”

Saat ini, bukan oleh unsur formal seperti etnis, agama atau ras yang fokus pada persamaan ciri atau fisik kita dipersatukan. Melainkan oleh kesamaan fokus upaya dalam memperjuangkan keadilan sebagaimana telah terpatri dalam pembukaan UUD 45. Itulah yang menjadi pemersatu kita dan harus dijalankan saat ini. “Amanatnya jelas konstitusi,” tandas Farid. (Lutfi/Yudhi)

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *