Artikel
Soekarno (Bag. 2)
Proses Pematangan Diri di Rumah Cokroaminoto
Tatkala Soekarno di Surabaya dan belajar di HBS, beliau kost di rumah Cokroaminoto. Soekarno mulai berkenalan dengan dunia politik dan pergerakan. HOS Cokroaminoto yang ketua PSII, senantiasa dikunjungi oleh tokoh-tokoh pergerakan seperti Semaun, Darsono, Dr. Setiabudi, selain dari kalangan PSII sendiri. Dari situlah Soekarno banyak mendengar pembicaraan tokoh-tokoh pilitik itu.
Selain itu, Soekarno juga banyak membaca buku-buku sosial dan politik, selain buku pelajaran sekolah. Maka dapat dikatakan, selama tinggal di rumah Cokroaminoto, Soekarno menjalani beberapa tahap penggemblengan, sebagai tahap untuk memenuhi harapan orangtuanya agar dapat berbuat demi kepentingan bangsa.
Perlahan, Soekarno mendapat kesempatan lebih dari sekedar mendengar diskusi para tokoh pergerakan, yaitu ikut langsung bergabung dan berdialog dengan mereka. Namun, Soekarno tidak cukup puas karena masih merasa ada yang kurang dari aksi para tokoh-tokoh tersebut. Sebab, menurut Soekarno, tidak ada satu pun cara-cara mereka yang dapat mencapai kemerdekaan Indonesia. Alasan pokoknya, karena Cokroaminoto hanya menggunakan mosi-mosi kepada pemerintah kolonial Belanda dalam memperjuangkan kepentingan rakyat.
Soekarno tidak percaya bahwa perjuangan kemerdekaan dapat tercapai dengan mosi, apalagi bekerjasama dengan pihak penjajah.
Gagasan Pertama
Soekarno, sejak 1918 atau ketika usianya masih 17 tahun sudah berdialog dengan tokoh-tokoh pergerakan, kemudian merealisasikan gagasanya ke bentuk TRI KORO DARMO yang berarti “tiga tujuan suci” dengan maksud: Kemerdekaan Politik, Kemerdekaan Ekonomi dan Kemerdekaan Sosial. Pada dasarnya Tri Koro Darmo adalah organisasi sosial bagi para pelajar seusia Soekarno. Namun oleh Soekarno, organisasi ini diberi isi memerdekakan Indonesia.
Pada waktu berlangsungnya kongres Yong Java tahun1920 di Bandung, Soekarno hadir mewakili Yong Java Surabaya, dan untuk pertama kalinya ia menemukan istilah ‘Indonesia.’ Kata Indonesia tersebut digunakan sebagai nama perusahaan asuransi milik Dr. Ratulangi yang terletak di Jalan Braga.
Kelak, bersama-sama mahasiswa “Perhimpunan Indonesia” yang belajar di Eropa, Soekarno merundingkan nama Indonesia sebagai bahasa politik, yaitu nama satu bangsa di wilayah Hindia Belanda. Konsep ini kemudian dimatangkan dalam Kongres Pemuda II di Jakarta, yang melahirkan Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928.
Walau usia terhitung muda, Soekarno mencatat banyak hal mengenai Imperialisme-Kolonialisme Belanda di Nusantara. Meskipun belum dapat mengambil kesimpulan tegas. Namun ia paham bahwa hal itulah yang menyebabkan kondisi rakyat Indonesia saat itu berada dalam penderitaan yang berkepanjangan. (Malik/Yudhi)
Bersambung…