Artikel
Soekarno (Bag. 1)
Siapa Soekarno? Pertanyaan itu sengaja ABI Press lontarkan di hari-hari menjelang perayaan HUT kemerdakaan RI ke-69 ini, setidaknya untuk mengingat kembali siapa sosok Soekarno presiden pertama Republik Indonesia ini.
Sutanto, seorang warga Ambarawa, Semarang menjawab dengan percaya diri ketika mendapat pertanyaan dari ABI Press Selasa (12/8). “Presiden pertama to yo…” jawabnya dengan logat Jawa.
Namun, bukan sekedar status kepangkatan yang ABI Press pertanyakan, melainkan kepribadian, pemikiran dan perjuangan di balik sosok bernama Soekarno. Ketika ditanya lebih lanjut, Sutanto, pemuda berumur 23 tahun yang bekerja sebagai marketing di Bandung, Jawa Barat ini mengaku tak paham mengenai Soekarno selain nama dan pangkatnya sebagai Presiden pertama, serta sedikit cerita yang ia dengar dari orang-orang tentang kepahlawanan Soekarno yang ia tak paham betul tentang cerita-cerita itu.
Meski beberapa tahun lalu ia sempat menziarahi makam Bapak Pendiri Bangsa ini, ia tak dapat menggambarkan sosok Soekarno dan tidak mampu memberi penilaian apapun tentangnya. Mungkin masih banyak lagi Sutanto-Sutanto lain di belahan bumi Indonesia yang tidak mengetahui siapa sosok “founding father” bernama Soekarno ini.
Universitas Bung Karno (UBK), sebuah universitas yang berada di bawah naungan Yayasan Bung Karno, Jakarta adalah salah satu universitas yang menyediakan mata kuliah khusus yang memberikan pelajaran tentang Soekarno. Mata kuliah itu diberi nama Ajaran Bung Karno (ABK) yang di dalamnya termuat sejarah Soekarno; mulai dari lahir, hingga masa perjuangan mencapai kemerdekaan.
Buku panduan ABK sendiri disadur dari berbagai macam sumber dan buku-buku sejarah tentang Soekarno seperti buku karangan Cindy Adams, dan lain-lain. Berikut ABI Press perkenalkan kembali sosok Soekarno yang terangkum dalam buku panduan ABK tersebut:
Soekarno Kecil
Lahir di Surabaya 6 Juni 1901, dari pasangan Raden Sukemi Sosrodiharjo dari Jawa yang masih keturunan Sultan Kediri dan Idayu Nyoman Ray dari Bali, Soekarno memiliki nama asli Kusno. Namun, karena waktu kecil ia sering sakit-sakitan, barulah namanya diganti dengan nama Soekarno. Kelahiran Soekarno tidak lepas dari fenomena kosmologi yang melingkupinya.
Soekarno lahir di permulaan abad yang juga menjadi permulaan bangkitnya negara-negara dan bangkitnya semangat Asia. Secara kosmologis ibunya menandai puteranya yang lahir saat matahari terbit dengan sebutan “putra sang fajar.” Menurut kepercayaan yang menjadi tradisi masyarakat Bali, yang diyakini oleh Idayu, bahwa bayi yang lahir pada terbitnya fajar itu, akan menjadi cahaya bagi bangsanya. Kelahiran Soekarno juga bersamaan dengan meletusnya Gunung Kelud, yang menurut kepercayaan orang Jawa mempunyai makna, kebangkitan sebuah bangsa.
Sementara bagi sebagian yang percaya mistik, bahwa letusan Gunung Kelud sebagai penyambut terhadap bayi Soekarno. Ayahnya yang bekerja sebagai guru menjadikan kondisi kehidupan Soekarno berpindah-pindah sesuai tugas mengajar di kota tersebut. Sedangkan keadaan ekonomi yang sangat sederhana, bahkan bisa disebut miskin membuat Soekarno kecil yang ketika itu berusia enam tahun harus makan ubi, jagung, dan makanan lain di luar dari beras sebagai makanan pokok.
Sebagaimana anak kecil pada umumnya, Soekarno juga pernah dimarahi oleh ayahnya, ketika Soekarno memanjat pohon jambu dan tak sengaja menjatuhkan sarang burung. Peristiwa itu membuat Sukemi, ayah Soekarno marah dan mengingatkan kembali Soekarno pada ajaran TAT TWAN ASI yang bermakna “dia adalah aku, dan aku adalah dia, engkau adalah aku dan aku adalah engkau.” Maksud ajaran ini bahwa Tuhan ada dalam diri kita semua. Dengan makna, bahwa semua makhluk Tuhan wajib dilindungi termasuk burung dan telur-telurnya.
Sementara itu, terkait dengan kedisiplinan, Sukemi juga pernah memarahi Soekarno. Ketika itu Soekarno memancing ikan untuk menyenangkan ibunya, namun karena terlambat pulang sang ayah marah kepadanya. Pendidikan yang Sukemi ajarkan membuahkan hasil terhadap perkembangan diri Soekarno yang saat masih kecil sudah menampakkan tanda-tanda kepemimpinan dalam dirinya.
Ramalan Menjadi Pemimpin
Selain orang tua Soekarno yang telah memprediksi dan mempersiapkan Soekarno menjadi pemimpin, banyak tokoh pergerakan yang juga telah meramalkan Soekarno akan menjadi seorang pemimpin. Dr. Setiabudi (Douwes Dekker) mengemukakan kepada anggota partainya NIP (National Indische Partij).
“Tuan-tuan, saya tidak menghendaki untuk digelari seorang veteran. Sampai saya masuk ke liang kubur, saya menjadi pejuang bagi Republik Indonesia. Saya telah berjumpa pemuda Soekarno. Umur saya makin lanjut dan bilamana datang saatnya saya akan mati, saya akan sampaikan kepada tuan-tuan, bahwa kehendak saya supaya Soekarno menjadi pengganti saya.”
Selain itu, Cokroaminoto, tokoh pergerakan dan pemimpin Syarikat Islam (SI) suatu malam yang hujan, kepada seluruh keluarganya ia berkata dengan kesungguhan hati, “Ikutilah anak ini. Dia diutus Tuhan untuk menjadi pemimpin besar kita. Aku bangga karena telah memberikan tempat berteduh di rumahku.”
Memang, pada saat itu Soekarno tinggal di rumah Cokroaminoto (kost) saat sekolah HBS (Hogere Burger School) setara dengan SLTA. Dari situlah nantinya Soekarno banyak mendengarkan pemikiran-pemikiran para tokoh pergerakan yang sering berkunjung ke rumah Cokroaminoto. (Malik/Yudhi)
Bersambung…