Ikuti Kami Di Medsos

Dunia Islam

Lika-Liku Jalan Sufi Yasta (Bagian Pertama)

Yasta Rajasa

Saat sebagian besar kaum Muslimin berlomba-lomba menghidupkan malam-malam Ramadhan di banyak masjid dan berharap bonus pahala berlipat ganda di bulan suci lalu, ada yang berbeda dengan sekelompok orang yang justru nongkrong di cafe di bilangan Blok M.
Mereka larut dan “mabuk” dalam jamuan spesial malam Ramadhan. Bukan mabuk biasa, tapi mabuk dan larut dalam kecintaan kepada Nabi dan Rasul, terbawa suasana tari khas sufi ala Rumi ditingkah lantun puji shalawat kepada Nabi Muhammad Saw.

Di sebuah ruangan berukuran 5×7 meter persegi, di lantai dua Rumi Cafe, para jamaah membentuk formasi lingkaran melantunkan puji-pujian dan shalawat Nabi diiringi musik ketipung. Di tengah mereka, dua orang berbaju khas penari sufi berwarna putih dan kuning tak kalah asyik terus menari bak gasing berputar.

Rajasa, pria berbadan tegap setinggi 180an cm tampak khusyuk memimpin pembacaan pujian-pujian kepada Rasulullah Saw. Janggut lebat di dagunya menambah wibawa pria yang merupakan anak Deli Rollies, salah satu personel band legendaris The Rollies.

Yasta, demikian Rajasa akrab dipanggil, dinilai para rekannya pantas memimpin pembacaan pujian dan shalawat dengan suara merdu, sebab darah vokalis dari ayahnya mengalir dalam dirinya.

Jauh sebelumnya, layaknya kehidupan kebanyakan anak seorang artis, kehidupan Yasta pun tak lepas dari gemerlap dunia hiburan malam, perilaku kebarat-baratan, bahkan lembah kelam obat-obatan terlarang. Tak heran tubuh Yasta pun masih dipenuhi tatto.

Bagaimana kisah Yasta yang mantan pecandu, “terjerumus” di tengah kerumunan jamaah yang menenggelamkan jiwanya pada kecintaan kepada Allah dan Rasulnya itu?

Demi Narkoba Apapun Dilakukan

Tiap saat kecanduan datang, apapun dilakukan Yasta. Kepada ABI Press dia bercerita, satu kali saat Mamanya sedang shalat Isyak di kamarnya, kesempatan tersebut tak disia-siakan Yasta untuk menyelinap, mengambil uang 400 ribu rupiah di lemari baju sang Mama.

Mencuri uang, tak hanya dilakukan sekali itu, tapi juga saat Mamanya sedang tidur. Belum lagi pencurian barang lain yang dilakukannya. Mulai dari perhiasan Mamanya, tabung gas, televisi, komputer, dan peleg mobil di rumahnya. Pendeknya, semua dilakukan asal cepat dapat uang demi narkoba.

Bahkan tak hanya sampai di situ. Teman-temannya pun kerap kali ditipu Yasta dengan cara meminjam uang ke mereka, tapi tak pernah dikembalikannya. Singkatnya, dulu Yasta menghalalkan segala cara, gara-gara terjerat dan diperbudak narkoba  tanpa disadarinya.

Tiap kali berkunjung ke rumah sanak famili, Yasta selalu dicurigai. Mereka seolah antipati dan mewaspadai gerak-geriknya. Sebab perilaku buruknya tak hanya tersiar di lingkungan keluarga sendiri bahkan di lingkungan tempat dia, Mama dan adik perempuannya tinggal.

“Temen-temen saya tipu, saudara saya tipu, barang-barang yang ada semuanya saya colong, apa aja, punya siapa aja, saya nggak peduli,” kisah Yasta.

Derita Sakau

Kehidupan Yasta masa itu hanya fokus pada satu tujuan, bagaimana caranya bisa dapat narkoba. Hanya itu.

Suatu sore, dalam kondisi “habis pake” Yasta terlelap tidur, terjaga pukul tujuh malam, tapi tidur lagi. Pikirnya, toh bandarnya masih buka sampai setengah sepuluh nanti, jadi masih ada waktu tidur lagi.

Namun empat jam kemudian Yasta terjaga dan melihat jam telah menunjukkan pukul sebelas malam. Dia melompat dari tempat tidur dan duduk tertegun karena sadar, sudah tak bisa lagi membeli narkoba. Bandar sudah tutup satu setengah jam yang lalu. Mulailah rasa sakit menjalar ke seluruh tubuh Yasta, air mata dan ingus mulai mengalir, dia pun mengerang menahan sakit.

Tak kuasa bangun, terus tergolek di tempat tidur, tangan Yasta mulai memukul-mukul dinding kamar bahkan membentur-benturkan kepalanya ke dinding. Sementara mulut didekapnya dengan bantal untuk menahan teriakannya  agar tak membangunkan orang-orang rumah yang tertidur lelap malam itu.

Sepanjang malam hingga pagi, Yasta ibarat ikan tak ketemu air, terus menggelepar kewalahan menahan sakit.

Pukul enam pagi, Yasta coba keluar rumah mencari barang haram yang dibutuhkannya, tapi nihil. Ada sedikit, tapi sudah dipesan orang. Saat itulah dia nekad merebut narkoba itu sambil mengancam pembeli lain “Kalo Loe gak mau ngasih, gue tusuk neh,” ancam Yasta.

Ancaman itu membuahkan hasil, narkoba didapat meski harus berbagi dengan pembeli lain yang sudah bikin janji lebih dulu dengan si bandar. Artinya, jumlah yang dibutuhkan Yasta agar tak merasakan sakit lagi masih kurang. Akhirnya dia pun kembali harus merasakan sakit yang tak terbayangkan hingga tengah hari, saat dia dapatkan tambahan dosis sesuai kebutuhan untuk meredakan sakit yang telah semalaman menemaninya itu.(Lutfi/Yudhi)

(Bersambung) – Lika-Liku Jalan Sufi Yasta (Bagian Kedua)(Bagian Ketiga)

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *