Berita
Fadel Tolak Garam Impor Karena Izin Kadaluarsa
Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad menolak garam impor antara lain karena izin yang diberikan telah kadaluarsa dan dinilai tidak selaras dengan kebijakan pro-rakyat yang diusung oleh pemerintah.
“(Izin) itu sudah kadaluarsa, berarti diizinkan yang lalu tetapi sekarang baru datang. Tetapi itu kan berarti sudah tidak memenuhi syarat,” kata Fadel di Jakarta, Selasa.
Sebagaimana diberitakan, petugas KKP juga telah menyegel sebanyak 11.800 ton garam impor di Pelabuhan Ciwandan, Banten, sejak Sabtu (6/8), karena dinilai menyalahi ketentuan.
Menurut Fadel, dirinya juga telah mendapatkan dukungan dari banyak pihak terkait dengan larangan untuk mengimpor garam pada saat musim panen raya berlangsung seperti saat ini.
Dukungan tersebut, masih menurut dia, antara lain masuk melalui hubungan telepon dan juga sms yang masuk ke telepon seluler miliknya. “HP saya sampai `jam` (macet),” kata Menteri Kelautan dan Perikanan.
Ia juga menilai bahwa larangan untuk melakukan impor garam saat masa panen juga merupakan kebijakan pro-rakyat kecil sehingga kementerian yang terkait dengan hal itu juga diminta untuk mendukung kebijakan itu.
Menteri Kelautan dan Perikanan dalam sejumlah kesempatan juga mengemukakan akan meningkatkan pengawasan garam impor.
Padahal, menurut dia, kualitas garam impor tersebut lebih buruk dibandingkan dengan garam lokal. “Setelah cek kualitas ternyata masih jauh lebih bagus garam dari Indramayu dan Madura,” kata Fadel.
Ia juga menegaskan, bila aktivitas impor garam tersebut masih tetap diteruskan, hal tersebut juga akan membuat kondisi petani garam di Indonesia semakin sulit.
Pembentukan PN Garam Baru
Fadel Muhammad akan menyetujui bila ada yang mengusulkan pembentukan perusahaan nasional garam baru yang lebih sehat dan dapat menyerap produksi garam petani nasional.
“Kalau ada yang membuat PN Garam baru, boleh juga,” kata Fadel, di Jakarta, Selasa.
Menurut dia, usul pembentukan PN Garam baru dapat dipertimbangkan antara lain karena kinerja PN Garam dinilai kurang maksimal dalam melakukan pembelian produksi garam petani.
Selain itu, PN Garam yang baru diharapkan juga dapat lebih optimal dalam melakukan pembelian garam sebagaimana fungsi yang diembankan kepada Badan Urusan Logistik (Bulog) terkait dengan beras.
Ia memaparkan, pihak KKP pada Selasa (9/8) juga sedang memanggil pihak PN Garam untuk membicarakan pembelian garam dari para petani garam di berbagai daerah.
“Saya akan bicarakan dengan mereka (PT Garam) tentang langkah selanjutnya,” katanya.
Sebelumnya, Dirjen Kelautan, Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil (KP3K) KKP Sudirman Saad di Jakarta, Senin (8/8) menginginkan PT Garam sebagai salah satu BUMN dapat menjadi “buffer stock” atau lembaga penyangga stok bagi penyerapan komoditas garam nasional.
Menurut Sudirman, penugasan PT Garam sebagai lembaga “buffer stock” dapat dilakukan antara lain melalui bantuan modal penyertaan dari negara.
Ia mengakui bahwa hingga saat ini masih belum ada penugasan resmi dari pemerintah agar PT Garam dapat menjadi lembaga “buffer stock“.
Namun, KKP telah mengadakan pembicaraan dengan PT Garam agar dapat membeli sebagian produksi garam nasional dari petani garam.
“PT Garam telah menyiapkan dana PKBL (program kemitraan dan bina lingkungan) dari Pertamina senilai Rp64 miliar yang dipakai pada awal Agustus kemarin untuk melakukan pembelian,” katanya.
Sudirman memaparkan, hingga kini PT Garam juga masih tidak berani melakukan pembelian garam secara besar-besaran karena harga garam anjlok dari sekitar Rp800 per kilogram pada Juli menjadi sekitar Rp550 per kilogram pada Agustus. (ANTARA News)