Laporan Utama
Waspadai Penggalangan Dana Abal-abal Atas Nama dan Demi Palestina
Karakter masyarakat Indonesia yang ramah dan suka menolong membuat mereka mudah merasa iba dan tak segan-segan menyisihkan sebagian hartanya untuk sesama yang kurang mampu atau sedang tertimpa bencana. Begitupun sikap terhadap tragedi yang menimpa warga Gaza di Palestina yang saat ini sedang mengalami gempuran sengit tentara Israel. Rasa keprihatinan masyarakat Indonesia pun tumbuh, lalu tergerak untuk memberikan bantuan dana demi meringankan beban bangsa Palestina.
Karakter khas masyarakat kita yang berjiwa sosial tinggi, kerap mendorong kemunculan sejumlah LSM abal-abal yang secara khusus mengklaim sebagai lembaga sosial yang ingin turut memfasilitasi beragam bantuan langsung dari masyarakat baik berupa uang maupun barang dan sekaligus menyalurkannya kepada pihak-pihak yang dianggap membutuhkan. Begitulah, tak terkecuali dalam merespon tragedi Palestina, mereka seolah bertindak sigap memfasilitasi bantuan masyarakat Indonesia untuk Palestina. Padahal beberapa di antaranya tak lebih dari LSM palsu yang coba memancing di air keruh dengan membuat lembaga donasi palsu demi meraup keuntungan pribadi semata.
Terkait fenomena keberadaan LSM abal-abal ini, 14 Juli lalu Dompet Dhuafa melalui akun Twitternya sempat mengingatkan masyarakat agar waspada dan tidak salah sasaran saat menyalurkan bantuan mereka.
Sepertinya memang sangat penting masyarakat mengetahui, yang mana di antara lembaga penyalur sumbangan atau bantuan masyarakat itu yang kredibel dan mana yang palsu.
Tapi bagaimana cara tepat mendeteksinya? Apa saja ciri-ciri lembaga pengumpul dana bisa dikatakan palsu?
Untuk menjawab hal itu, ABI Press menemui Kepala Sub Direktorat Pengumpulan Pengelolaan Sumber Dana Bantuan Sosial, Sulis Budi Pramono di Kemensos, Jakarta Pusat, Senin (14/7) lalu. Kepada ABI Press Sulis menjelaskan bahwa sesuai peraturan nomor 9 tahun 1961, pengumpulan uang dan barang dari masyarakat di suatu wilayah haruslah mendapatkan izin terlebih dahulu dari Dinas Sosial setempat.
“Kalau cakupan pengumpulan dana dari masyarakat adalah skala nasional maka izinnya langsung ke Kemensos, sedangkan untuk daerah, maka cukup izin ke Depsos daerah tersebut,” terang Sulis.
Peraturan perizinan ini menurut Sulis dibuat agar tercipta transparansi, akuntabilitas dan tertib adminsitrasi dalam pengumpulan uang atau barang dari masyarakat. Sehingga akan mampu memperkecil risiko penyelewengan dana yang terkumpul oleh panitia penghimpun sumbangan tersebut. Sebab dengan adanya izin dari Kemensos, berarti penghimpun sumbangan juga harus memberikan laporan keuangannya kepada Kemensos, di samping mempublishnya secara langsung kepada publik.
Penasaran, apakah lembaga-lembaga yang mengumpulkan donasi dari masyarakat sudah ada yang mengurus perizinan mereka ke Kemensos, ABI Press pun menanyakan hal tersebut kepada Sulis.
“Hingga saat ini belum ada yang mengajukan izin untuk pengumpulan dana kemanusiaan Palestina,” terang Sulis sambil menambahkan kepada ABI Press agar masyarakat lebih berhati-hati dalam menyalurkan donasi mereka.
Rekomendasi dari Kemensos adalah hendaknya masyarakat menyalurkan dana bantuannya kepada badan atau lembaga yang telah mengurus perizinan, yang berarti telah mendapatan nomor keputusan dari Kemensos untuk melakukan penggalangan dana.
“Ciri lembaga pengumpul dana sosial resmi adalah memiliki surat keterangan nomor izin dari Kemensos, selain mencantumkan apa nama dan bentuk program kemanusiaannya,” terang Sulis.
Penasaran dengan penjelasan Sulis, apakah benar belum ada lembaga yang mengajukan izin untuk penggalangan dana bantuan Palestina, ABI Press mengunjungi kantor Dompet Dhuafa di bilangan Ciputat. Sebagai salah satu lembaga penggalang dana sosial untuk Palestina seperti tampak dalam spanduk-spanduk mereka di banyak tempat, benarkah Dompet Dhuafa belum mengantongi izin, khususnya terkait pengumpulan dana untuk Palestina?
ABI Press pun ditemui General Manager Dompet Dhuafa, Abdul Ghofur. Dia membenarkan bahwa dengan adanya tragedi di Gaza beberapa hari ini, kini bermunculan pengumpul donasi bagi warga Palestina. Diakuinya bahwa Dompet Dhuafa sendiri memiliki program bernama “Food For Gaza” untuk tujuan serupa.
Ghofur pun mengungkapkan beberapa kali Dompet Dhuafa dicatut namanya untuk pengumpul dana sosial palsu dan bukan yang asli dari Dompet Dhuafa. Ghofur pun kemudian memberikan tips-tips kepada ABI Press agar tidak salah dalam menyalurkan dana bantuan sosialnya. Ghofur menyarankan agar mengontak terlebih dulu nomer Call Center yang tertera di brosur untuk memastikan lembaga penggalang dana sosial kemanusiaan itu benar-benar bisa dihubungi atau didatangi ke kantor mereka.
Selanjutnya, sesudah melakukan donasi melalui transfer ke rekening tertentu, biasakan selalu lakukan konfirmasi ke lembaga penggalang donasi untuk kembali memastikan dana tersebut telah disalurkan kepada sasaran yang tepat ataukah tidak.
“Pilihlah lembaga yang telah jelas memiliki program, seperti halnya Dompet Dhuafa yang telah memiliki program Food For Gaza,” saran Ghofur.
Sebab menurut Ghofur, lembaga yang mengumpulkan dana tapi tidak memiliki program, biasanya pada akhirnya mereka akan menyerahkan dana yang telah mereka kumpulkan kepada lembaga yang memang memiliki program untuk Palestina. Dengan memilih lembaga yang terpercaya dan memiliki program, maka akan mengurangi risiko dana tersebut diselewengkan.
Selain itu, Ghofur melanjutkan, masyarakat juga dapat melihat dari laporan keuangan yang dilaporkan setiap bulannya oleh lembaga penggalang dana. Apabila laporan keuangannya cacat atau ternyata tidak teratur atau jumlahnya tetap besar dan mengendap, maka yang demikian itu patut dicurigai.
Ketika ABI Press bertanya apakah Dompet Dhuafa memiliki izin untuk mengumpulkan dana pada program “Food For Gaza” dari Kemensos, Ghofur menjawab tidak tahu jika untuk penggalangan dana bagi Palestina harus ada izin dari Kemensos. Karena itu dia pun mengakui bahwa Dompet Dhuafa belum mengurus perizinan tersebut. Meski begitu, dia menegaskan bahwa bila memang harus izin, maka hal itu sangat bagus agar pihak Kemensos lebih mudah dalam menjalankan fungsi pengawasannya.
ABI Press pun bertanya-tanya, apakah pengumpulan dana yang dilakukan oleh Dompet Dhuafa bagi rakyat Palestina termasuk infak dan berkategori keagamaan? Yang berarti dengan itu sesuai dengan peraturan perundang-undangan tidak harus melakukan perizinan kepada Kemensos?
Ghofur mengiyakan bahwa penggalangan dana untuk Gaza oleh Dompet Dhuafa termasuk dalam jenis Infak.
Setelah mendapatkan keterangan dari General Manager Dompet Dhuafa, Abdul Ghofur, ABI Press mengecek apakah mungkin Sosialisasi perundangan untuk pengumpulan dana sosial dari masyarakat belum dilakukan oleh Kemensos? Sulis menyatakan bahwa Kemensos telah melakukan sosialisai tentang perundangan perizinan bagi pengumpulan uang dan barang dari masyarakat. Namun Sulis juga tidak menutup kemungkinan sosialisasi tersebut belum sampai kepada masyarakat secara luas.
Terkait dana sosial untuk kemanusiaan Palestina yang dianggap masuk dalam kategori infak oleh Dompet Dhuafa, Sulis menegaskan memang infak termasuk dalam kategori pengumpulan dana keagamaan dan untuk itu tidak perlu melakukan proses perizinan. Namun Sulis tidak setuju bila dana kemanusiaan disebut sebagai infak.
“Kalau dana kemanusiaan itu sih menurut saya namanya bukan infak mas,” jelas Sulis.
Karena itu Sulis berharap, agar sebuah lembaga sosial dapat turut aktif melakukan pengumpulan dana kemanusiaan untuk Palestina, mestinya lembaga yang bersangkutan mengurus perizinan mereka terlebih dulu. Dengan melakukan perizinan maka akan memperkecil potensi penyelewengan dana masyarakat yang telah terkumpul tersebut. Dengan izin yang jelas maka hasil pengumpulan dana pun diharapkan bisa lebih akuntabel dan lebih transparan.
Sangat disayangkan bila niat baik masyarakat Indonesia membantu saudara-saudaranya di Palestina dengan menyisihkan sedikit hartanya itu harus dinodai oleh segelintir orang yang berusaha meraup keuntungan pribadi dengan cara yang tidak semestinya.
“Artinya, kalau mau melakukan perbuatan baik, ya lakukanlah dengan cara yang baik pula,” pungkas Sulis. (Lutfi/Yudhi)