Nasional
Islamisasi Budaya Lahirkan Islam Rasa Indonesia
Krisis kemanusiaan dan ketertinggalan bangsa Indonesia dari negara-negara lain adalah di antara faktor pendorong diadakannya konferensi internasional bertema “Islam Indonesia dan Kebudayaan” di Universitas Paramadina Kamis siang (19/6).
Selain itu, acara yang berlangsung di aula Nurcholis Madjid ini juga bertujuan mendorong para ilmuwan agar lebih meningkatkan kajian mendalam terkait hal itu.
Bicara budaya Indonesia, tentu tak dapat dilepaskan dari pengaruh agama Islam sebagai agama terbesar yang dianut mayoritas masyarakat Indonesia saat ini. Hal ini dapat ditelusuri dari awal masuknya Islam ke Indonesia melalui banyak cara, termasuk juga melalui asimilasi budaya. Salah satu contohnya adalah metode dakwah melalui pagelaran wayang, di samping aneka tradisi lain peninggalan leluhur yang hingga saat ini masih sering kita jumpai.
Konferensi yang berlangsung selama empat jam itu menghadirkan Prof. Dr. Amany B. Lubis, MA dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai pembicara.
Di Indonesia, Islam, menurut Amany turut berperan penting dalam mempersatukan berbagai macam suku bangsa dengan budaya yang berbeda-beda.
Dia pun menyebut bahwa proses pembauran Islam dan budaya merupakan salah satu bentuk proses Islamisasi yang terjadi melalui budaya. Sebab itu, budaya harus tetap dilestarikan agar Islam tidak ikut lenyap, mengingat budaya sudah sekian lama menjadi salah satu penopang eksistensi Islam di Indonesia.
Usai acara, kepada ABI Press Amany memaparkan bahwa Islamisasi melalui budaya terbukti tidak menyebabkan benturan dengan agama-agama lain yang sudah ada sebelumnya. Karena dalam konteks Indonesia, kata Amany, Islam sebagai agama yang datang belakangan dibawa masuk para penyebarnya dengan cara damai. Salah satunya dengan terjalinnya hubungan dagang antara para pedagang dari Arab dengan penduduk asli pribumi.
Dari pola perilaku Islami dan akhlak baik para pedagang Arab itulah pada akhirnya masyarakat Indonesia mulai tertarik dan ingin mempelajari Islam lebih jauh.
Maka dikembangkanlah penyebaran Islam melalui pendidikan, ikatan pernikahan, dan asimilasi budaya lokal. Sehingga terbentuklah corak Islam yang beragam sesuai kondisi lingkungan dan kecenderungan budaya masyarakat setempat.
Kondisi ini tak dapat dihindari mengingat Indonesia memiliki banyak suku dan budaya yang berbeda-beda. Sementara perbedaan ini, menurut Amany adalah sesuatu yang tidak bisa dipungkiri dan merupakan sebuah kenyataan yang harus diterima. Bahkan dari segi budaya, hal ini dapat menjadi ciri khas corak keislaman di suatu wilayah yang sedikit berbeda dengan yang ada di wilayah lain. Meski tentu saja secara pokok keyakinan, tetaplah Islam yang sama. Artinya, sejak awal para penyebar Islam sadar bahwa budaya hanyalah sekadar alat dan penopang bagi masyarakat untuk mempermudah mereka dalam memahami makna ajaran Islam itu sendiri. Dengannya lahirlah corak keislaman khas, Islam rasa Indonesia. (Malik/Yudhi)