Berita
Bangun Optimisme Melawan Kelompok Intoleran
Ancaman terhadap kehidupan beragama di Indonesia tak boleh diabaikan. Sebagai bangsa yang kaya keragaman budaya dan agama, pluralitas dan toleransi merupakan suatu keniscayaan.
Mengusung semangat ini, Selasa (3/6) kemarin, Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP) bekerjasama dengan Persatuan Gereja Indonesia (PGI) mengadakan launching dan laporan “Pluralisme Indonesia dalam Ancaman” di Teater Utan Kayu, Jakarta.
Dalam acara ini, seorang peneliti dari Christian Solidarity Worldwide (CSW), Benedict Rogers memaparkan bahwa di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia, kekerasan atas nama agama menunjukkan tren yang semakin meningkat dan harus diwaspadai.
Benedict menyontohkan kasus kekerasan atas nama agama terhadap Muslim Rohingya yang menurutnya semakin memburuk. Begitu juga kasus GKI Yasmin yang belum ada penyelesaian memuaskan hingga kini.
Namun di tengah makin meningkatnya tren kekerasan atas nama agama yang memburuk ini, Ahmad Suaedy dari Abdurrahman Wahid Centre (AWC) menyebutkan bahwa kita tetap harus optimis. Suaedy menjelaskan bahwa kultur bangsa kita masih kuat nuansa tolerannya. Sebagai contoh, di Wonosobo, saat ada FPI garis keras datang hendak membuka cabang di kota kecil ini, warga langsung berinisiatif mencegahnya. Hingga sekarang pun, tercatat Wonosobo adalah kota yang bersih dari ormas-ormas Islam garis keras.
Selain unsur kearifan lokal yang kental nuansa toleransinya, Suaedy menjelaskan bahwa di dalam tubuh masyarakat, ada tokoh-tokoh dan kekuatan-kekuatan lokal yang konsisten menjaga kedamaian di tengah mereka.
Suaedy menyebut beberapa tokoh lokal yang meski jarang diberitakan media tetapi konsen menjaga toleransi di daerahnya. Mereka di antaranya adalah: Anak Agung Nugrah Agung di Bali yang melindungi Muslim Bali dari stigma negatif akibat insiden Bom Bali, KH. Dian Nafi di Surakarta yang mengayomi keluarga teroris yang dipenjara, Abu Hafsin, Ketua MUI PWNU Jawa Tengah yang melindungi Ahmadiyah, Imam Ghazali Said, Ketua FKUB Surabaya yang mendamaikan konflik Ahmadiyah dan Muslim Syiah di Jawa Timur, serta banyak tokoh lokal lainnya.
Tren kekerasan atas nama agama ini memang tak boleh kita remehkan, tapi kita juga mesti tetap optimis, bahwa masih banyak anak bangsa yang siap berjuang menjaga kerukunan dan kedamaian Indonesia tercinta. Dan itu harus kita dukung bersama. (Muhammad/Yudhi)