Dunia Islam
Ketum ABI Acungi Jempol Sikap Pemerintah Tak Normalisasi Hubungan dengan Zionis
Menanggapi kabar angin yang dihembuskan media zionis bahwa Indonesia akan melakukan hubungan diplomatik dengan rezim Tel Aviv, Ketua Umum Ahlulbait Indonesia (ABI) Ust. Zahir Yahya mengatakan lebih percaya pernyataan Kementerian Luar Negeri RI daripada klaim rezim zionis ilegal.
“Sebagai warga Indonesia tentu kami lebih mempercayai pernyataan Juru Bicara Kementrian Luar Negeri Republik Indonesia, ketimbang isi pemberitaan media musuh, apalagi statement tendensius seorang pejabat agen rahasia Mossad,” tegas Ust. Zahir, Selasa (15/12).
Sebelumnya, akhir pekan kemarin, bos Mossad (agen mata-mata zionis) menyebut Indonesia akan menjadi negara berikutnya yang membuka hubungan diplomatik dengan rezim zionis, seperti dilaporkan media zionis Jpost.
Mengutip sumber diplomatik yang tak mau disebutkan namanya, pemulihan hubungan diplomatik dengan Indonesia kemungkinan akan diumumkan sebelum Presiden AS Donald Trump lengser dari jabatannya pada 20 Januari bulan depan.
Pekan kemarin juga, Maroko menjadi rezim keempat yang membuka hubungan diplomatik dengan zionis. Sebelumnya Uni Emirat Arab, Bahrain, dan Sudan telah lebih dulu menyatakan bersedia untuk berkawan dengan entitas zionis yang menjajah Palestina sejak 1948 itu.
Kementerian Indonesia sendiri menyatakan bahwa tidak ada proses apapun yang terkait dengan normalisasi hubungan dengan rezim zionis ilegal.
“Kementerian Luar Negeri tidak melakukan langkah-langkah seperti yang ditulis oleh media di atas, dan saya tidak tahu latar belakang tulisan tersebut,” kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI, Teuku Faizasyah.
Dikutip dari Tempo.co, Teuku menegaskan bahwa sampai saat ini pemerintah Indonesia masih tetap berpagang terhadap konstitusi dan melanjutkan dukungan terhadap kemerdekaan Palestina.
“Pelaksanaan politik luar negeri yang dijalankan Kemlu dalam konteks konfik Palestina-Israel senantiasa berpegang pada amanat konstitusi,” lanjut Faizasyah.
Lebih lanjut, Ust. Zahir menjelaskan bahwa dibandingkan sebagian penguasa Arab yang tak berdaya di hadapan tekanan dan pengaruh hegemoni AS, bahkan rela menjadi pecundang di arena politik Kawasan, menurutnya Indonesia sejauh ini masih lebih elegan dengan tetap memperjuangkan hak-hak rakyat Palestina.
“Ini patut mendapat acungan jempol,” katanya.
Ust. Zahir juga menekankan bahwa yang penting untuk digarisbawahi adalah dukungan kemerdekaan terhadap Palestina yang dijajah rezim zionis. Semua pihak seharusnya berpadu dengan sikap penolakan terhadap penjajahnya, rezim zionis.
Maksudnya, katanya, Indonesia jangan sampai terjebak dalam logika pincang para penguasa monarki Arab di Kawasan Teluk dan beberapa negara di Afrika Utara yang menggabungkan dukungan terhadap Palestina dan hubungan baik dengan rezim zionis ilegal.
“Ibarat nasionalisme dan kecintaan kepada bangsa dan negara mencegah kita untuk menjalin hubungan baik dengan para perampok kekayaan negeri,” ujarnya mengingatkan.
“Klaim memperjuangkan hak-hak rakyat Palestina harus mencegah Indonesia dari segala bentuk normalisasi hubungan dengan rezim zionis di semua lini (bukan hanya hubungan diplomatik), baik yang bersifat terang-terangan maupun yang dilakukan diam-diam,” tambahnya.
Ia juga mengingatkan amanat konstitusi dan UUD 45 dalam menjalankan politik luar negeri harus menjadikan Indonesia mampu menjaga sikap seimbang dan proporsional, bukan hanya terhadap kawan (Palestina), namun juga terhadap lawan (zionis).
Terutama, tambahnya, pada alenia pertama Pembukaan Konstitusi dan UUD 1945 yang tak hanya mengamanatkan bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa, namun juga mengamanatkan penghapusan penjajahan di muka bumi.
“Stop ‘normalisasi’ hubungan dengan ‘Israel’!” pungkasnya.