Dunia Islam
Habib Luthfi bin Yahya: Contoh Lebah, Bukan Kupu-kupu
Maulana Habib Muhammad Luthfi bin Ali bin Yahya menggambarkan siklus kehidupan ini seperti lebah. “Saya pribadi itu seperti lebah, bukan kupu-kupu yang tirakatnya luar biasa,” ucapnya, Selasa (24/11), seperti dikutip dari Jawa Pos.
Lebih lanjut beliau mengatakan bahwa siklus panjang kesempurnaan metamorfosis yang dilakukan kupu-kupu tidak mencerminkan kepentingan bersama.
Ulat kata beliau, setelah jadi kupu-kupu, hinggap dari bunga ke bunga. Mendapatkan madu untuk dirinya. Tidak tahu madu itu sampai ke rumah kupu-kupu itu atau tidak. Saat hinggap di bunga kupu-kupu dengan indahnya menampilkan sayapnya.
“Cuma hanya sebatas itu. Ini sebagai kritikan,” timpalnya.
Hasil metamorfosis dari ulat, menjadi kepompong, hingga kupu-kupu menurut beliau ibarat sebuah tirakat yang luar biasa. Namun hasilnya tidak bisa dirasakan banyak orang. Entah itu madunya, atau keindahan sayapnya. Ia menerangkan bahwa sayap kupu-kupu itu abstrak, serta mengandung seni yang tinggi. Namun, belum tentu semua orang bisa menikmati keindahan itu, nilai seni yang tinggi juga tidak selalu tersampaikan.
Berbeda dengan lebah, katanya. Meski kelihatannya menakutkan, lebah tidak pernah tirakat. Tapi kerjanya sangat luar biasa dan kompak. Dari sarangnya sebelum para lebah berangkat, ratunya bisa mengatur.
“Nanti berangkat dari jalur ini, pulangnya lewat sini. Itu hebatnya lebah,” terangnya.
Lebah bisa kompak membuat sarang, diameter lubang yang dibuat bisa sama. Saat pulang ke sarang, lebah membawa oleh-oleh, yaitu madu yang dihisap dari bunga-bunga. Kemanfaatannya sangat terlihat. Lebah juga sepenanggungan, siapa pun yang menyakitinya, kawanan ini kompak mempertahankan sarang.
“Kalau bangsa bisa seperti itu, sangat luar biasa. Menjaga nilai-nilai, menjaga persatuan kesatuan yang sangat kuat, seperti lebah tadi. Juga berpikir apa yang bisa bermanfaat untuk bangsa dan republik ini. Seperti halnya madu,” pungkasnya.