Ikuti Kami Di Medsos

Kalam Islam

Nasib Kaum Tertindas di Akhirat

Siapakah kaum tertindas itu dan bagaimana kondisi mereka saat dibangkitkan? Ganjaran apa yang akan mereka peroleh?

Allamah Majlisi dalam kitabnya, Haqq al-Yaqin, mengatakan bahwa inti masalah ini telah diketahui bersama secara umum, melalui apa yang disimpulkan dari dalil aqli dan naqli serta ayat-ayat ataupun hadis yang ada. Bahwa Allah Swt Maha Adil, mustahil berbuat zalim. Karenanya, dalam masalah anak-anak, orang gila, dan sekelompok orang yang dimaafkan lantaran hujah bagi mereka belum sempurna, serta orang yang tertimpa cacat mental atau yang tidak mampu membedakan kebenaran dan kebatilan–dan hujah mereka tidak dapat sempurna dengan cara lain–tidak akan menerima azab dan ini tidak bertentangan dengan keadilan Allah.

Adapun nasib mereka–akan mendapatkan pahala ataukah siksaan akhirat–ada kemungkinan akan dibebani tugas (taklif) dengan suatu perbuatan (bagaimana cara mereka meresponnya), atau ditempatkan di tempat yang tinggi (al-A’raf), terletak di antara surga dan neraka. Atau juga dimasukkan ke surga yang lebih rendah dari tingkatan lain. Atau sebagian mereka akan berkhidmat pada penghuni surga, sebagian lagi di al-A’raf, dan sebagian lain lagi di surga.

Kulaini membawakan hadis sahih dari Zurarah yang berkata bahwa Imam Ja’far Shadiq as pernah ditanya tentang pendapat beliau dalam masalah hukum atas anak-anak yang mati sebelum mencapai usia baligh. Beliau lalu mengatakan bahwa Rasulullah saw, ketika ditanya masalah ini, berkata bahwa Allah Swt lebih tahu apa yang akan mereka lakukan. Kemudian Imam as menjelaskan agar meninggalkan masalah ini dan mengembalikannya pada Allah Swt. Imam Shadiq as mewasiatkan agar menyerahkan masalah mereka kepada Allah Swt karena sesuai tuntutan keadilan dan keutamaan-Nya, Allah Swt (pasti) akan membantu mereka.

Namun, perlu diingat bahwa apa yang dikatakan dalam sebagian hadis dan riwayat bahwa mereka akan berkhidmat pada penghuni surga, sesungguhnya bukan sebagai beban atau gangguan. Bahkan khidmat yang mereka lakukan pada penghuni surga merupakan sebentuk kesenangan dan kenikmatan, sama seperti kondisi para malaikat yang berkhidmat pada kaum mukminin yang merupakan kesenangan dan kenikmatan.

Jelas, bagi anak-anak yang mati sebelum mencapai umur baligh, taklif tersebut tidaklah menyulitkan keadaan mereka; yang pasti, di akhirat kelak, mereka akan bertemu orang tua mereka di surga, untuk menambah penghormatan dan memberikan kesenangan serta kenikmatan pada orang tua mereka. Dalam kitab al-Kafi, al-Faqih, dan al-Tauhid karya Syaikh Shaduq, terdapat hadis dari Imam Shadiq as yang menyatakan, “Sesungguhnya Allah Swt akan mengumpulkan anak-anak kepada orang tua mereka di surga, untuk menentramkan hati mereka atas perlakuan anak-anak terhadap orang tua.”

Imam Shadiq dalam menafsirkan firman Allah Swt: Dan mereka yang beriman dan yang diikuti anak keturunan mereka dengan iman maka Aku akan mempertemukan mereka dengan anak-anak mereka. (QS. ath-Thur: 21)

Beliau as berkata, “Kesalahan (yang dilakukan) anak-anak  dari (lantaran) perilaku para orang tua, maka Allah akan mempertemukan mereka dengan ayah-ayah mereka untuk membuat sedih para ayah.” (at-Tauhid, hal. 394)

Adapun teks hadis yang disebutkan di atas, dari Zurarah, dari Imam Shadiq as, dikatakan, “Zurarah berkata, ‘Apakah Rasulullah saw akan bertanya tentang mereka (anak-anak).’ Imam Shadiq as berkata, ‘Ya, beliau telah bertanya tentang mereka. Dan beliau saw berkata (bahwa) Allah lebih tahu atas apa yang mereka perbuat.’”

 

**Untuk memahami masalah orang tertindas ini–realitas, makna, serta kondisinya–silahkan merujuk Ushul al-Kafi, bab “al-Mustadh’af”, juz II, hal. 404. Di antaranya, hadis yang berasal dari Zurarah yang berkata, “Aku bertanya pada Aba Ja’far (Imam Baqir as) sekaitan orang tertindas. Beliau lalu berkata, ‘Yaitu, orang yang tidak memiliki jalan keluar yang dapat membelanya dari kekufuran dan menghantarkannya pada keimanan; ia tidak dapat beriman dan kufur. Demikian pula anak kecil, serta lelaki maupun wanita yang punya dayapikir terbatas seperti anak kecil.'”

Abdul Husain Dasteghib, Menepis Keraguan Beragama

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *