Pustaka
Imam Ali as, Manifestasi Keadilan Ilahi
Dalam al-Quran, Allah Swt berfirman: Allah membuat perumpamaan dengan seorang hamba sahaya yang dimiliki yang tidak dapat bertindak terhadap sesuatu pun dan seorang yang Kami beri rezeki yang baik dari Kami, lalu dia menafkahkan sebagian dari rezeki itu secara sembunyi dan secara terang-terangan, adakah mereka itu sama? Segala puji hanya bagi Allah, tetapi kebanyakan mereka tiada mengetahui. (QS. an-Nahl: 75)
Allah Swt memiliki Kuasa Takwini (penciptaan) dan Tasyyri’i (syariat) dalam melaksanakan keadilan-Nya secara sempurna. Yakni, dengan menciptakan hukum dan peraturan-peraturan secara terperinci dan sesuai pada tempatnya. Dalam mempersiapkan ganjaran dan balasan di alam ini dan alam akhirat, juga dilaksanakan sesuai keadilan secara sempurna. Ini sebagaimana maktub dalam al-Quran: … dan mereka tidak dianiaya sedikit pun. (QS. al-lsra: 71)
Dalam menjalankan keadilan-Nya, sekecil apapun dan senilai biji kurma pun kapasitanya, Dia tidak akan melakukan kezaliman (terhadap makhluk-Nya). Dari sisi ini, Allah telah mengutus Nabi saw atau washinya di tengah-tengah umat manusia, yang tidak akan keluar dari benih keadilan-Nya. Yang jelas, Nabi saw yang mulia adalah pribadi pertama yang paling adiI. Washinya, yakni Imam Ali as, juga manifestasi keadilan-Nya. Karena itu, dalam ayat di atas dikatakan, “Dia telah memberikan perintah kepada keadilan.” Yakni, bukan saja diri-Nya yang adil, namun ia telah menyebarkan keadilan demi menuju jalan yang lurus. Dan manusia harus melalui petunjuk untuk menuju jalan utama keadilan, yakni jalan yang lurus itu sendiri.
Beberapa Contoh Keadilan Imam Ali as
Pada hari pertama menjabat khalifah, Imam Ali as membagi harta Baitulmal secara merata. Setiap orang memperoleh tiga dinar. Thalhah dan Zubair melihat keadilan dan pemerataan Imam Ali, namun mereka menentangnya dikarenakan sebelumnya, mereka telah mendapatkan uang yang melimpah dari para khalifah sebelumnya.
Imam Ali as pada kemenangan kota Basrah, juga membagi Baitulmal secara merata. Setiap orang mendapatkan 500 dirham. Begitu pula dirinya kebagian 500 dirham. Seseorang menemui Imam Ali as dan mengatakan, “Aku bukanlah kelompok yang membantumu, namun hatiku selalu bersamamu.” Lalu Imam Ali as memberikan uang 500 dirham miliknya itu kepadanya.
Ketika Aqil, saudara Imam Ali as, meminta bagian lebih dari harta Baitulmal, beliau as mengambil besi panas dan mendekatkan ke tangannya. Ketika hendak menempelkannya, Imam Ali as mengatakan kepada Aqil, “Semoga ibumu menjadi tebusan atas dirimu, wahai Aqil. Apakah engkau akan menangis karena besi panas buatan manusia sebagai alat permainan ini. Sementara engkau mendorong aku ke arah api yang dipersiapkan Allah yang Mahakuasa, sebagai (tanda) kemurkaan-Nya?.” (Nahjul Balaghah, khutbah ke-224)
Pun ketika Imam Ali as memperlakukan musuhnya. Beliau tidak keluar dari sikap adilnya.
Suatu ketika, beliau as berkata kepada sahabatnya, Maitsam Tamar, “Ia adalah Ibnu Muljam, yang akan menjadi pembunuhku.’
Kemudian Maitsam bertanya, “Mengapa ia tidak kau belenggu?”
Imam Ali as menjawab, “Hingga kini, ia tidak melakukan sesuatu. Karenanya, menjatuhkan qishas sebelum berbuat kejahatan, tidaklah diperbolehkan.”
Keadilan Memiliki Tiga Tingkatan
Pertama: Menjauhi yang haram dan melaksanakan kewajiban, ini dinamakan fiqh asghar.
Kedua: Memiliki sifat-sifat akhlak, disebut fiqh awsath. Yakni ketenangan jiwa dengan sifat kemuliaan dan tidak memiliki sifat kehinaan, seperti rakus, kikir, dan dengki.
Ketiga: Sampai pada tingkat Asmaul-husna yang disebut fiqh akbar. Imam Ali as berada pada kedudukan ini. Pada diri beliau as telah terpenuhi semua sifat llahi selain kesombongan (yang hanya milik Allah semata). Dapat dikatakan bahwa beliau as adalah cermin semua manifestasi Ilahi. Begitulahyang terdapat dalam riwayat, “Kami, demi Allah, adalah Asmaul-husna Ilahi.”
Contoh nyata dari keadilan Imam Ali as dapat disaksikan pada perlakuan beliau as terhadap pembunuhnya, lbnu Muljam. Penulis berkebangsaan lnggris mengatakan, “Ali, dikarenakan melaksanakan keadilan secara mendetail, terbunuh di mihrab ibadahnya.” [Zendeqi Muhammad saw, hal. 58]
Dan Allah menghindarkan orang-orang Mukmin dari peperangan. Dan adalah Allah Mahakuat lagi Mahaperkasa. [QS. al-Ahzab: 25]
Tafsir kata ‘mukminin’ dalam ayat ini adalah Ali as. Jelasnya lagi, dalam perang, Ali berkedudukan mewakili kaum mukmin. Dus mencukupkan Ali as atas seluruh mukmin dalam medan perang. Dalam Nahjul Balaghah disebutkan, “Seandainya semua orang Arab dan Ajam (non-Arab) bersatu untuk memerangiku, aku tidak akan lari.” [Nahjul Balaghah, surat ke-45]
Abbas Rais Kermani, Kecuali Ali