Berita
Demo Wartawan Di Hari Buruh Internasional
1 Mei 2014, pusat kota Jakarta dipenuhi puluhan ribu buruh yang merayakan Hari Buruh Internasional. Mereka yang berasal dari berbagai latar belakang profesi itu, tak terkecuali wartawan, satu kata menyuarakan tuntutan: membela dan meminta hak-haknya dipenuhi.
Di tengah-tengah gempita aksi damai dan orasi para buruh dari berbagai perusahaan ini, Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI), ikut serta dalam aksi demo. Di depan sekitar seratus wartawan dari berbagai media, Umar Idris, Ketua AJI Jakarta menyebutkan bahwa pada dasarnya wartawan adalah pekerja seperti buruh yang lain. Karena itu AJI juga menuntut perbaikan gaji dan kesejahteraan wartawan yang dinilainya masih kurang.
Umar menilai, wartawan hanya dijadikan alas kaki saja oleh pemilik media. Setiap tahun wartawan memberikan profit yang tinggi pada perusahaan media tetapi kesejahteraan mereka kurang diperhatikan. Itulah makna dari simbol sepatu yang mereka bawa saat demo.
Lebih jauh, Umar mengeluhkan independensi ruang redaksi yang di masa pemilu ini sering diintervensi oleh pemilik media.
Kekerasan Terhadap Wartawan
Hal lain yang menjadi konsen AJI adalah masih banyaknya kekerasan terhadap wartawan saat mereka melakukan peliputan. Berbagai kekerasan terhadap wartawan ini di antaranya adalah larangan meliput di suatu tempat, teror dari narasumber, hingga kekerasan fisik. Hal ini, lanjut Umar, masih sering terjadi di daerah.
Sekjen AJI Pusat, Suwarjono, mengamini hal ini. Ia menyebutkan tahun 2013, tercatat ada 51 kasus dan tahun 2012 ada 53 kasus kekerasan terhadap wartawan. Suwarjono menilai pemerintah melakukan pembiaran kasus kekerasan terhadap wartawan. Terbukti dalam sepuluh tahun terakhir, ada beberapa jurnalis di berbagai daerah yang terbunuh belum terungkap.
“Bagi jurnalis ini merupakan pukulan yang luar-biasa,” ujar Suwarjono. “Kita kan dilindungi UU Pers dan UU Perburuhan. Di UU Pers jelas, orang-orang yang menghalangi pekerjaan wartawan diancam dengan pidana. Kalau dilakukan pembiaran, nantinya jurnalis yang melakukan tugas peliputan akan terancam dan bisa jadi korban. Ini sangat mengerikan.”
Terkait kasus kekerasan terhadap Muhammad Ngaenan, wartawan ABI Press yang dikeroyok oleh panitia acara pada acara Deklarasi Aliansi Anti Syiah di Bandung, 20 April 2014 lalu, Suwarjono menyebutkan kesiapannya untuk ikut melakukan pembelaan dan pendampingan.
“Akan kita lakukan pendampingan proses kasus ini di kepolisian. Karena jelas, mereka yang melakukan kekerasan melakukan tindak pidana. Dan kita sesama jurnalis akan melaporkan ini sebagai kasus pidana maupun pelanggaran terhadap UU Pers,” janji Suwarjono. (Muhammad/Yudhi)