Kisah
Imam Ali, Khalifah, dan Bahlul
Suatu hari, Bahlul menemui Harun yang sedang mabuk. Harun lalu berkata pada Bahlul, “Apakah Ali bin Abi Thalib lebih agung dari Abdullah bin Abbas (putra paman Nabi saw) atau Abdullah bin Abbas lebih agung dari Ali?”
“Sepanjang kau tidak membunuhku, aku akan katakan yang sebenarnya,” jawab Bahlul.
“Kau akan selamat,” kata Harun.
Bahlul pun bertutur panjang, “Imam Ali lebih agung dari seluruh Muslim selain Nabi Muhammad Musthafa saw. Sebab, beliau sosok pemuda pemberani dan punya keimanan hakiki. Seluruh perbuatan baik ada pada diri beliau. Beliau tidak menunjukkan sikap enggan dalam mematuhi Islam dan perintah Allah. Beliau patuhi perintah Allah, kata demi kata. Beliau sempurna dan punya keyakinan yang tak akan berubah, yang mana beliau tidak berpikir tentang kehidupan dunianya dan kehidupan dunia anak-anaknya.
Dalam semua peperangan, beliau selalu berada di garis depan. Tak seorang pun yang pernah melihat beliau lari dari musuh. Sehingga suatu kali, beliau pernah ditanya tentang pernahkah beliau berpikir perihal nyawanya selama pertempuran, ‘Mungkin saja seseorang menyerang Anda dari belakang, dan membunuh Anda.’ Lalu Imam Ali as menjawab, ‘Pertempuranku adalah demi kepentingan agama Allah. Sehingga aku tidak berpikir untuk memperoleh keuntungan atau ketamakan dan keinginan pribadi. Hidupku ada di tangan Allah. Jika aku mati, itu adalah kehendak Allah dan aku akan mati di jalan Allah. Apa yang lebih agung dari itu? Dan aku akan menikmatinya, di mana aku akan terbunuh di jalan Allah dan berada di antara orang-orang yang beriman serta berada di jalan yang benar.’
Bahkan ketika menjadi pemimpin dan khalifah kaum Muslim, Imam Ali tidak menyukai kemewahan. Beliau habiskan seluruh waktunya, bekerja untuk kaum Muslim dan beribadah kepada Allah. Beliau tak pernah mengambil satu dinar pun yang tidak semestinya dari baitulmal.
Saudara laki-laki beliau, Aqil, yang telah berkeluarga, pernah meminta beliau memberinya lebih dari yang biasa diterimanya dari baitulmal. Namun beliau menolak permintaan Aqil. Beliau berkata pada seluruh pejabatnya untuk tidak menindas rakyat. Seluruh urusan diputuskan berdasarkan keadilan dan tanpa pandang bulu. Pejabat yang melakukan penindasan atau kekejaman sedikit saja dipecat dari jabatannya setelah dimintai pertanggungjawabannya dengan tegas oleh Imam Ali as. Beliau bahkan tidak memaafkan teman dekatnya dari hukuman yang mesti diterima.”
Khalifah menjadi malu mendengar itu. Ia ingin membalas Bahlul dengan bertanya, “Mengapa orang agung dan terhormat seperti itu dibunuh?”
“Banyak orang yang berada di jalan yang benar telah terbunuh, dan ribuan nabi serta hamba Allah yang saleh terus berjihad di jalan Allah,” jawab Bahlul.
Khlifah lalu berkata pada Bahlul, “Ceritakan dengan terperinci tentang kematian Ali.”
Bahlul kemudian menjelaskan, “Sebagaimana telah diriwayatkan Imam Ali Zainal Abidin as, saat Abdurrahman bin Muljam memutuskan untuk membunuh Imam Ali, ia mengajak seseorang bersamanya. Manusia terkutuk itu tertidur dengan lelap, begitu pula dengan Ibnu Muljam. Ketika Amirul Mukminin Ali as memasuki masjid, beliau membangunkan mereka untuk salat. Saat Imam Ali mendirikan salat lalu sujud, seketika itu si terkutuk Ibnu Muljam menyerang kepala beliau dengan pedangnya. Pukulan itu tepat di tempat di mana Amr bin Abdul Wudd pernah melukai beliau dalam sebuah perang tanding di Pertempuran Khandaq. Akibat pukulan itu, kepala beliau terluka hingga ke alis mata. Dan dikarenakan orang terkutuk itu telah merendam pedangnya dengan racun, Imam Ali as mengucapkan selamat tinggal pada dunia selang tiga hari setelah kejadian tersebut. Beliau mengumpulkan anak-anaknya, ‘Demi para kekasih Allah, persahabatan para nabi dan para pewaris nabi lebih baik dari dunia fana ini. Jika aku mati akibat Iuka ini, berilah satu pukulan saja pada pembunuhku, karena ia hanya memukulku sekali saja dengan pedangnya. Jangan potong-potong tubuhnya.’
Setelah berkata itu, beliau tak sadarkan diri selama beberapa saat. Ketika siuman, beliau berkata, ‘Aku melihat Rasulullah saw memerintahkanku untuk pergi. Beliau berkata bahwa esok, aku akan bersamanya.’ Beliau berkata demikian dan syahid. Kemudian langit pun berubah warna dan bumi mulai berguncang. Suara tasbih dan puji-pujian datang dari langit ke telinga manusia, dan setiap orang tahu bahwa itu adalah suara malaikat.”
Kubra Jafri, Si Bahlul Kisah-Kisah Jenaka Penuh Hikmah