Dunia Islam
MUI: Umat Islam Jangan Mau Dipancing Seperti Kepiting
Ketua MUI Bidang Ukhuwah Islamiyah, KH Marsudi Syuhud meminta masyarakat tidak terpancing provokasi seperti yang dilakukan media Prancis yang mengolok-olok Nabi Muhammad saw. Respon kekerasan itulah yang diinginkan oleh musuh-musuh Islam untuk selanjutnya menyudutkan umat muslim.
Marsudi menyadari bahwa umat muslim selalu saja digeneralisasi dan dicap teroris dan ekstremis. Ketika umat Islam merespon dengan kekerasan maka wacana Islamofobia semakin menguat. Hal itulah yang diinginkan oleh Barat dengan berbagai provokasinya kepada umat Islam.
Jika umat Islam terpancing, Marsudi menggambarkan sama saja seperti kepiting yang dipancing ke penggorengan.
“Umat Islam seperti dalam cerita memancing kepiting. Pakai batu diikat di bambu, kemudian kepitingnya dipukul-pukul pakai batu, kemudian kepiting itu mencapit batu keras-keras, setelah itu ditarik ke atas dan masuk ke penggorengan, itulah rezeki yang memancing,” kata Marsudi, Jumat, (6/11), seperti dikutip dari VivaNews.
Ia melanjutkan, Muslim di Eropa maupun Amerika memang menghadapi masalah berlapis. Satu sisi mereka menjadi kaum minoritas, di sisi lain mereka terus ditekan dengan provokasi dan Islamofobia.
Menurutnya, balasan terbaik adalah penggunakan cara freedom of speech, sekaligus akan menunjukkan ke dunia bahwa balasan umat muslim lebih berbobot dan variatif, bukan berupa kekerasan atau boikot produk.
Ia mengajak, umat Islam tidak terjerumus kepada lubang yang sama dalam merepons kebebasan berpendapat. Muslim harus mulai menggunakan kebebasan berpendapat untuk melawan dengan lebih keras.
Karena, jika umat muslim menggunakan cara-cara kekerasan, hukum di Barat selalu tidak menyetujuinya. Dalam ajaran Islam pun kekerasan diminimalisir. Sementara di dunia Barat, terutama di negara yang menganut kebebasan seperti Prancis, tidak ada Blasphemy Law (UU Anti Penodaan Agama).
“Kita rata-rata dibuat seperti kepiting itu, dibuat marah dahulu. Kita berharap kita jangan jadi kepiting. Kita harus memahami bahwa hurriyatul ibdair ra‘yi (kebebasan menyuarakan pendapat), yaitu dibalas dengan sepadan,” katanya.