Berita
Kisah Etty ‘Merangkul’ Mantan Pecandu Narkoba
“Saya selalu ditolak melulu. Mau kerja di sana ditolak, ngelamar kerja di situ ditolak. Orang-orang pada bawaannya curiga aja gitu.”
Itulah penuturan Rizal, mantan pengguna narkoba, ihwal pengalaman pahitnya saat dulu dia berupaya berhenti dari ketergantungannnya pada candu perusak syaraf itu.
Kepada wartawan ABI Press, Rizal mengaku tak satu-dua kali saat ia berusaha mengubah arah kehidupannya dan mencari pekerjaan yang halal, warga tetap curiga dan memandangnya sebelah mata.
Beruntung tahun 1990-an Rizal bertemu Hendrik. Meski tahu Rizal adalah mantan pecandu, suami Etty Lasmini itu melihat tekad baik Rizal dan menerimanya bekerja sebagai karyawan pembuat kerupuk kulit di usaha home industry miliknya.
Sejak itulah Rizal, dibantu Etty Lasmini, yang sekaligus Ketua RT Tegalparang Mampang Prapatan ini perlahan-lahan memulai babak baru kehidupannya, membebaskan diri dari jeratan narkoba.
Rizal bukan satu-satunya orang yang Etty bantu. Lebih dari seratus orang pecandu narkoba yang telah dibantunya sejak tahun 1990 hingga 2014 ini. Dan semua dilakukan sendiri dengan sukarela dan tanpa biaya.
Saat kami tanya apa alasan menerima para mantan pengguna narkoba di pabrik kerupuk kulit yang kini diwarisinya dari Hendrik sejak suaminya itu meninggal, Etty mengatakan bahwa ia terpanggil untuk membantu mereka. Apalagi di kampungnya sendiri sudah ada sepuluh warga yang meninggal karena narkoba.
“Kita rekrut mereka agar jangan kembali ke jalan yang salah. Kita perlu merangkul mereka, karena mereka perlu bantuan kita,” ujarnya. “Jadi jangan malah dimusuhi.”
Etty juga mengakui, tidak mudah menyembuhkan kecanduan para mantan pengguna narkoba ini. Di samping itu, ada juga pengguna narkoba yang tidak suka dengan apa yang ia lakukan. Namun Etty, yang juga anggota Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat (FKPM) ini percaya bahwa dengan pendekatan personal dan terus membangun rasa saling percaya, kecanduan mereka bisa disembuhkan.
Sayangnya menurut Etty, selama ini perhatian pemerintah sangat kurang dalam memberikan bantuan riil terhadap upayanya menyadarkan warganya dari kecanduan narkoba.
Apa Peran BNN?
Saat kami menghubungi Deputi Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional (BNN), Dr. Diah Setia Utami, Sp. Kj. MARS di kantor BNN, Diah mengakui bahwa salah satu program kerja BNN adalah membantu upaya penanggulangan dan rehabilitasi penyalahgunaan narkoba di masyarakat.
Diah sangat mengapresiasi usaha Bu Etty merehab warga yang kecanduan narkoba. Tetapi ia mengingatkan bahwa tidak boleh sembarang orang melakukan rehabilitasi pecandu narkoba. Mesti ada standar-standar tertentu yang dipenuhi.
Dari data yang dimiliki BNN, Diah menyebutkan bahwa ada 1.000.109 pecandu narkoba di Indonesia. Dan ada sekitar 3.000.000 pemakai narkoba yang masih dalam taraf coba-coba. Dari jumlah empat juta itu, baru 18.000 pecandu yang mampu direhabilitasi oleh BNN. Pecandu narkoba paling banyak anak muda berumur 25-29 tahun, dan yang dewasa dari 30-40 tahun.
Melihat sangat sedikitnya yang mampu dicover oleh BNN inilah, Diah berharap rehabilitasi pengguna narkoba ini mendapat dukungan dari masyarakat. Apalagi dari pengamatan BNN, meski sudah direhab, angka kekambuhan pengguna narkoba ini bisa mencapai 70% pada tahun pertama bagi pecandu akut. Bagi yang baru tahap awal kecanduannya, kekambuhannya sekitar 30-40%.
Sementara Dr. Dodi, Sp. Kj., psikiater dari Wisma Adiksi yang berkantor di Cinere, menekankan bahwa pecandu narkoba hanya bisa ditangani secara tuntas oleh ahli di bidangnya. Dan harus diisolasi agar proses pemulihannya bisa fokus.
Dodi menyebutkan, tolak ukur keberhasilan itu bukan hanya ketika si pecandu sudah tidak lagi mengkonsumsi narkoba. Tapi saat pola kehidupannya sudah mulai teratur dan bisa berperan kembali di masyarakat. Dalam amatannya di Wisma Adiksi, yang bisa dipantau oleh Wisma Adiksi adalah 30-40% pecandu yang sudah pulih. Sisanya tak bisa dipantau karena mereka tak lagi menjalin komunikasi dengan komunitas. Dodi mengklaim jika mengikuti program sampai akhir, 95% pecandu bisa pulih. Waktu pemulihan bervariasi, tapi kurang lebih bisa mencapai dua tahun.
Rangkul, Jangan Musuhi Kami
Mungkin bagi keluarga yang berkecukupan, memasukkan anaknya yang terkena jeratan narkoba ke panti rehabilitasi adalah cara yang terbaik. Tetapi bagi masyarakat kecil yang untuk mencari nafkah saja susah, biayanya yang besar tentu tak mampu mereka tanggung sendiri.
Belum lagi pandangan curiga dan cibiran masyarakat sekitar seperti yang dialami oleh Rizal. Rizal hanyalah satu contoh, banyak Rizal-Rizal lain yang mengalami nasib serupa. Bahkan mungkin lebih tragis.
Beruntung Rizal bertemu Etty, yang dengan segala keterbatasannya, dengan tulus tetap berusaha membimbingnya.
Setidaknya Etty telah membuktikan bahwa selama ada kemauan dan kesediaan mau merangkul para mantan pecandu narkoba, harapan bagi mereka untuk hidup lebih baik itu masih ada. Di sisi lain kita harus percaya, bahwa setiap orang, termasuk mantan pecandu narkoba bisa berubah ke arah yang lebih baik asal mereka mau dan kita pun dengan sungguh-sungguh bersedia membantu. (Muhammad/Yudhi)