Perempuan
Sudut Pandang Islam tentang Wanita
Agar lebih mengenal berbagai sudut pandang Islam tentang wanita, akan lebih bermakna bila menguraikannya lebih jauh persoalan ini. Pria dan wanita dipandang dari dua aspek yang berbeda dalam Islam, ‘aspek manusia’ dan ‘aspek kemanusiaan’. Aspek manusia sama, baik pria maupun wanita. Dalam aspek kemanusiaannya, yakni ciri kebumian mereka berdua, bagaimana pun juga berbeda. Perbedaan ini justru menyempurnakan hakikat, juga kepentingan, mereka.
Aspek Manusia
Pria dan wanita sama-sama manusia. Mereka sama-sama khalifah Ilahi. Mereka tidak berbeda dalam menentukan nasib mereka, memiliki wewenang atas baik dan buruk, memilih jalan untuk kesejahteraan atau kesengsaraan serta meniti jalan menuju kesempurnaan spiritual.
Mereka sama-sama bertanggung jawab di hadapan-Nya. Dalam al-Quran, setiap kali manusia disebutkan atau istilah “Wahai manusia!” digunakan untuk baik pria maupun wanita.
Mereka menerima posisi yang sama di hadapan Allah kecuali jika salah satu dari mereka lebih bertakwa.
Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah adalah yang paling bertakwa di antara kamu. (QS. al-Hujurat: 13)
Dalam ayat lain, Allah Swt memerintahkan pria maupun wanita untuk sama-sama menjaga kesucian dan kewajiban mereka kepada-Nya.
Pria dan wanita tidak berbeda dalam keimanan kepada Allah, dalam menerima seruan Nabi saw, dan mereka juga sama-sama bersumpah setia kepada Nabi dan pengganti beliau, yakni menyetujui imamah (kepemimpinan). Mereka juga ditunjuk untuk ikut dan taat kepada Allah. Wanita, sebagaimana pria, juga dapat memilih agamanya dan tidak wajub mengikuti siapapun dalam hal ini.
Mengenai kebebasan, yang sejalan dengan kemanusiaan dan bagian dari identitas manusia, baik pria maupun wanita, adalah sama. Mereka sama-sama dicipta bebas. Kebebasan yang diberikan Allah tidak dibatasi siapa pun juga. Mereka sama-sama bertanggung jawab secara merdeka dengan konsekuensi-konsekuensi amal perbuatan yang mereka lakukan.
Tiap-tiap diri bertangguung jawab atas apa yang telah diperbuatnya. (QS. al-Muddatstsir: 38)
Wanita seperti pria, berhak menikmati hak-hak legal atau absah, hukum, hak untuk hidup, dan menjalani tugas sosial serta menikmati anugerah Ilahi. AI-Quran menyatakan:
…. dan mereka (wanita) memiliki hak-hak yang serupa dengan mereka (laki-laki) di atas mereka…. (QS. al-Baqarah: 228)
Akhirnya, keduanya sama-sama diciptakan untuk meniti jalan kesempurnaan demi ridha Allah. Maka dengan ibadah mereka, yang berupa ketundukan mutlak kepada-Nya dan mengikuti ‘jalan agama nan lurus’, mereka dapat mencapai posisi berikut: Hai orang yang beriman, taatilah Aku sehingga Aku dapat membuatmu seperti diri-Ku.
Pahala, kutukan Ilahi, surga, dan neraka adalah sama bagi keduanya,
Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (QS. an-Nahl: 97)
Dalam aspek ini, kesamaan maupun keserupaan ada di antara pria dan wanita dan tidak ada perbedaan di antara mereka.
Aspek Kemanusiaan
Pria dan wanita sama-sama menyempurnakan kemanusiaannya. Berdasarkan pembagian kerja alami dan sosial serta tanggung jawab dan susunan pelaksanaan alami mereka, yang merupakan tujuan utama penciptaan, serta pertimbangan demi meninjau kembali kekhususan yang tidak umum dan tanggung jawabnya, terdapat hal-hal bernilai yang perlu dipertimbangkan di antara mereka. Sebagaimana dikutip dari almarhum Syahid Muthahhari, meskipun kasus-kasus ini mengarah pada pelepasan keserupaan-keserupaan mereka secara alamiah dan syariah, mereka tidak bertentangan dengan persamaan mereka dalam hal kemanusiannya dan dalam menikmati hak-hak asasi manusia.
Menurut al-Quran, pria dan wanita lahir dari ‘satu jiwa’, atau wanita bagian dari sesuatu sehingga pria tercipta. Dalam hadis Nabi saw dikatakam, “Wanita adalah teman dan sahabat pria.” Namun persekutuan ini bukanlah alasan atas kemanunggalan yang sempurna dan lengkap dari fitrah mereka dan merupakan tanda dari perbedaan mereka, yang mengarah pada kekhususan lahiriah dan perbedaan dalam jatidiri mereka.
Perbedaan inti di antara pria dan wanita menyingkapkan bahwa mereka sama-sama memiliki sejumlah spesifikasi dalam fitrah, tubuh, syaraf, dan ruh mereka, yang tidak ada di lain tempat. Karena itu, pria dan wanita saling melengkapi. Mereka saling bergantung dalam memenuhi pelbagai kebutuhan alamiah, jiwa, dan mental mereka.
Sayang sekali, perbedaan-perbedaan alami yang menguntungkan ini, yang berdasarkan undang-undang yang menyangkut wanita, harus dibuang dari kekerasan dan harus sesuai fitrah yang luwes, tidak diketahui mazhab-mazhab sosial dan hukum atau sudut pandang yang ada di dunia kecuali Islam.
Sudut pandang filsafat dan hukum Islam mengenai wanita merupakan manifesto pertama dan piagam kebebasan wanita yang sesungguhnya. Semua perbedaan yang ada dalam hak asasi pria dan wanita dalam Islam dan telah dibesar-besarkan dan dikecam musuh-musuh Islam, berasal dari wawasan realistik Islam yang memanfaatkan berbagai kepentingan pria dan wanita, juga kesejahteraan individual maupun sosial manusia.
Berdasarkan ini, bertentangan dengan Deklarasi Universal HAM yang memandang wanita memiliki hal yang sama sebagaimana laki-laki, Islam telah memandang hak-hak khusus bagi wanita di samping hak-hak manusia pada umumnya yang telah dirampas kaum pria.
Ayatullah Sayyid Ali Khamenei, Risalah Hak Asasi Wanita