Kajian Islam
Keniscayaan Imamah Pasca Kenabian [2/4]
Dari pembahasan sebelumnya dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam kehidupan sosial dan bahkan kehidupan individual, manusia sangat memerlukan undang-undang. Sebab tanpa undang-undang, manusia tidak akan merasakan kebahagiaan. Kini, muncul pertanyaan, apakah semua undang-undang pasti menjamin kesejahteraan duniawi dan ruhani manusia? Ataukah untuk itu, undang-undang tersebut harus memiliki keistimewaan tertentu?
Undang-undang jelas dapat menjamin kebahagiaan manusia bila memiliki kriteria sebagai berikut:
- Harus ditetapkan dan disusun berdasarkan kemaslahatan sejati manusia, bukan hanya mempertimbangkan kemaslahatan dan kecenderungan hewani manusia.
- Dibuat dengan mempertimbangkan maslahat manusia secara umum, mempedulikan semua kelas sosial, menghindari segala bentuk perbuatan diskriminatif serta fanatisme kelompok, dan membela hak kaum lemah. Bahkan, dalam programnya, undang-undang itu lebih memprioritaskan hak-hak kaum tertindas dan fakir miskin.
- Dibuat sedemikian rupa sehingga tidak merugikan kehidupan batin atau ruhani manusia. Bahkan, berdasarkan undang-undang itu, kehidupan duniawi manusia tidak lebih dari pendahuluan bagi kehidupan ruhani dan akhirat yang abadi. Lebih lanjut, undang-undang itu bertujuan membersihkan lingkungan sosial dari kerusakan moral dan mempersiapkan landasan bagi pembinaan jiwa yang berakhlak hasanah dan berorientasi spiritual.
- Kebutuhan manusia yang paling mendasar berkaitan dengan kehidupan ruhani dan akhirat. Sebab, tujuan penciptaan manusia dan kehidupan hakikinya tiada lain dari kehidupan jiwa atau ruhani. Manusia dicipta agar ruhnya melakukan sair dan suluk di shiratul mustaqim kemanusiaan dan mendekatkan diri kepada Allah Swt sehingga mencapai maqam lebih tinggi yang telah ditetapkan Allah.
Apa yang penting dan signifikan bagi manusia adalah bagaimana memperoleh kebahagiaan abadi di akhirat kelak. Sebab, kehidupan dunia bersifat sementara. Apa yang penting dan abadi adalah kehidupan ruhani dan kebahagiaan di akhirat. Dalam kehidupan di dunia, manusia juga sangat memerlukan program yang mendorong mereka kepada shiratul mustaqim kemanusiaan serta qurbah (kedekatan) kepada Allah Swt dan menyelamatkan mereka dari penyimpangan atau kejatuhan ke lembah kebinatangan yang mengerikan.
Kita dapat menarik kesimpulan dari semua pembahasan tersebut, bahwa manusia memerlukan program bagi kehidupan dunia dan akhiratnya. Masalahnya, manusia tidak mampu membuat atau menyusun program sempurna dan lengkap yang mampu menjamin kebahagiaan kehidupan mereka, baik di dunia maupun akhirat. Sebab, kendati manusia mampu membuat atau menyusun undang-undang berdasarkan akal dan pengalamannya untuk mengatur masyarakat, undang-undang buatan manusia masih tidak luput dari kecacatan dan kekurangan.
Pertama, tidak ada jaminan bahwa manusia yang membuat undang-undang bebas dari kepentingan kelompoknya dan mengabaikan kepentingan kelompok lainnya.
Kedua, para pembuat undang-undang itu tidak mengetahui hubungan yang mendalam antara kehidupan duniawi manusia dan kehidupan batinnya serta betapa mungkinnya undang-undang buatan manusia itu berbenturan dengan kehidupan batin manusia. Sebab, pada umumnya, para pembuat undang-undang tidak begitu peduli terhadap kehidupan nafsani manusia. Kesimpulannya, hanya Tuhan, pencipta manusia, yang dapat membuat program sempurna dan selaras bagi manusia. Hanya Dia yang tahu struktur wujud manusia dan rahasia-rahasia yang terkandung dalam jiwa dan jasmani manusia.
Di sinilah, kasih sayang dan karunia Tuhan mengharuskan manusia yang kebingungan ini diberi petunjuk. Allah Swt mengutus manusia-manusia pilihan, menurunkan wahyu pada para utusan-Nya, dan menyampaikan undang-undang yang sesuai bagi manusia. Para nabi dan rasul diutus untuk mengajarkan dan membimbing manusia agar dapat menemukan jalan lurus menuju tujuan yang asli atau yang biasa disebut “sair dan suluk ilahi”.
Hanya saja tujuan ilahi ini akan terwujud dan hujjah-Nya akan sempurna apabila para nabi dan rasul itu terpelihara dari dosa, sebagaimana nanti akan kami ulas.
Argumen Keharusan Wujud Imam
Dari semua pembahasan tadi, kita menarik satu kesimpulan bahwa manusia memerlukan nabi dan petunjuk-petunjuk ilahi untuk mengatur kehidupan duniawinya. Di masa ketiadaan nabi, manusia memerlukan imam yang dapat menjelaskan program-program kehidupannya. Untuk memperjelas masalah ini, kita mengikuti beberapa keterangan berikut.
Pertama, Rasulullah saw adalah Nabi akhir zaman dan Islam adalah agama abadi. Hukum dan peraturan Islam tidak hanya berlaku di masa kerasulan yang relatif sangat pendek, yaitu 23 tahun, melainkan berlaku hingga hari kiamat dan sebagai petunjuk bagi manusia sekalian alam. Keberadaan imam merupakan suatu keharusan dalam agama Islam. Kebenarannya didukung argumen yang jelas dalam kitab kalam dan akidah.
Allah Swt berfirman: Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. [QS. al-Ahzab: 40]
Allah Swt juga berfirman: Sesungguhnya agama yang diridhai di sisi Allah hanyalah Islam. [QS. Ali Imron: 19]
Dalam firman-Nya yang lain, Allah Swt menegaskan: Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) darinya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang merugi. [QS. Ali Imran: 85]
Imam Ja’far Shadiq as dalam hadisnya menjelaskan, “Sehingga datanglah Muhammad saw yang membawa al-Quran dan syariat serta jalan ketakwaaan. Maka halalnya Muhammad saw berlaku hingga hari kiamat dan haramnya berlaku hingga hari kiamat.”
Kedua, agama Islam dapat bertahan dan aktif di sepanjang sejarah apabila, setelah nabi, terdapat orang-orang yang dapat dipercaya dan menerima tanggung jawab untuk memelihara Islam dengan sungguh-sungguh. Tugas-tugas Rasulullah saw dapat disimpukan sebagai berikut:
- Rasul bertugas menerima sekaligus menyampaikan wahyu yang berisikan ilmu atau hukum yang diperlukan kepada umat manusia. Allah Swt berfirman: Dan aku memilihmu, Muhammad, maka dengarkanlah apa yang diwahyukan kepadamu. [QS. Thaha: 13]
- Nabi saw juga berkewajiban memelihara hukum dan peraturan Islam tetap suci hingga sampai ke tangan manusia sehingga manakala manusia memerlukan, mereka dapat merujuknya. Allah Swt berfirman: Maka berpegangteguhlah kamu kepada agama yang telah diwahyukan kepadamu, sesungguhnya kamu berada di atas jalan yang lurus. [QS. az-Zukhruf: 43]
- Para nabi menyampaikan hukum dan undang-undang ilahi kepada umat manusia dan memperingatkan mereka terhadap siksa ilahi. Dalam al-Quran, disebutkan: Dan diwahyukan al-Quran itu kepadaku supaya dengannya aku memberi peringatan kepadamu dan kepada orang-orang yang al-Quran telah sampai kepadanya. [QS. al-An’am: 19]
- Para nabi bertugas mengeluarkan manusia dari gelapnya kekufuran, kesyirikan, dan kesesatan serta mengarahkan mereka pada cahaya iman dan tauhid. Allah Swt berfirman: Kitab yang kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan izin Tuhan mereka (yaitu) menuju jalan Tuhan yang Mahaperkasa lagi Maha Terpuji. [QS. Ibrahim: 1]
- Selain itu, tugas nabi adalah mengadili dan menjadi juri di tengah manusia sebagaimana firman Allah Swt dalam surah an-Nisa ayat ke- 105. Dalam menjalankan hukum-hukum agama bagi manusia, mereka merupakan teladan. Allah Swt menjelaskan dalam surah al-Ahzab ayat ke-21. Para juga nabi bertugas menyebarluaskan agama dan memenangkannya di atas agama-agama lain, sebagaimana Firman-Nya dalam surah at-Taubah ayat ke-33. Para nabi memiliki wilayah mutlak terhadap manusia dan lebih berhak berkuasa terhadap manusia dibanding manusia itu sendiri terhadap dirinya, sebagaimana Firman Allah Swt dalam surah al-Ahzab ayat ke-6.
Rasulullah saw mengemban misi untuk melaksanakan hukum dan peraturan politik dan sosial Islam seperti jihad dan membela Islam. Sepeninggal Rasulullah saw, meskipun wahyu telah putus, tugas-tugas lainnya jatuh ke pundak manusia suci yang dapat melaksanakan tugas dengan sempurna. Sekiranya tidak terdapat imam suci, niscaya Islam yang hakiki dan sejati tidak akan dapat bertahan hidup sepanjang sejarah. Karena itu, keberadaan imam sangat diperlukan untuk mengekalkan Islam yang hakiki.
Keberadaan atau wujud imam tak ubahnya keberadaan rasul yang merupakan karunia ilahi. Karena itu, kesucian dan pemilihan imam suci merupakan karunia ilahi dan keberlanjutan lutfh atau karunia rububiyah.
Ayatullah Ibrahim Amini, Para Pemimpin Teladan