Akhlak
Kezuhudan Imam Ali bin Abi Thalib
Imam Ali bin Abi Thalib as hidup dengan penuh kezuhudan. Beliau as mempratikkan hidup zuhud dari dunia. Gemerlap kekayaan kas negara dan kekuatan penguasa serta apa saja yang menurut orang lain dapat mengangkat derajat mereka (yang dilihat banyak orang sebagai tolok-ukur derajat seseorang) sama sekali tak beliau gubris.
Harun bin Antarah meriwayatkan dari ayahnya, “Aku menemui Ali bin Abi Thalib (as) di daerah Khuznaq. Saat itu musim dingin. Ali bin Abi Thalib as mengenakan pakaian beludru, sementara tubuhnya terilhat menggigil. Aku berkata kepadanya, ‘Wahai Amirul Mukminin! Allah Swt telah memberimu dan keluargamu bagian dari harta ini (baitulmal). Engkau dapat memanfaatkannya untuk dirimu.’
“Demi Allah! Aku merasa cukup dengan pakaian beludru ini yang kubawa dari Madinah,” jawab Imam Ali as.
Di waktu lain, seseorang mendatangi Imam Ali bin Abi Thalib as sambil membawa makanan manis berharga mahal yang disebut al-faludzaj (kue terbuat dari tepung, susu, dan madu). Namun Imam Ali as tak menyentuhnya. Sambil melihat makanan itu, Imam Ali as berkata, “Demi Allah! Engkau adalah makanan beraroma wangi, warnamu sangat menarik untuk dimakan. Sayangnya, aku tidak akan membiasakan diriku dengan sesuatu yang tidak menjadi kebiasaanku.”
Namun, menurut sebagian orang, kezuhudan dan kekesatriaan merupakan dua makna yang berbeda. Umar bin Abdulaziz berkata, “Manusia paling zuhud itu Ali bin Abi Thalib. Padahal keluarga Umar, yaitu Bani Umayah, begitu membenci Imam Ali as. Mereka memfitnah Imam Ali bin Abi Thalib as ke tengah masyarakat, bahkan mencaci-makinya di mimbar salat Jumat.
Sudah umum diketahui halayak bahwa Imam Ali bin Abi Thalib as tidak tinggal di istana negara yang dipersiapkan untuknya di Irak. Imam Ali as tak ingin rumahnya lebiih mewah dari rumah-rumah para fakir-miskin yang tinggal dalam kesederhanaan dan kefakiran. Ucapan beliaiu terkait sikapnya dalam hidup mencerminakan hal itu, “Apakah aku akan merasa cukup dengan diriku ketika orang-orang mengatakan kepadaku, ‘Amirul Mukminin,’ sementara aku tidak pernah merasakan kesulitan-kesulitan yang mereka alami?”
*Tim TABWA, Teladan Abadi Ali bin Abi Thalib