Budaya
Napak Tilas Ziarah Arbain, Kesakralan Masjid Kufah
Kufah menjadi sebentang padang pasir yang dipilih dua sahabat, Salman Farisi dan Huzaifah Yamani sebagai barak militer pasukan Islam di masa kekhalifahan Umar bin Khattab. Sejak itu, termasyhur sebutan “Kufahnya balatentara” (tempat berkumpulnya balatentara).
Di situ terdapat sebuah masjid yang dikenal dengan sebutan Masjid Kufah. Masjid itu dibangun pada 22 H dengan batu kapur di masa kekuasaan Mughirah bin Syu‘bah dengan tujuh bagian untuk masing-masing etnis. Pada 36 H, Imam Ali bin Abi Thalib as menjadikannya sebagai pusat kekhalifahan Islam pasca perang Jamal.
(Bagian) Masjid Kufah yang paling popular dan pertama kali dibangun di Kufah adalah masjid Jami‘ dan kantor pemerintahannya pada 17 H. Bentuknya segi empat dan mampu menampung 40 ribu jamaah salat. Bagian tengahnya yang terlihat agak menurun dengan anak tangga diberi nama Safinah (kapal). Kalangan umum mengenalnya dengan sebutan Syahrah Batilah, atau tempat dibuatnya kapal Nabi Nuh yang berarti tempat yang ditenggelamkan. Yang dimaksud Safinah adalah areal masjid pertama. Halaman masjid meliputi selain tempat yang telah disebutkan.
Syaikh Hirzuddin mengatakan dalam Maraqid (2: 308), “Areal masjid ini sering dibanjiri air, di saat saluran sungai eufrat meluap. Lalu oleh Sayyid Mahdi Bahrul Ulum, mihrabnya ditimbun pasir baru, lalu di atas fondasi kunonya dibangun mihrab yang ada sekarang.”
Banyak riwayat yang menerangkan keutamaan masjid ini. Salah satunya dari Imam Muhammad Baqir as yang berkata “Salat wajib di masjid Kufah sama dengan haji yang diterima dan salat sunah di dalamnya sama dengan umrah yang diterima.”
Diriwayatkan pula dari Abu Ja‘far as, “Masjid Kufah adalah salah satu taman dari sejumlah taman surga. Di dalamnya telah salat 170 Nabi.”
Imam Ali as sendiri mengatakan, “Salat sunah ditempat ini sebanding dengan umrah bersama nabi dan salat wajib di dalamnya samma dengan berhaji bersama Nabi saw; di dalamnya telah sholat seribu nabi dan washi.”
Diriwayatkan bahwa manakala Rasulullah saw naik ke langit, Jibril as berkata, “Tahukan di mana kini engkau berada, wahai Muhammad saw? Kini engkau berhadapan dengan masjid Kufah.” Beliau saw kemudian bersabda, “Lalu Jibril as mengizinkanku salat dua rakaat di dalamnya, kemudian ia turun dan salat dua rakaat. Sungguh bagian depannya laksana taman surga. Bagian tengahnya juga laksana taman surga. Sebelah kanan dan kirinya laksana taman surga. Juga belakangnya laksana taman surga. Salat fardu di dalamnya sebanding dengan seribu salat, dan salat sunah di dalamnya sebanding dengan 500 salat.”
Berikut adalah lokasi ziarah di Masjid Kufah:
1. Mihrab Kesyahidan Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as
Pada kiblat yang terletak didalamnya, terdapat mihrab yang menjadi tempat salat Imam Ali as. Di situ pula beliau as menggapai syahadah. Sejak itulah tempat ini disebut maqam (tempat berdiri) karena beliau menunaikan salat di dalamnya.
Di masjid Kufah, dianjurkan untuk salat secara tamam (sempurna) alias tidak di qoshr (diringkas). Akan baik sekali jika menyempatkan diri untuk menqodho salat yang pernah ditinggalkan di masa lalai.
2. Rumah Imam Ali bin Abi Thalib as
Di sebelah mihrab itu, terdapat pintu menuju kantor pemerintahan yang tempatnya kini masih condong dan berujung ke rumah Imam Ali as. Rumah beliau as memang berdekatan dengan kantor pemerintahan. Jaraknya sekitar 75 meter. Sampi hari ini, rumah itu masih berdiri tegak. Di atasnya terdapat kubah hijau dan mihrab ini selalu dikerumuni kaum mukminin demi mencari berkah.
3. Tempat Bersemayam Muslim bin Aqil (Utusan Imam Husein as)
Muslim bin Aqil menjadi figur pertama yang menemui kesyahidan. Beliau adalah utusan khusus Imam Husain as untuk menemui warga Kufah. Tugas utamanya adalah mencari kepastian ihwal lokasi yang digambarkan warga Kufah dalam surat-surat mereka dan baiat mereka. Namun beliau bersama Hani bin Urwah akhirnya ditangkap dan dibunuh pasukan Ibnu Ziyad di hari Arafah.
4. Persemayaman Mukhtar Tsaqafi
Amini menyebutkan 21 sumber kitab yang ditulis khusus untuk menjelaskan sosok Mukhtar. Di antaranya, al-Dzuh Sa‘ribin karya Lud bin Yahya Azadi (157 H) dan Sabikun Midhor karya Syaikh Muhammad Urdubadi. Ia lalu mengungkapkan beberapa larik pembuka sebuah qasidah:
Wahai pahlawan petunjuk dan revolusi,
telah menyenangkan bagimu segala penganiayaan yang telah kau alami
Engkau memiliki di sisi keluarga Muhammad saw tangan yang disyukuri,
yang tak tergapai para pembesar
Di kedalaman lubuk hati mereka, Bani Hasyim dirasakan telah menderita akibat peristiwa Karbala. Lalu Mukhtar mengobatinya. Dalam doa ziarah disebutkan nama Mukhtar secara khusus. Di dalamnya termaktub narasi kesyahidan yang begitu gamblang lantaran kebajikan dan ketulusannya terhadap wilayah Ahlulbait Nabi as. Keikhlasan dan ketaatannya berbuah kecintaan Imam Zainal Abidin as, serta keridhaan Rasulullah saw dan Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as. Sungguh beliau telah mengorbankan dirinya demi keridhaan para imam as dan demi menolong para cucunya yang suci.
5. Hani bin Urwah
Dalam at-Thabari, diriwayatkan bahwa Hani berkata, ”Muslim menemuiku dan aku tidak akan mengeluarkannya dari rumahku.” Lalu Ibnu Ziyad berkata, “Bukanlah aku berkuasa atasmu di saat Abu Ziyad berbuat pada ayahmu dan menjaganya dari Muawiyah.” Hani menjawab, “Seharusnya engkau punya kekuasaan lain atasku dengan menjaga setiap yang datang kepadaku.” Lalu Ibnu Ziyad memukulkan cemetinya sehingga melukai hidung Hani. Ibnu Ziyad menyuruh prajuritnya memasukan Hani ke penjara.
Ibnu Ziyad berkata kepadanya, “Sungguh engkau tahu bahwa ayahku telah membunuh Syiah ini selain ayahmu dan ia memperbaiki persahabatan denganmu. Dan ia telah mengirim surat pada penguasa Kufah untuk menitipkanmu. Apa balasan yang kuterima ini dengan menyembunyikan orang yang berniat membunuhku (maksudnya, Muslim) di rumahmu?”
Ibn Ziyad lalu memukul muka dan kepala Hani dengan pentungan. Namun Hani berhasil memukul seorang pengawal dengan pedang si pengawal sendiri. Hani lantas dikepung dan dihalau pasukan Ibnu Ziyad.
Pada 9 Dzulhijjah 60 H, hari terbunuhnya Muslim, Hani bin Urwah dilepaskan dari penjara. Hidungnya tiba-tiba dipukul, tepat di sebuah pasar kambing. Ibnu Ziyad kemudian memerintahkan tubuh Hani diseret bersama tubuh Muslim bin Aqil dipasar Kufah. Sekaitan dengannya, Abdullah bin Zubair Asadi berkata, “Jika engkau belum tahu apa itu mati, lihatlah Hani dan Muslim di pasar.”
Ibnu Ziyad mengirim kepala Muslim dan Hani kepada Yazid bin Muawiyah di Syam. Lalu keluarga Mazhaj meminta jenazah mereka dan dikubur di sebelah istana penguasa, di areal masjid.
Tempat bersemayam jenazah Hani terletak di belakang masjid agung Kufah, berdekatan dengan gang masjid sebelah timur daya. Kuburannya menjadi kawasan yang kerap dikunjungi para peziarah. Sementara di tempat bersemayam syuhada pertama, Muslim bin Aqil, yang terletak di atasnyam, terdapat kubah. Bangunannya cukup tinggi dan dihiasi gipsum berwarna biru.
6. Persemayaman Maitsam Tammar
Maitsam Tammar termasuk sahabat Imam Ali bin Abi Thalib as yang dibunuh Ibnu Ziyad pada 20 Dzulhijjah 60 H. Pusaranya terletak sekitar 30 meter dari masjid Kufah.
Maitsam dipenjara Ibnu Ziyad menyusul kesyahidan Muslim dan Hani. Ibnu Ziyad menyalibnya di atas kayu di depan pintu rumah Amr bin Harits. Setelah tiga hari, saat Maitsam mengumandangkan takbir, sebilah tombak menusuk jantungnya. Beliau pun menemui kesyahidan.
Imam Ali as pernah bersabda kepada Maisam, “Engkau akan disiksa lalu disalib. Lalu ditusuk tombak. Saat tiba hari ke-3, kedua lubang hidung dan mulutmu akan mengeluarkan darah segar yang membasahi janggutmu. Engkau akan disalib di depan pintu rumah Amr bin Harits pada hari ke-10.”
Selain mihrab, rumah Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as, serta persemayaman para pendekar yang gigih membela keluarga suci Nabi saw, terdapat pula sejumlah tempat bersejarah lain di Masjid Kufah.
Ust. Muhammad Taufiq Ali Yahya. Ziarah Iran-Irak